Peranan Kredit Usaha Rakyat Untuk Mengurangi Kemiskinan
(Abstrak):
Pemerintah memiliki program Kredit Usaha Rakyat yang diperuntukan bagi usaha
mikro untuk mengentaskan kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur
tingkat efisiensi usaha mikro sektor pertanian, untuk mengetahui faktor penentu
tingkat efisiensi, dan untuk mengetahui faktor penentu kemiskinan untuk
mencapai pengurangan kemiskinan. Metode yang digunakan pada penelitian ini ada
3 metode yaitu, Data Envelopment Analysis, Regresi Tobit, dan Regresi Logistik.
Hasil estimasi dengan DEA didapatkan usaha mikro yang efisien 100% (TE=1)
dengan menggunakan DEA-VRS dicapai oleh 62 pengusaha atau 62% sedangkan dengan
menggunakan DEA-CRS dicapai oleh 28 atau 28% dari total jumlah pengusaha di
sektor pertanian. Kemudian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi
berdasarkan analisis regresi tobit yaitu profit, aset, jumlah kredit, akses
KUR, tempo realisasi, usia, tenaga kerja, dan lokasi usaha. Selanjutnya
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status kemiskinan berdasarkan analisis
regresi logistik yaitu pendapatan, lokasi geografis, jenis kelamin, akses KUR,
dan anggota rumah tangga.
Kata
Kunci: Usaha Mikro, Pertanian, Kredit, Kemiskinan, Efisiensi
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi di
Jawa Timur terus meningkat dari tahun 2013 sampai 2015 dan berada di atas pertumbuhan
ekonomi nasional (BPS). Pada tahun 2015 sektor pertanian berada pada urutan
ketiga dalam memberi kontribusi terhadap perekonomian Jawa Timur sebesar 13,75%
setelah sektor industri pengolahan dansektor perdagangan. Demikian juga
pertumbuhannya meningkat sebesar 0,43%
menempati urutan ketiga di Jawa Timur di tahun 2015 setelah industri pengolahan
dan sektor perdagangan. Kinerja sektor pertanian pada triwulan II tahun 2016
meningkat dari 0,9% (yoy) di triwulan I 2016 menjadi 3,3% (yoy) (Bank Indonesia).
Perekonomian Provinsi Jawa
Timur secara garis besar bergantung pada sektor manufaktur, perdagangan, dan
pertanian, serta yang menyumbangkan 74% dari perekonomian provinsi. Walaupun
memiliki kontribusi yang cukup tinggi terhadap perekonomian Jawa Timur, namun lebih
dari 60% rumah tangga termiskin di Jawa Timur bekerjadi sektor pertanian dengan
tenaga kerja terserap pada sektor pertanian sebesar 44,8% dari total tenaga
kerja di Jawa Timur (World Bank, 2011).Tingkat
produktivitas dan tingkat pengembalian yang rendah di sektor pertanian menjadi
alasan mengapa kabupaten kota dengan proporsi tenaga kerja yang lebih besar di
sektor pertanian cenderung memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi. Hal
tersebut menjadi alasan pada jumlah penduduk miskin di Jawa Timur lebih banyak
di desa daripada di kota (BPS, 2013).
Namun, terlepas dari
berbagai potensi ekonomi yang ada, masyarakat yang bergerak pada sektor
pertanian di Jawa Timur sebagian besarusahanya adalah berada pada usaha mikro.
Usaha Mikro adalah usaha yang memiliki omset kurang dari Rp 300 juta per tahun.
Berdasarkan pada pemahaman usaha mikro terdapat beberapa kendala yang
dihadapinya dalam melakukan proses produksi, sehingga untuk keluar dari
kemiskinan jarang terjadi.
