Faktor Penentu Kemiskinan Usaha Mikro Sektor Kemiskinan
Tulisan ini kelanjutan dari Peranan Kredit Usaha Rakyat Untuk Mengurangi Kemiskinan:
Faktor Penentu Kemiskinan Usaha Mikro Sektor Kemiskinan
Secara terpisah, 5 dari 9
variabel independen menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap status
kemiskinan pada tingkat signifikansi berbeda antara 0,01, 0,05 dan 0,1.
Masing-masing dari empat variabel yang berbeda menunjukkan dampak positif pada
status kemiskinan yaitu teknikal efisiensi, pendapatan, jenis kelamin, dan
akses KUR, sementara satu variabel anggota rumah tangga menunjukkan dampak
negatif pada status kemiskinan. Namun, ada empat variabel yang tidak
berpengaruh signifikan terhadap status kemiskinan yaitu, pendidikan, luas rumah,lokasi
usaha dan pengeluarandibuktikan dengan nilai probabilitas di atas tingkat
signifikansi 0,1.
Rumah tangga dengan jumlah
anak yang lebih banyak cenderung menjadi miskin karena untuk suatu tingkat
pendapatan tertentu harus dipakai untuk menghidupi lebih banyak anggota rumah
tangga (TNP2K, 2010). Sedangkan pendapatan kepala keluarga yang semakin tinggi
juga akan menurunkan kemungkinan untuk menjadi miskin. Secara makro, kemiskinan
muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki
sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas nya rendah (Kuncoro 2000). Hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dacucuy dan Lim (2014),
Indunil De Silva (2008) yang menunjukan bahwa jumlah anggota keluarga
berpengaruh negative terhadap pengurangan kemiskinan sedangkan pendapatan
berpengaruh positif terhadap pengurangan kemiskinan.
Keluarga dengan kepala
keluarga laki-laki mempunyai kemungkinan lebih tinggi menjadi tidak miskin
daripada kepala keluargaperempuan.Kepala keluarga perempuan cenderung memiliki
tingkat pendapatan yang rendah sehingga dapat meningkatkan ketimpangan
pendapatan, dan ketimpangan pendapatan ini akan meningkatkan tingkat kemiskinan
(Wilson, 1987). Petani yang dapat mengakses kredit KUR memiliki kemungkinan
untuk menjadi tidaka miskin lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak dapat
mengakses kredit KUR. Penelitian yang dilakukan oleh Chowdhury (2002)
menyatakan bahwa efektivitas kredit mikro sebagai alat pengentasan kemiskinan
tidak terbentuk pada jangka pendek, dimana kredit mikro secara permanen dapat
mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang. Tujuan dari kredit dalam hal ini
adalah untuk menciptakan peningkatan pendapatan yang berkelanjutan. Chowdhury
membuktikan bahwa efek dari kredit mikro sangat kuat pada pengurangan
kemiskinan selama sekitar enam tahun.
KUR adalah kredit modal
kerja dengan bunga murah yang diberikan pemerintah untuk tujuan pengentasan
kemiskinan melalui proses usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan
dalam jangka panjang dapat mengurangi kemiskinan. Keberhasilan pengelolaan
modal kerja ditunjukan dengan tingkat produktivitas yang meningkat selanjutnya
meningkatkan tingkat efisiensi teknis sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan. Oleh karena itu petani dengan efisiensi teknis mendekati nilai 1
maka kemungkinan untuk menjadi tidak miskin akan meningkat dibanding petani
dengan efisiensi teknis mendekati nilai 0. Petani penerima KUR telah berhasil
keluar dari kemiskinan dalam kurun waktu empat tahun sejak menerima KUR tahun
2012 sebesar 85%. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan karakter dari
petani yang keluar dari kemiskinan dengan yang tetap miskin. Karakter tersebut
berupa pendidikan, jumlah asset, jenis kelamin, pengalaman, dan jumlah kredit
yang diterima.
Gambar 2. Diagram Proporsi
Petani Penerima KUR yang Keluar dari Kemiskinan
SIMPULAN
DAN SARAN
Estimasi yang diperoleh
dari DEA menunjukkan bahwa efisiensi teknis sektor pertanian usaha
mikropenerima KUR di Jawa Timur masih dapat ditingkatkan. Sejalan dengan ini,
pendapatan riil dari pelaku usaha masih cenderung meningkat untuk mencapai
potensi maksimal. Distribusi efisiensi teknis menunjukkan bahwa efisiensi
teknis sektor pertanian usaha mikro di Jawa Timur memungkinkan untuk mendekati
frontier (potensi maksimal).Kemudian hasil analisis regresi tobit didapatkan faktor-faktor
yang mempengaruhi efisiensi usaha mikro sektor pertanian yaitu pendapatan,
asset, jumlah kredit, akses KUR, dan tempo realisasi kredit, usia, tenaga kerja
dan lokasi usaha. Pada analisis regresi logistik disimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi status kemiskinan yaitu efisiensi teknis, pendapatan, jenis
kelamin, akses KUR, dan anggota rumah tangga.
