Breaking News

Komnas Perlindungan Anak: Catatan Akhir Tahun dan Prediksi Situasional Anak Indonesia 2018

Komnas Perlindungan Anak: Catatan Akhir Tahun dan Prediksi Situasional Anak Indonesia 2018, Jakarta, 27 Desember 2017. Komnas Anak: Mengingat Tahun 2018 dan tahun 2019 adalah tahun politik bangsa Indonesia, masalah-masalah yang bertalian dengan perlindungan anak dapat dipastikan akan terlupakan dan tidak menjadi agenda utama. Sebab ada kebiasaan masyarakat saat menghadapi hiruk pikuk kegiatan politik, anak sering dilibatkan dan dieksploitasi untuk kepentingan orang dewasa. Dengan keterlibatan anak dalam kegiatan politik orang dewasa, tentu anak tidak bisa terhindar dari penanaman rasa kebencian, kekerasan serta permusuhan selama dalam aktivitas politik orang dewasa tersebut.

 
Komnas Perlindungan Anak: Catatan Akhir Tahun Dan Prediksi Situasional Anak Indonesia 2018
Gambar : Arist Merdeka Sirait dan Dhanang Sadongko masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jenderal didampingi M. Uut Lufti dan Lia Latifah Komisioner Komnas Perlindungan Anak memberikan keterangan Pers Catatan Akhir Tahun dan Prediksi Situasi Anak Indonesia 2018 di Media Ceter Komnas Anak  Rabu 17/12/17.

Demikian juga dengan lemahnya penegakan hukum untuk kasus kejahatan seksual terhadap anak juga akan mendorong meningkatnya kejahatan terhadap anak. Sebab, seringkali putusaan hukum tidak lagi sensitif anak dan tidak mencerminkan rasa keadian bagi korban.

Ada banyak kasus putusan hakim justru membebaskan pelaku dari segala tuntutan atas kasus kejahatan yang diperbuatnya terhadap anak hanya karena alasan keterbatasan saksi yang melihat. Banyak putusan hakim jutru mengecewakan pencari keadilan khususnya anak sebagai korban. 

Ada banyak pula lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan sosial anak saat ini abai menanamkan nilai-nilai kejujuran, keteladanan dan contoh yang baik bagi anak. Anak seringkali kehilangan orientasi dan jati dirinya, sekolah sudah seringkali mengesampingkan nilai-nilai budaya, moral Pancasila sebagai ideologi negara tidak lagi diperkenalkan dalam kehidupan anak-anak peserta didik.

Seiring dengan itu berdampak negatif bagi anak, anak kehilangan nilai-nilai dan jiwa nasionalisme, plurarisme serta rasa toleran dalam kehidupan dan pergaulan anak Indonesia.

Pendidiklan moral Pancasila dan pendidikan budi pekerti, pendidikan karakter bangsa serta pendidikan moral Pancasila dikalangan anak-anak Indonesia dan di dalam kurikulum pendidikan nasional tidak lagi menjadi pengajaran utama dalam sekolah. Rumah tidak lagi bersahabat dan ramah bagi anak, Ada ayah dan ibu dirumah tapi tiada sesungguhnya. Keluarga telah sibuk dan asyiik dengan alat komunikasinya akibatnya interaksi sosial anak dengan kedua orangtuanya terabaikan.

Merajalelanya tayangan pornografi yang sangat muda diakses anak-anak melalui media sosial juga mendorong anak teribat dalam berbagai kejahatan seksual baik yang dilakuan secara sendiri-sendiri maupun bergerombol bersama orang dewasa.

Fenomena geng motor, begal diberbagai tempat yang melibatkan anak-anak juga menjadi keprihatinan tersendiri. Ada banyak anak-anak harus berhadapan dengan hukum untuk kasus begal bahkan ada pula anak yang terpaksa ditembak mati oleh petugas.