Rintangan yang menyulitkan
usaha mikro menurut Bank Dunia, antara lain: (i) mayoritas pekerja kasar dengan
tingkat produktivitas rendah, (ii) terbatasnya akses terhadap modal karena
pertanian masih dipertimbangkan untuk risiko bank, (iii) terbatasnya
ketersediaan lahan, (iv) nilai tambah rendah karena biaya produksi tinggi, (v)
sempitnya akses pasar. Oleh karena itu, Jawa Timur membutuhkan strategi
revitalisasi untuk memperbaiki kinerja sektor pertanian terutama pertanian
rakyat yang berbentuk mikro.Melihat fenomena tersebut menunjukkan bahwa usaha
mikro merupakan usaha perseorangan yang rentan terhadap kerugian karena
pengalaman yang dimiliki adalah kurang. Sehingga produktivitas dan tingkat
pengembalian yang rendah pada sektor pertanian, serta beresiko gagal lebih
tinggi dibandingkan dengan sektor manufaktur dan perdagangan. Hal ini
menyebabkan pertanian dianggap sebagai sektor yang beresiko apabila mengalami
kesulitan dari segi produksi, pemasaran dan permodalan, sehingga petani
kesulitan untuk mengembangkan usaha pertaniannya. Karena sifat dan karakteristik
usaha mikro feasible tapi tidak bankable mengakibatkan petani menghadapi
permasalahan permodalan.
Untuk mengatasi
permasalahan tersebut pemerintah mengeluarkan program pengentasan kemiskinan
untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Pengentasan Kemiskinan Kluster III tentang
Kredit Usaha Rakyat Nomor: KEP-15/D.I.M.EKON/10/2011)dengan melakukan penguatan
modal Kredit Usaha Rakyat. Program Kredit Usaha Rakyat ini membantu Usaha Mikro
Kecil Menengah baik secara kelompok ataupun individual untuk mengeluarkan
rakyat miskin dari kemiskinan sehingga bisa meningkatkan pendapatannya.
Seperti penelitian yang
pernah dilakukan oleh Taha (2012) berpendapat bahwa terdapat dampak positif
dari program kredit mikro terhadap peningkatan pendapatan, pengeluaran, dan
peningkatan profitabilitas bisnis penerima. Dacuycuy dan Lim (2014) dalam
penelitiannya berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di
Filipina adalah tingkat pendidikan kepala keluarga, jumlah anggota rumah
tangga, usia anggota rumah tangga, pekerjaan baru dengan upah lebih
tinggi/banyak, pengurangan pendapatan, bencana/kesehatan yang buruk, daerah
konflik, pedesaan, ada satu anggota keluarga dengan asuransi kesehatan.
Penelitian lain dilakukan
oleh Chimai (2011) menyajikan hasil penelitian yaitu efisiensi teknis dalam
produksi sorgum dipengaruhi oleh beberapa karakteristik yaitu anggota rumah
tangga dan pertanian, akses terhadap kredit, adanya tanggungan, skala produksi
tanaman pangan, nilai aset dan pendapatan dari kegiatan peternakan meningkatkan
efisiensi teknis. Di sisi lain, ukuran rumah tangga, penggunaan tenaga
rancangan hewan, ukuran peternakan dan lokasi di daerah hujan rendah mengurangi
efisiensi. Penelitian lain olehKaboski dan Townsend (2009) mengemukakan bahwa
pendapatan, konsumsi, dan investasi pada pertanian meningkat di antara penerima
kredit mikro, serta kenaikan upah keseluruhan di sebuah desa di Thailand. Selanjutnya
Fadzim, et., al. (2016) berpendapat bahwa faktor-faktor seperti rasio tenaga
kerja sesuai dengan ukuran lahan, pengalaman petani, pencatatan, pengetahuan
dasar tentang pertanian kakao dan status petani yang terlibat dalam budidaya
kakao merupakan penentu penting efisiensi di antara petani kakao ladang kecil
di Malaysia.
Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan oleh Kalirajan dan Shand (1985) menunjukan bahwa
pengalaman petani, pendidikan petani, dan akses kredit mikro berpengaruh
positif terhadap efisiensi teknis. Dalam permasalahan penelitian ini dijelaskan
bahwa pertanian merupakan sektor yang sulit mengakses kredit perbankan karena
dianggap beresiko oleh bank. Sehingga petani yang mampu mengakses kredit
perbankan terbukti mampu meningkatkan output
yang selanjutnya meningkatkan efisiensi teknis penanaman padi dibanding petani
lain yang tidak mendapat akses kredit perbankan.
