Pemerintah Fokus Kembangkan Industri Pengolahan Non Migas
Pemerintah
Fokus Kembangkan Industri Pengolahan Non Migas –
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan Pemerintah saat ini tengah
fokus mengembangkan industri pengolahan non migas. Dengan menitikberatkan pada
pendekatan rantai pasok agar lebih berdaya saing di tingkat domestik, regional,
hingga global.
Sektor manufaktur menurut
Kementerian Perindustrian, secara global dapat dikategorikan menjadi lima. Kategori
tersebut terdiri dari, yang berbasiskan inovasi untuk pasar domestik,
memanfaatkan energi dan sumber daya alam, melakukan pemrosesan di tingkat
regional, menggunakan teknologi tinggi, serta padat karya.
Berdasarkan laporan IHS
Global Insight, kelompok pertama yang terdiri dari industri kimia, otomotif,
komponen kendaraan, mesin elektrik, serta permesinan dan peralatan lainnya
memberikan nilai tambah terhadap sektor manufaktur di dunia hingga 35 persen.
Capaian besar ini karena industrinya ditopang dari kekuatan modal atau investasi
serta aktivitas penelitian dan pengembangan (R&D) yang tinggi.
“Triwulan III tahun 2017,
pertumbuhan industri mesin dan perlengkapan kita mencapai 6,35 persen serta
industri alat transportasi sebesar 5,63 persen,” ungkap Airlangga, Jum’at, 6
Januari 2018
Kinerja kedua sektor tersebut
mampu melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,06 persen di periode
yang sama.
Kelompok kedua meliputi
industri produk kayu, pengolahan minyak bumi, batu bara,dan nuklir. Kemudian,
industri pulp dan kertas, produk berbasis mineral, dan logam dasar.
Sektor-sektorini menyumbangkan nilai tambah terhadap sektor manufaktur di dunia
sebesar 27 persen. Kekuatan kelompok ini berada pada pemanfaatan sumber daya
alam dan energi serta padat karya.
Indonesia adalah produsen
nomor enam di dunia untuk penghasil pulp dan kertas. Bahkan, industri logam
dasar merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan
III/2017sebesar 10,60 persen.
“Indonesia juga tengah
menargetkan produksi 10 juta ton baja pada tahun 2025. Selain itu akan menghasilkan
stainless steel sebanyak empat juta ton pada 2019,” imbuh Menperin.
Lebih lanjut, untuk
kategori yang melakukan pemrosesan secara regional, antara lain industri produk
karet dan plastik, produk metal terfabrikasi, makanan dan minuman, tembakau,
serta percetakan dan publikasi. Kelompok ini ikut memberikan kontribusi nilai
tambah terhadap sektor manufaktur di dunia yang mencapai 23 persen. Kekuatan di
sektor-sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Kemenperin mencatat,
sumbangan industri makanan dan minuman kepada PDB industri nonmigas mencapai
34,95 persen pada triwulan III/2017. Hasil kinerja sektor tersebut sebagai
kontributor PDB industri terbesar dibanding subsektor lainnya.
“Pelaku industri ini
sangat banyak di Indonesia, tidak hanya skala besar, tetapi juga telah
menjangkau di tingkat kabupaten untuk kelas industri kecil dan menengah (IKM).
Bahkan, sebagian besar dari mereka sudah ada yang go international,” paparnya.
Pada kelompok keempat,
yang menggunakan teknologi tinggi di antaranya adalah industri komputer dan
mesin perkantoran, industri semikonduktor dan elektronik, serta industri alat
kedokteran, pengukuran dan optik.
“Nilai tambah dari sektor
ini secara global sekitar delapan persen. Kekuatannya ada di R&D, modal,
trade intensity, dan value intensity,” tutur Menperin.
Pemerintah tengah gencar
menekankan pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatanpenggunaan produk
dalam negeri (P3DN). Hal ini dikuatkan dengan Instruksi Presiden Nomor 6
Tahun2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Sementara itu, untuk
kategori padat karya, meliputi seperti industri tekstil, produk pakaian dan
kulit, furnitur, perhiasan, dan mainan. “Sektor ini menyumbangkan nilai tambah
hanya tujuh persen, karena seiring kemajuan teknologi yang pesat seperti
otomasi di sektor manufaktur,” ujar Airlangga.
Oleh karena itu,
Kemenperin tengah memacu sektor tersebut melalui program pengembangan industri
padat karya berorientasi ekspor. Upaya yang telah dilakukan adalah mengusulkan
agar sektor ini mendapatkan insentif fiskal berupa pemotongan pajak penghasilan
yang digunakan untuk reinvestasi.
“Fasilitas tax allowance yang akan diberikan untuk
sektor padat karya, dihitung dengan basis jumlah tenaga kerjanya. Kalau mereka
mempekerjakan sebanyak 1.000, 3.000 atau di atas 5.000 tenaga kerja itu akan
diberikan skema tax allowance
tersendiri. Ini sedang kami bahas dengan Kementerian Keuangan, yang diharapkan
industri padat karya kita semakin kompetitif di tingkat global," paparnya.
Menperin menambahkan,
pihaknya juga telah mengajukan pemberian insentif fiskal bagi industri yang
mengembangkan pendidikan vokasi dan pusat inovasi. Untuk industri yang
melaksanakan program vokasi, akan mendapat insentif pajak 200 persen. Sementara,
industri yang membangun pusat inovasi akan mendapat insentif pajak 300 persen.
“Strategi pembangunan
industri yang berkelanjutan difokuskan pada peningkatan nilai tambah melalui
inovasi dan pengembangan teknologi industri, pengembangan pola produksi yang
dapat mengurangi pemborosan sumber daya, serta mengintegrasikan industri
nasional dalam global value chain,” pungkasnya.(KMP/dde)