Mampukah Fiskal Indonesia Mengurangi Ketimpangan Pendapatan? (Bagian 3, habis)
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya: Mampukah Fiskal Indonesia Mengurangi Ketimpangan Pendapatan? (Bagian 1) dan Mampukah Fiskal Indonesia Mengurangi Ketimpangan Pendapatan? (Bagian 2)
![]() |
Suasana Rapat Pleno ISEI XIX, Bandarlampung, Kamis (19/10/2017) |
Pembahasan
Koefisienn
GDP menunjukkan tanda positif terhadap ketimpangan pendapatan. (lihat tabel 5).
Artinya, kenaikan GDP akan mengakibat kenaikan ketimpangan pendapat. Penelitian
lain yang menemukan koefisien positif antara GDP dan ketimpangan pendapatan
pernah dilakukan oleh (Samantha, & Cerf, 2009). Perbedaannya terlatak pada
variabel independennya yaitu GDP sedangkan salah satu variabel dependennya
adalah ketimpangan pendapatan. Dampak kesenjangan pendapatan adalah positif dan
signifikan terhadap log GDP, artinya
semakin tinggi ketimpangan pendapatan maka semaki tinggi pertumbuhan
ekonominya. Kemudian, hubungan antara kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan
ekonomi dapat ditunjukkan oleh beberapa saluran, salah satunya adalahCapital Market Imperfection (Farriera,
1999 dalam Joko Waluyo). Didalam saluran Capital
Market Imperfection dinyatakan bahwa masyarakat berpendapatan rendah
memiliki peluang pemanfaatan sumber daya ekonomi potensial dan produktif yang
lebih kecil jika dibandingkan dengan masyarakat berpendapatan tinggi. Salah
satu penyebab rendahnya peluang pemanfaatan sumber daya ekonomi dikalangan
masyarakat berpendapatan rendah adalah rendahnya akses pendidikan masyarakat
indonesia.
Dari
hasil estimasi didapatkan hubungan antara pengeluaran pemerintah untuk
pendidikan dengan index gini memiliki korelasi negatif dan tidak signifikan
(lihat tabel 5). Korelasi yang negatif anatara pengeluaran dana pendidikan
dengan index gini menginterpretasikan semakin tinggi dana pendidikan semakin
rendah index gini. Pemerintah Indonesia telah menganggarkan dana untuk
pendidikan sebesar 20% dari APBN, dengan harapan semakin mempermudah akses masyarakat
Indonesia dalam bidang pendidikan. Dengan semakin mudahnya akses pendidikan
masyarakat Indonesia diasumsikan dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia. Dengan adanya peningkatan IPM, dampak jangka panjang yang
diharapkan adalah semakin terbukanya akses ekonomi bagi masyarakat
berpendapatan rendah sehingga akan menurunkan index gini Indonesia. Namun
sayangnya, besarnya alokasi dana pendidikan belum terserap dengan baik. Menurut
Prof.Soedijarto, salah seorang arsitek amandemen UUD 1945 menyatakan bahwa
secara total gaji guru menyerap 80% dari total anggaran pendidikan, alokasi
seperti ini menyimpang dari UUD karena gaji guru sebenarnya tidak masuk dalam
anggaran pendidikan, akibatnya mutu pendidikan terabaikan. Guru besar ilmu
pendidikan Universitas Negeri Jakarta juga menyatakan meskipun anggaran
pendidikan meningkat dan tercatat yang terbesar dibandingkan dengan pos
lainnya, jumlah tersebut jauh dari kebutuhan. Prof.Soedijarto memperkirakan
anggaran pendidikan ideal sekitar 36% dari APBN.
Hasil
estimasi berikutnya didapatkan hubungan antara pajak penghasilan dengan index gini memiliki korelasi yang
negatif dan signifikan (lihat tabel 5). Korelasi negatif antara pajak
penghasilan dengan index gini menginterpretasikan kenaikan pajak penghasilan
akan menurunkan index gini. (Devas, 1989) mengemukakan enam tolak ukur untuk
menilai pemungutan pajak oleh pemerintah pusat maupun daerah. Keenam tolak ukur
tersebut salah satunya yaitu equity
atau aspek keadilan. Aspek keadilan perlu terkandung dalam pemungutan pajak,
sebab salah satu tanggung jawab pemerintah adalah menjaga agar distribusi
pendapatan kelompok masyarakat tidak terlalu timpang. Untuk itu Indonesia
menganut sistem pajak progresif. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan
subjek pajak, tarif yang dikenakan juga akan semakin tinggi.Salah satu tujuan
diberlakukannya tarif pajak progresif yaitu untuk menciptakan keadilan dan mengurangi
kesenjangan pendapatan antara masyarakat berpendapatan rendah dengan
masyararakat berpandapatan tinggi. Sehingga dalam jangka panjng akan menurunkan
indeks gini Indonesia. Hal ini didukung oleh penelitan yang dilakukan oleh (Nasarudin,
2002) mengenai koefisien gini sebelum dan sesudah terkena pajak di Kabupaten Magelang
dan Kota Magelang pada tahun 2002.