Selanjutnya kredit mikro
kepada petani akan mempengaruhi status kemiskinan petani tersebut melalui
proses efisiensi produksi usaha pertanian yang dikelola. Sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chowdhury, et al (2002) di negara Bangladesh,
dimana pemerintahan telah menerapkan sebuah lembaga perbankan yang khusus
memberikan kredit mikro kepada orang miskin untuk memulai usahanya dan terbukti
bahwa kredit mikro berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan dalam
kurun waktu enam tahun. Selain kredit mikro juga terdapat variabel lain yang
signifikan mempengaruhi kemiskinan di Bangladesh yaitu pendidikan dan lokasi
usaha yang menunjukan pengaruh negatif segnifikan terhadap kemiskinan serta
jumlah anggota keluarga yang berpengaruh positif signifikan terhadap
kemiskinan.
Berdasarkan pada fenomena
yang ada bahwa produk hasil
pertanian merupakan produk yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi kinerja sektor pertanian terutama pada usaha
mikro rentan terhadap kemiskinan sehingga perlu
adanya campur tangan dari pemerintah dalam penguatan modal usaha melalui
Kredit Usaha Rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensi
usaha mikro sektor pertanian, untuk mengetahui faktor penentu tingkat
efisiensi, dan untuk mengetahui faktor penentu kemiskinan untuk mencapai
pengurangan kemiskinan. Metode yang digunakan pada penelitian ini ada 3 metode
yaitu, Data Envelopment Analysis, Regresi Tobit, dan Regresi Logistik.
METODOLOGI
PENELITIAN
Sampel
dan Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, penentuan
sampel dilakukan dengan Purposive Random
Sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan atas informasi yang
didahuluinya (previous knowledge)
tentang keadaan populasi, dan informasi ini tidak lagi diragukan (Sayuti,
1989). Untuk menentukan ukuran sampel penelitian dari populasi tersebut dapat
digunakan rumus Slovin oleh Sevilla et al.(1993) dalam Pratiwi(2010).
Pada peneitian ini
dilakukan pengambilan sampel sebanyak 100 usaha mikro dengan standar
pengeluaran Rp 321.761 per bulan per orang. Berdasarkan ruang lingkup studi,
sampel diambil dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Namun, tidak
semua kabupaten/kota di Jawa Timur tersebut dijadikan sampel yaitu hanya 7
kabupaten/kota. Adapun kriteria pemilihan 7 kabupaten/kota adalah berdasarkan
perwakilan 3 tingkatan wilayah Produk Domestik Regional Bruto tinggi, menengah,
dan rendah.Untuk mendapatkan data penelitian dilakukan survei langsung ke
lokasi dengan kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu yang dilaksanakan
pada bulan September 2016.
Model
Frontier DEA (Data Envelopment Analysis)
DEA pertama kali
dikembangkan oleh Farrel (1957) yang mengukur efisiensi teknis satu input dan
satu output menjadi multi input dan multi output dengan menggunakan nilai
efisiensi relative sebagai rasio input (single
virtual) dan output (single virtual
output). Terdapat dua model pendekatan berdasarkan hubungan antara input
dan output, yaitu model constant return
to scale (CRS) dan variable return to
scale (VRS). Model DEA yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
berorientasi output dengan asumsi Variable
Return to Scale (VRS) dan Constant
Return to Scale (CRS).
Model berorientasi output
ini dipilih karena usaha mikro sektor pertanian yang berada pada garis
kemiskinan bisa meningkatkan output dalam proses produksi sehingga bisa
meningkatkan produktivitas dan penghasilan. Penelitian ini menggunakan model
DEA berdasarkan O'Donnell et al. (2008)
Model
Regresi Tobit
Regresi tobit adalah salah
satu model regresi yang digunakan untuk data tersensor. Pada skor efisiensi
teknis berdasarkan DEA umumnya berkisar antara 0 dan 1 yang lebih besar dari 0
tetapi kurang dari satu, atau bahkan sama dengan 1 (nilai maksimum skor
efisiensi teknis sama dengan satu) dan tidak ada yang bernilai 0. Maka seleksi
pengamatan di sisi kiri dan kanan dilakukan berdasarkan nilai minimum dan
maksimum.
