ISEI Gelar Seminar Nasional dan Sidang Pleno ISEI XIX, Ini Latar Belakangnya
Perekonomian Indonesia
telah mencapai kemajuan yang luar biasa dalam 15 tahun terakhir. Tingkat
kemiskinan telah berhasil dipangkas hingga separuh, dari 24% pada tahun 1999
menjadi 11.3% pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu bertahan
pada angka rata-rata 6% per tahun hingga tahun 2015. Disamping itu, Indonesia
juga bisa masuk menjadi anggota G-20 sebagai satu-satunya wakil dari Asia
Tenggara. Namun perjuangan menurunkan tingkat kemiskinan, pengangguran, dan
kesenjangan ekonomi belum berakhir. Bahkan, pasca 2014 tingkat kemiskinan
mengalami stagnasi, namun kesenjangan sosial ekonomi mengalami peningkatan yang
cukup signifikan.
![]() |
Press Conference Seminar Nasional dan Sidang Pleno ISEI XIX, Jakarta, Senin (0910/2017) |
Kesenjangan sosial ekonomi
merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Keterkaitan antara kesenjangan
dengan pembangunan ekonomi belum sepenuhnya difahami. Masalah kesenjangan (inequality) secara umum dapat
menggambarkan: (1) bagaimana persebaran tingkat pendapatan (kekayaan) antar
individu di dalam populasi, dan (2) persebaran tingkat pendapatan (kekayaan)
antar daerah di dalam suatu negara. Dalam konteks kesenjangan yang pertama,
laporan Bank Dunia terbaru “Indonesia’s
Rising Divide” (2016) mengungkapkan bahwa masalah kesenjangan ekonomi di
Indonesia mengalami peningkatan secara signifikan, karena hanya 20% dari
penduduk kaya Indonesia yang mampu menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi
pada satu dekade terakhir, sementara 80% lainnya – sekitar 205 juta penduduk –
tidak mendapatkan manfaat dari pembangunan tersebut.
Laporan Bank Dunia
tersebut juga mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi masalah konsentrasi
kesejahteraan tertinggi (high wealth
concentration) di dunia, dimana 10% masyarakat Indonesia terkaya menguasai
77% kekayaan negara. Lebih buruk lagi, konsentrasi kekayaan ini meningkat lebih
cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Bahkan, pendapatan dari kekayaan
ini terkadang dikenai tingkat pajak yang lebih rendah dibandingkan dengan
pendapatan pekerja, namun dengan tingkat kepatuhan pajak yang lebih rendah.
Artinya, Indonesia akan menghadapi masalah kesenjangan sosial ekonomi yang
semakin parah pada masa datang. Kesenjangan yang terus meningkat di masyarakat
ini berpotensi merusak kohesi sosial, stabilitas politik dan ekonomi dalam
jangka panjang, serta mengancam pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Semakin memburuknya
masalah kesenjangan sosial ekonomi ini ditunjukkan oleh nilai koefisien Gini
Indonesia yang meningkat dari 0.30 pada tahun 2000 menjadi 0.41 pada tahun 2015.
Survey Bank Dunia terhadap sebagian masyarakat Indonesia mengungkapkan bahwa
distribusi pendapatan ini bersifat “very
unequal” atau “not equal at all”.
Kesenjangan pendapatan di Indonesia saat ini lebih buruk dari beberapa negara
ASEAN lainnya, seperti Thailand, Vietnam, Cambodia dan Laos, namun sedikit
lebih baik dibandingkan dengan Filipina dan China.
World
Bank
telah mengidentifikasi keberadaan empat faktor penyebab meningkatnya
kesenjangan ekonomi tersebut, yaitu: inequality
of opportunity (ketidaksamaan kesempatan), unequal jobs (ketidaksamaan dalam pekerjaan), high wealth concentration (terkonsentrasinya aset pada kelompok
kaya), serta low resiliency
(rendahnya resiliensi).
Dalam menghadapi masalah
semakin meningkatnya kesenjangan sosial ekonomi antar individu di dalam
masyarakat ini, Indonesia perlu untuk mengembangkan berbagai kebijakan yang
dapat berdampak langsung kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat luas,
seperti: pengembangan layanan yang memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh
masyarakat (dalam aspek pendidikan dan kesehatan); pengembangan program-program
pelatihan dan keterampilan bagi angkatan kerja; serta mengembangkan kebijakan
belanja pemerintah (government spending)
untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta
bantuan-bantuan sosial ekonomi lainnya bagi rumahtangga yang mampu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kesenjangan ekonomi antar
daerah (wilayah) juga merupakan masalah klasik di Indonesia. Pada masa Orde
Baru, strategi kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia diarahkan untuk
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pemerintah cenderung
mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi di Pulau Jawa dan kurang memperhatikan
aspek pemerataan hasil-hasil pembangunan antar daerah. Akibatnya, kebijakan
pembangunan yang dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi justru
memperburuk kondisi kesenjangan ekonomi antar daerah di Indonesia. Kesenjangan
antar daerah di Indonesia meningkat karena beberapa faktor, diantaranya: (1)
terkonsentrasinya industri manufaktur di kota-kota besar di Pulau Jawa; (2)
kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan
Timur Indonesia (KTI); (3) kesenjangan antara daerah perkotaan dan perdesaan;
(4) kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah; serta (5)
terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan. Data
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas tahun 2015 menunjukkan
bahwa persebaran daerah tertinggal lebih banyak di Kawasan Timur Indonesia, yakni
103 kabupaten (84,43%), sementara di Kawasan Barat Indonesia mencapai 19
kabupaten (15,57%). Ketertinggalan antar daerah ini harus segera diakhiri
dengan mewujudkan pembangunan pada semua aspek kehidupan secara merata, adil,
dan mensejahterahkan rakyat secara menyeluruh. Dalam rangka mendorong
pembangunan daerah tertinggal, Pemerintah harus memberikan jaminan
kesejahteraan, keamanan, ketertiban, dan kemudahan akses bagi sumber daya
manusia pelaku pembangunan di daerah tertinggal.
Mengingat kesenjangan
antar individu maupun kesenjangan antar daerah merupakan permasalahan yang
sangat kompleks dan pelik di Indonesia, maka Tema Seminar Nasional dan Sidang Pleno Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
(ISEI) XIX tahun 2017 adalah “Terobosan untuk Mengatasi Kesenjangan Sosial-Ekonomi”. Seminar Nasional dan Sidang
Pleno akan dilaksanakan di Bandar Lampung, Provinsi Lampung.(Berikut, Jadwal Seminar Nasional dan Sidang Pleno XIX ISEI di Swiss-Bel Hotel, Bandar Lampung)
Sumber: Proposal Sidang Pleno ISEI XIX Lampung