Mengenal Surat Berharga Negara (SBN)
Bagi investor institusi, SUN menyediakan Surat
perbendaharaan Negara (SPN) atau dikenal sebagai treasury bills dan obligasi negara (ON) atau disebut treasury bonds. Sementara SBSN
menyediakan Islamic Fixed Rate (IFR),
SPN Syariah, Sukuk Dana Haji Indonesia, serta Project Based Sukuk bagi investor
institusi.
Selanjutnya, bagi investor ritel, SUN menyediakan
obligasi negara ritel (ORI) dan Saving
Bond Ritel (SBR). Sementara SBSN menyediakan sukuk ritel dan sukuk tabungan.
Bagi masyarakat Indonesia yang ingin membeli SBN ritel
guna diperjualbelikan di pasar sekunder, dapat berinvestasi pada ORI dan sukuk ritel.
Kedua SBN ini memiliki nominal paling kecil Rp5 juta dengan kupon yang bersifat
tetap (fixed) dan dibayarkan tiap
bulan.
Sementara itu, bagi WNI yang ingin memiliki SBN yang
tidak untuk diperjualbelikan, maka SBR dan sukuk tabungan bisa jadi alternatif
pilihan. Bedanya, SBR memiliki nominal paling kecil Rp5 juta, sedangkan sukuk tabungan
bernominal minimal Rp2 juta. Selain itu, kupon SBR bersifat mengambang
mengikuti LPS rate (kecuali SBR013) dengan batas kupon minimal (floating with floor), sedangkan kupon
sukuk tabungan bersifat tetap (fixed).
Meski tidak bisa diperdagangkan, kedua SBN ini memiliki fasilitas early redemption.
Pinjaman
dan SBN
Terdapat sedikitnya dua cara yang dilakukan pemerintah
dalam memperoleh utang. “Pertama, kita bisa mengambil dari pinjaman, baik multilateral
maupun bilateral. Kedua, melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN),” jelas
Luky Alfirman, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
Dari kedua cara itu, 81 persen utang berasal dari SBN
dalam bentuk obligasi negara, sedangkan sisanya sebanyak 19 persen dalam bentuk
pinjaman.
Besarnya komposisi SBN dibandingkan pinjaman luar
negeri yang dilakukan pemerintah, bukan tanpa alasan. Adanya
ketentuan-ketentuan tertentu dalam pinjaman luar negeri yang diterapkan oleh
negara pendonor, membuat pemerintah lebih menyukai pembiayaan melalui surat
utang (SBN). Sementara pinjaman luar negeri dilakukan hanya pada sektor-sektor
tertentu.
Keunggulan
investasi
SBN telah memegang peran yang begitu penting bagi
perekonomian Indonesia. Sebagai instrument fiskal, SBN diharapkan bisa menggali
potensi sumber pembiayaan APBN dari investor pasar modal. Terlebih lagi, penerbitan
SBN saat ini digunakan pemerintah untuk program dan kegiatan yang produktif,
serta yang memiliki dampak lanjutan bagi perekonomian.
Selanjutnya bagi masyarakat, SBN ritel hadir sebagai
alternatif investasi yang aman dengan mengeliminasi risiko gagal bayar. Hal ini
dikarenakan pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh pemerintah. Dalam mengelola
SBN, pemerintah melakukannya secara profesional, terbukti tidak ditemukannya
kegagalan pemerintah dalam membayar obligasi jatuh tempo maupun bunga dan
imbalan.
Perluas
basis investor
Menyadari pentingnya pengembangan pasar SBN, pemerintah
melakukan diversifikasi pada basis investor. Hal ini dilakukan guna
mengefisiensikan biaya dengan risiko yang lebih terkendali. Saat ini, pemerintah
tengah gencar mengembangkan basis investor ritel yang merupakan WNI.
Besarnya jumlah penduduk Indonesia menjadi keunggulan
tersendiri bagi pemerintah untuk bisa mengembangkan basis investor ritel.
Jumlah yang potensial ini hendak didorong agar menuju masyarakat yang sadar
berinvestasi, disamping sekadar
masyarakat yang sadar menabung.
“Kita ingin mendidik dan mendorong masyarakat untuk
lebih banyak berinvestasi, bukan hanya sekedar menabung,” harap Luky.
Keunggulan SBN sebagai instrument investasi yang tidak
dimiliki instrument lain, menurut Luky, adalah bahwa dengan berinvestasi SBN,
masyarakat tengah ikut berpartisipasi dalam pembangunan negara.
SBN
ritel online
Untuk itu pula, pemerintah tengah melakukan pendalaman
pasar guna merangkul investor ritel domestik lebih banyak lagi. Terkait hal
ini, Direktur Eksekutif Pengembangan Pasar Keuangan, Nanang Hendarsah menyampaikan,
dengan penyebaran konsentrasi kepemilikan SBN ritel diharapkan mampu mendukung
inkluasi keuangan.
Menurut Nanang, data dari Forum Koordinasi Pembiayaan
Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK) menunjukkan, komposisi kepemilikan
SBN ritel masih dikuasai investor DKI Jakarta. “Investor dari DKI Jakarta
mencapai sekitar 42 persen, wilayah Indonesia Barat selain DKI Jakarta mencapai
sekitar 50 persen.
Sementara itu, di wilayah Indonesia bagian tengah dan
timur, jumlah volume pemesanan hanya sekitar 8 persen,” ungkapnya.
Terkait hal ini, Bank Indonesia (BI) bersama dengan
Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan yang tergabung dalam FK-PPPK
telah memasukkan pengembangan SBN ritel ke dalam Strategi Nasional Pengembangan
dan Pendalaman Pasar Keuangan.
Sementara BI sendiri turut memberi dukungan dalam
bentuk system settlement melalui BI-SSSS, serta sosialisasi kepada masyarakat dalam
kerangka FK-PPPK.
Inovasi yang tengah dijalankan pemerintah dalam
penjualan SBR003 melalui platform online baru-baru ini diharapkan memperoleh
sambutan baik dari masyarakat. Melalui platform online, masyarakat dapat
melakukan pembelian SBN dimanapun dan kapanpun selama masa penawaran pada 14 25
Mei 2018.
Menanggapi hal ini, ekonom Citi Indonesia, Helmi Arman
meyambut baik hal ini. Menurutnya, selain memperluas jangkauan SBN,
keingintahuan public terhadap SBN dan pembiayaan semakin meningkat sehingga
bisa memperluas proses pengawasan atas pembiayaan negara. Meski demikian,
pemerintah tetap perlu memperhatikan pasar obligasi korporasi.
“Bila siklus ekonomi sudah kembali pulih, kebutuhan
pembiayaan sector swasta, baik bank maupun nonbank akan bergerak naik.
Diharapkan kebutuhan pendanaan pemerintah, untuk infrastruktur dan sebagainya,
sudah mulai berkurang sehingga tidak terjadi persaingan menggalang dana antara pemerintah
dan swasta, yang biasa disebut crowding
out,” jelas Helmi.(MK/06/2018)