Model
Regresi Logistik
Model regresi logistik
digunakan karena merupakan model non
linier yang menghasilkan persamaan dimana variabel dependen bersifat kategoris (Hosmer & Lemeshow, 2000).
Dalam penelitian ini menggunakan regresi
logistik biner dimana hanya ada dua variabel dependen (y) yaitu y = 1 tidak
miskin dan y = 0 miskin. Penelitian ini menggunakan dua kemungkinan variabel
dependen (y) yaitu kejadian atau tidak terjadinya kejadian, sehingga model yang
digunakan adalah regresi logistik biner. Dua kategori variabel dependen yang
mungkin ditunjukkan oleh angka 0 dan 1, sehingga mewakili kategori spesifik
yang dihasilkan dari probabilitas terjadinya kategori tersebut.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Efisiensi
Teknis
Nilai efisiensi VRS ini
menunjukkan bahwa kinerja rata-rata yang dapat dicapai oleh pelaku usaha dengan
teknologi yang tersedia di sektor pertanian adalah 86% dari potensi hasil
maksimal sektor ini. Dengan kata lain, nilai efisiensi teknis menunjukkan bahwa
kesenjangan rata-rata antara kinerja usaha mikroterbaik dan usaha mikro lainnya
sekitar 14%. Situasi tersebut mengindikasikan bahwa pencapaian pendapatanusaha
mikro sektor pertanian masih dapat meningkat sekitar 14% untuk mencapai potensi
hasil maksimal. Rata-rata efisiensi teknis berdasarkan estimasi model CRS DEA
menunjukkan bahwa seharusnya hanya menghasilkan sekitar 73% dari output
potensial jika menggunakan CRS. Berdasarkan nilai efisiensi CRS, kinerja sektor
pertanian di Jawa Timur masih dapat meningkat sekitar 27% untuk mencapai output
maksimal dengan menggunakan teknologi Constant
Return to Scale.
Distribusi efisiensi
teknis ditunjukkan oleh Gambar 1 hasil estimasi DEA-VRS menunjukkan bahwa usaha
mikro yang efisien 100% (TE = 1) dicapai oleh 62 pelaku usaha atau 62% dari
total jumlah pelaku usaha di sektor pertanian. Hasil estimasi DEA-CRS
menunjukkan bahwa usaha mikro sektor pertanian 100% efisien dicapai oleh hanya
28 pelaku usaha atau 28% dari total usaha mikro di sektor pertanian.
Gambar 1. Distribusi
Efisiensi Teknis Usaha Mikro pada Sektor Pertanian
Tingkat efisiensi teknis
usaha mikro di sektor pertanian dalam penelitian ini masih dapat ditingkatkan
potensi hasil panennya secara maksimal. Langkah yang dapat diambil untuk
meningkatkan tingkat efisiensi teknis usaha mikro sektor pertanian adalah
dengan meningkatkan output yang dihasilkan dan juga dapat mengurangi biaya
input yang menjadi sumber inefisiensi usaha mikro. Dalam konteks ini, estimasi
model DEA-VRS memberikan target input berdasarkan teknologi yang digunakan
tersebut.
Faktor
Penentu Efisiensi
Secara individu, 8 dari 11
variabel independen menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
efisiensi teknis pada tingkat signifikansi berbeda antara 0,01, 0,05 dan 0,1.