Demikian juga dengan kasus-kasus kekerasan seksual bergerombol akan semakin menjadi ancaman serius bagi anak-anak Indonesia, anak yang dijadikan korban peredaran dan pemakai narkoba jika tidak diantisipasi segera juga diprediksi menjadi sasaran empuk bagi para cukong-cukong narkoba tingkat international.

Demikian juga penanaman paham–paham radikalisme, kebencian dan intolerasi terhadap anak baik dalam ruang kelas, publik dan ditengah-tengah keluarga dalam menghadapi tahun politik bangsa juga semakin menakutkan. Penganiayaan dan penelantaran terhadap anak juga akan menjadi kasus yang tidak bisa terhindar bagi keluarga.

Tekanan ekonomi dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan ketidakharmoinisan keluarga akan berdampak negatif bagi pengasuhan anak. Anak akan sering menjadi korban pelampiasan kemarahan dan kepanikan orangtua akibatnya anak teraniaya dan terlantar.

Fenomena anak mengkonsumsi zat adiktif berupa lem aibon, komix dan zat-zat adiktif lainnya yang dapat memabukkan merangsang otak dari pembalut wanita, pempers dan jenis obat-obat perangsang lainnya juga menjadi ancaman bagi anak ditahun-tahun mendatang.

Fenomena anak menggunakan lem aibon dan zat adiktif lain sudah mengejala di Indonesia. Sebarannya juga sudah merata mengepung desa dan kota bagaikan  virus yang tidak ada penangkalnya.

Dari Analis Faktual Situasional Anak di Indonesia, diprediksi pada tahun 2018, pelanggaran hak anak masih akan  didominasi dengan kekerasan seksual, baik yang dilakukan oleh orang terdekat anak baik dilakukan secara perorang maupun bergerombol. Geng Rape akan menjadi fenomewa kejahatan seksual terhadap anak yang semakin menakutkan masyarakat.

Dengan merajalelanya tanyangan pornografi di media online, mudahnya narkoba dan minuman keras di akses ditengah-tengah lingkungan masyarakat  akan berdampak mendorong dan menjadi pemicu (triger) terjadinya peningkatam kejahatan seksual terhadap anak, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya Rabu 27/12/17 di Media Center Komnas Anak Jakarta.

Kemudian di tahun 2018, maraknya kasus perdagangan anak untuk tujuan seksual komersial, eksploitasi ekonomi serta prostitusi anak melalui media dan aplikasi online perlu diantipasi dan dicari cara cerdas pencegahannya khususnya prostitusi online yang melibat anak pada usia muda.

Arist menambahkan, dalam situasional lainnya, ditahun politik dimana setiap orang terfokus dalam kegiatan politik, anak akan menjadi sasaran empuk para cukong-cukong narkoba tingkat international.

Dhanang Sasongko Selaku Sekretaris Jenderal Komnas Perlindingan Anak lebih mempertegas lagi selain dilibatkan dalam peredaran narkoba, anak  juga digunakan sebagai sasaran empuk unuk menjadi pengedar (kurir), pengguna dan ketergantungan narkoba.

Disamping itu, di tahun 2018 diprediksi juga akan banyak anak-anak mengalami keterlantaran dan keterpisahan dari salah satu orangtuanya akibat dari perceraian dan ketidakharmonisan keluarga, karena ada banyak pasangan muda produktif mengajukan percerai sebagai alternatif solusi dalam mengatasi konflik keluarga tanpa memikirkan keberlangsungan hak pengasuhan anak dalam keluarga, demikian ditambahkan Muhammad Uut Lufti Dewan Komisioner Bidang Penguatan Kelembagaan Komnas Perlindungan dalam keterangan persnya.

Lia Latifah salah seorang Dewan Komisioner Komnas Anak menyampaikan beberapa catatan kritis bahwa ada banyak banyak anak terpaksa kehilangan hak pengasuhan dari kedua orangtuanya. 

Baca Juga: Respon Terhadap Situasional Anak Indonesia Tahun 2018, Komisi Nasional Perlindungan Anak Merekomendasikan  10 Aksi Nasional