Dana
transfer ke daerah adalah dana yang dialokasikan untuk mengurangi sumber
pendanaan antara pusat dan daerah. Dalam penelitian ini sendiri, hubungan
antara dana transfer ke daerah dengan ketimpangan pendapatan menujukkan tanda
koefisien negatif. Ini berarti bahwa semakin tinggi dana transfer daerah yang
dialokasikan maka akan semakin mengurangi ketimpangan pendapatan. Meskipun
demikian, secara statistik menunjukkan probabilitas yang tidak signifikan
(lihat tabel 5). Dengan demikian, menurut hasil analisis data menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara dana transfer ke daerah dengan ketimpangan
pendapatan. Tentu saja berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada di
lapangan. Dalam hal ini, penulis menduga bahwa dana transfer daerah belum
sepenuhnya digunakan secara maksimal oleh para pemerintah daerah. Karena ini
berkaitan dengan sumber daya manusia yang ada di daerah-daerah. Berapapun
banyak dana transfer yang dikucurkan sekarang tetapi SDM yang ada belum siap
untuk mengelola dan memaksimalkannya maka hanya akan membuat dana yang ada akan
mengendap atau mungkin saja bisa habis terpakai tetapi tidak untuk melakukan kegiatan
ekonomi yang produktif. Tidak sedikit pula dana transfer ke daerah atau yang
saat ini sedang booming salah satu
komponennya yaitu dana desa yang dikorupsi oleh para petinggi daerah. Untuk
itu, penulis mengakui masih perlu meneliti lebih lanjut terkait hubungan
transfer ke daerah dengan ketimpangan pendapatan.
Variabel
gaji PNS menunjukkan hubungan yang yang positif terhadap ketimpangan
pendapatan. Secara statistik juga menunjukkan probabilitas yang signifikan
(lihat tabel 5). Hal ini bisa dipahami karena semakin tinggi gaji PNS artinya
semakin besar anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk menggaji para PNS dan
sebagai konsekuensinya dalam postur anggaran harus dilakukan penyesuaian
termasuk kemungkinan untuk memotong anggaran yang kemungkinan akan mampu
memberikan dampak dalam mengurangi angka ketimpangan pendapatan. Selain itu,
dengan semakin tingginya gaji PNS tentu berimplikasi terhadap meingkatnya angka
ketimpangan karena tidak dibarengi dengan naiknya pendapatan masyarakat yang
tidak bekerja di sektor pemerintah. Dalam penelitian (Wicaksono, Amir,
&Nugroho, 2017)menggunkana data IFLS menjukkan hal yang sama. Porsi
variabel penerima gaji bulanan meningkatkan kontribusi ketimpangan pendapatan.
Peningkatan kontribusi para penerima gaji bulanan terhadap ketimpangan
disinyalir karena ketidakmerataan akses pendidikan. Mereka yang kurang terdidik
cenderung bekerja di sektor informal dan menerima upah lepas yang rendah
sedangkan mereka yang berpendidikan akan bekerja di sektor formal dan
memperoleh gaji yang tinggi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kebijakan
fiskal yang mengarah pada berkurangnya ketimpangan pendapatan harus menjadi
pilihan pemerintah. Salah satu yang mampu mewujudkan itu adalah dengan
diberlakukannya pajak yang adil. Berdasarkan hasil empiris pada penelitian ini,
proksi GDP, pajak penghasilan, dan gaji pegawai menunjukkan hubungan yang
signifikan. Dari ketiga proksi tersebut, pajak penghasilan dan gaji pegawai
dipandang sebagai instrumen yang ideal dalam menurunkan ketimpangan pendapatan.
Gaji pegawai yang tinggi disimpulkan sebagai salah satu kontributor dalam
meningkatnya ketimpangan pendapatan, hal ini bisa dikompensasi dengan
menerapkan pajak progresif kepada mereka yang mendapatkan gaji yang tinggi
untuk menekan angka ketimpangan. Hal ini sesuai dengan asas keadilan supaya
uang yang berputar lebih merata dan tidak hanya beredar dan dimiliki para orang-orang
berpenghasilan tinggi. Melalui penerapan pajak progresif yang tinggi, uang yang
terkumpul bisa dialokasikan untuk hal-hal yang lebih memberikan efek multiplier
dalam menggerakan perekonomian sehingga akan lebih banyak menciptakan sektor
lapangan kerja formal yang pada akhirnya akan menyerap tenaga kerja lebih
banyak dan mengurangi ketimpangan melalui upah yang lebih layak.