Masing-masing dari lima variabel secara individu menunjukkan dampak positif
pada tingkat efisiensi teknis yaitu profit, aset, jumlah kredit, akses KUR, dan
tempo realisasi kredit, sedangkan tiga variabel lainnya yaitu usia, tenaga
kerja dan lokasi usaha menunjukkan dampak negatif terhadap tingkat efisiensi
teknis. Namun, ada tiga variabel yang mengindikasikan pengaruh tidak signifikan
terhadap efisiensi teknis usaha mikro sektor pertanian yaitu, pendidikan,
pengalaman, dan jenis kelamin berdasarkan nilai probabilitas melebihi tingkat
signifikansi 0,1. Uji asumsi normalitas menunjukkan bahwa nilai probabilitas
statistik Jarque-Bera (0,014) lebih dari α (0,01), sehingga hasil pengujian
tidak dapat menolak hipotesis nol. Ini membuktikan bahwa istilah ui error
memiliki distribusi normal.
Semakin meningkat
pendapatan bersih petani maka semakin tinggi probabilitas terhadap peningkatan
efisiensi teknis petani. Hal ini dikarenakan perusahaan yang memiliki
profitabilitas tinggi cenderung menggunakan utang yang relatif kecil, karena
laba yang tinggi sudah memadai untuk membiayai sebagian besar pendanaan atau
modal kerja. Oleh itu, semakin tinggi modal kerja yang bersumber dari
pendapatan bersih maka semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam meningkatkan efisiensi
kinerja usaha.
Umur petani berpengruh
negative terhadap efisiensi teknis, dimana pekerja yang bekerja diusia
produktif akan mampu bekerja lebih baik. Produktivitas yang optimal akan
tercapai dengan menghasilkan output yang nilainya lebih tinggi daripada nilai
input yang dikorbankan untuk menghasilkan output. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2016) yang mengemukakan bahwa
umur petani berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis tetapi tidak berlaku
untuk kelipatanya.
Semakin besar jumlah asset
yang dimiliki petani maka semakin tinggi probabilitas peningkatan teknikal
efisiensi. Selaras dengan hasil kajian Chimai (2011), menunjukkan bahwa
bertambahnya jumlah asset yang dimiliki petani sorghum di Zambia juga akan
memperbaiki hasil pengeluaran sorgum, sehingga ia juga akan memperbaiki
kecekapan teknikal petani sorgum di Zambia. Semakin banyak jumlah tenaga kerja/
buruh tani maka berpotensi menurunkan teknikal efisiensi. Hal ini dapat
dijelaskan dengan prinsip The Law Of Diminishing Return, dimana penambahan
salah satu input dalam hal ini tenaga kerja tanpa diiringi penambahan input
lain yaitu luas lahan, maka penambahan pendapatan akan berkurang dan akan
mengurangi pendapatan sehingga dapat menurunkan efisiensi teknis.
Lokasi pertanian yang
berada di area pedesaan berpeluang meningkatkan efisiensi teknis dibanding
petani yang dekat dengan area perkotaan. Hal ini dikarenakan biaya buruh di
pedesaan relatif rendah, serta akses air dan suhu udara memadai, selain itu
petani di desa memiliki lahan tanam cukup luas dibanding petani di dekat area
perkotaan. Selanjutnya adalah akses petani terhadap KUR dan jumlah kredit juga
positif mempengaruhi efisiensi teknis pertanian, untuk memenuhi keperluan modal
kerja, karena agar perputaran modal usaha dapat ditingkatkan, petani harus
mencari dana dari luar guna menutup keperluan modal kerja. Apabila modal kerja
meningkat maka output juga akan meningkat dan selanjutnya meningkatkan
efisiensi teknis petani. Penelitian ini sejalan dengan kajian yang dihasilkan
Chimai (2011) bahwa kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap
efisiensi teknis.
Semakin cepat realisasi
pencairan kredit petani maka efisiensi teknis petani semakin meningkat. Tempo
realisasi merupakan bentuk pelayanan perbankan terhadap kreditur/ petani.
Membiarkan calon nasabah kreditur menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas
menyebabkan hilangnya waktu untuk melakukan produksi usaha yang mengandalkan
modal kerja eksternal dari kredit perbankan sedangkan biaya variabel produksi
terus dikeluarkan seperti biaya listrik, tenaga kerja, dan sewa lahan. Dengan
adanya pemborosan ini maka efisiensi teknis petani akan menurun.