Referensi
__________. (2014). Fiscal Policy and Income Inequality.
International Monetary Fund
Policy Paper. January 23, 2014.
Policy Paper. January 23, 2014.
BBC Indonesia. Realisasi Anggaran Pendidikan.
http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2011/01/110127_pendidikananggaran.shtml
http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2011/01/110127_pendidikananggaran.shtml
Boediono. (2016). Ekonomi Indonesia Dalam Lintasan
Sejarah. Bandung. PT Mizan Pustaka.
Clifton J.,
DÃaz-Fuentes D., and Revuelta J. (2017). Fiscal Policy
and Inequality in Latin America, 1960–2012. In: Bértola L., Williamson J. (eds)
Has Latin American Inequality Changed Direction?.https://doi.org/10.1007/978-3-319-44621-9_16
Crudu, Rodica. (2015). The Influence of Fiscal Policy on
Income Inequality in European Union’s Member States. Journal of Business System
and Economics. Vol. 5. Page. 46 – 60.
Gujarati, Damodar N., and Dawn C., Porter. (2009). Basic
Econometrics (5th ed). Mc-Graw Hill/Irwin Companies.
Habanik, J., P. Hostak., and J, Kutik. (2013). Economic and
Social Disparity Development within Regional Development of The Slovak Republic.
Journal of Economics and Management. 18 (3). Page. 457 – 465.
Joko Waluyo. (2004). Hubungan Antara Tingkat Kesenjangan
Pendapatan dengan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Lintas Negara. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Vol.9. No.1. file:///J:/Olah%20data/621-616-1
PB.pdf
Kementerian Keuangan RI. Pajak Penghasilan. https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Buku%20PPh%20Upload.pdf
Leigh, A., and P. van der Eng. (2009). Inequality in
Indonesia: What can we learn from top incomes?. Journal of Public Economics.
Vol. 93. Page. 209 – 212.
Nasrudin, Indo Yama.(2016). Efek Pajak Terhadap Distribusi
Pendapatan.Jurnal Etikonomi. Vol. 5. No. 1.
Nkoro, Emeka., and Kelvin Uko, (2016). Autoregressive Distributed
Lag, Cointegration Technique: Application and Interpretation. Journal of
Statistical and Econometrics Method. Vol. 5. No. 4. Page. 63 – 91.
Pesaran, M.H, Shin, Y., and Smith, R.J. (2001). Bounds Testing
Approaches to The Analysis of Level Relationship. Journal of Applied Econometrics.
Vol 6. No 3. Page. 289 – 326.
Ravallion, M. (2014). Income Inequality
in The Developing World. Science. 344. 832 – 842.DOI:10.1126/science.1251875
Ristanatalia BR Sinaga. (2012). Pengaruh Pajak Terhadap
Pemerataan Pendapatan Masyarakat Kabupaten
Karo. Tesis FE-UI.
Samanta, Subarna K., and J, Georg Cerf. (2009). Income
Distribution and The Effectiveness of Fiscal Policy: Evidance from some
Transitional Economies. Journal of Economics and Business. Vol. 7. No. 1. Page.
29 –42.
Skoufias, Emmanuel., and Sergio Olivieri. (2013). Sources of
Spatial Welfare Disparities in Indonesia: Household Endowments or Returns?.
Journal of Asian Economics. Vol. 29. Page. 62 -79.
Syawie, M. (2013).
Ketimpangan Pendapatan dan Penurunan Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia.
puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/aea4a2298e91ee2c4b14ee009d511a31.pdf
puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/aea4a2298e91ee2c4b14ee009d511a31.pdf
Wicaksono, Eko., Hidayat Amir., dan Anda
Nugroho. (2017) The Sources of Income Inequality in Indonesia: A
Regression-Based Inequality Decompostion. ADBI Working Paper Series. No. 667.
February.
www.bi.go.id/id/statistik/metadata/seki
Curriculum Vitae
Achmad Rifa’i (Author 1): Alumni Pendidikan Ekonomi Universitas Lampung
2011. Sejak sarjana sampai dengan saat ini kuliah di Program Magister Sains
Ilmu Ekonomi FEB UGM dibiayai oleh beasiswa. S1-Bidik Misi dan S2-LPDP Kemenkeu
RI. Lahir di Yogyakarta, 19 Oktober 1993. Saat ini mengambil minat pada Ekonomi
Publik. achmadrifai186@gmail.com
Nurvita Retnama Dewi(Author 2): Mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi Studi
Pembanguna FEB Undip. Lahir di Batanghari, Lampung, 14 Maret 1997. Minat yang
sedang ditekuni adalah Ekonomi Sumderdaya Lingkungan. nurvitaretnama@gmail.com
Disampaikan
Pada Parallel Session (Call For Pappers)
Seminar Nasional dan Sidang Pleno ISEI XIX, di Bandarlampung, Kamis, 19 Oktober
2017.