Usaha mikrosektor
pertanian yang memiliki efisiensi teknis semakin mendekati 1 atau petani yang
berproduksi dengan peningkatan output dan input yang proporsional berpeluang
meningkatkan pendapatanya sehingga pada akhirnya petani dapat memperoleh
kesejahteraan yang lebih baik dan keluar dari kemiskinan. Untuk dapat
meningkatkan efisiensi perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
efisiensi, yang mana faktor ini berupa faktor individual yaitu usia, dan faktor
usaha seperti pendapatan bersih, asset, tenaga kerja, lokasi usaha, jumlah
kredit, akses KUR, dan tempo realisasikredit. Faktor-faktor ini dapat
dimaksimalkan supaya tercapai efisiensi produksi untuk dapat keluar dari
kemiskinan. Bagaimana pun terdapat faktor lain di luar analisis yang juga
berpengaruh terhadap efisiensi dan status kemiskinan.
Bagi pemerintah Provinsi
Jawa Timur, perlu mempertimbangkan untuk dapat lebih memperluas dan
meningkatkan plafon akses KUR terhadap petani yang masih sulit mengakses KUR
karena kesulitan prosedur dan persyaratan yang sulit dipenuhi. Bagi pemerintah
dan akademisi perlu memberikan bentuk program pembekalan atau pelatihan serta
monitoring dan evaluasi pengelolaan usaha modal kerja (Business Plan) bagi petani agar petani dapat mengelola program KUR
yang diterima menjadi efisien. Pemerintah Provinsi Jawa Timur dapat melanjutkan
keberhasilan program KUR dengan menjalankan kembali kredit Bank Tani yaitu
kredit kusus untuk petani dengan bunga 6% terutama pada saat musim tanam.
Pemerintah perlu
memberikan subsidi input produksi bahkan dengan cuma-cuma bagi petani guna
menurunkan beban kewajiban petani terhadap kedit yang diterima. Selain itu
pemerintah dan akademisi perlu menggerakan kembali Gabungan Kelompok Tani untuk
lebih produktif meningkatkan ilmu pertanian dan diversifikasi produk tani serta
saling bekerjasama mengelola usaha pertanian. Pemerintah dan kademisi perlu
menggerakan petani untuk beralih pada sektor manufaktur produk primer pertanian
dalam bentuk pelatihan dan workshop
guna meningkatkan pendapatan petani saat menunggu musim panen dan tanam.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, diakses di https://bps.go.id/.
Bank Dunia. (2015). Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa
Timur. Jakarta: Bank Dunia Jakarta.
Bank Indonesia, diakses di http://bi.go.id/
Chimai, B. C. (2011). Determinants of Technical Efficiency in Smallholder Sorghum Farming in
Zambia (Doctoral dissertation, The Ohio State University).
Chowdhury, M. Jahangir Alam, Dipak Ghosh, and Robert E.
Wright. (2005). Kesan Kredit Mikro Pada Kemiskinan: Bukti daripada Bangladesh. Progress in Development studies 5(4).
298-309.
Dacuycuy, Connie Bayudan, & Anthony Lim. (2014). Chronic and Transient Poverty and
Vulnerability to Poverty in the Philippines: Evidence Using a Simple Spells
Approach. Social Indicators Research. 118. 389-413.
De Silva, Indunil. 2008. Micro-level Determinants Of Poverty Reduction In Sri Lanka: A
Multivariate Approach. International Journal of Social Economics, 35(3),
140-158.
Fadzim, W. R., Aziz, M. I. A., Mat, S. H. C., &
Maamor, S. (2016). Estimating the
Technical Efficiency of Smallholder Cocoa Farmers in Malaysia. International
Journal of Economics and Financial Issues, 6(7S).
Farrell, M.J. 1957. The
Measurement of Productive Efficiency. Journal of the Royal Statistical Society.
Series A (General) 120(3): 253-290.
Haryanto, Tri. 2016. Kajian Kecekapan Teknikal
Penanaman Padi di Indonesia. Universitas Kebangsaan Malaysia.
Hosmer, David W., dan Stanley Lemeshow. 2000. Applied Logistic Regression Second Edition.
Canada: John Wiley & Sons, Inc.
J.H. Veit-Wilson (1987). Consensual Approaches to Poverty Lines and Social Security. Journal
of Social Policy, 16, 183-211
Kaboski, Joseph P., & Robert M. Townsend. 2000. Policies and Impact: An Analysis of
Village-Level Microfinance Institutions. Journal of the European Economic
Association. 3(1). 1-50.
Kalirajan, K & Shand, R.T. 1985. Types of Education and Agricultural
Productivity: a Quantitative Analysis of Tamil Nadu Rice Farming. The
Journal of Development Studies 21 (2): 232-243.
Kuncoro, Mudrajat. 2000. Usaha Kecil di Indonesia:
Profil, Masalah dan Strategi Pemberdayaan. Sumber, 7, 6-8.
O’Donnell, C. J., Rao, D. P., & Battese, G. E.
(2008). Metafrontier frameworks for the
study of firm-level efficiencies and technology ratios. Empirical economics,
34(2), 231-255.
Pratiwi, Dinar Ika. (2010). Analisis Pengaruh Harapan
Pelanggan, Kualitas Produk, Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan
Internet Flash Unlimited di Semarang. Universitas Diponegoro Semarang.
Sayuti, Husin. (1989). Pengantar Metodologi Riset.
Jakarta: CV. FajarAgung.
Taha, Sherin Gamaleldin Ahmed. (2012). The effectiveness of microcredit programmes
on alleviating poverty and empowering women in Cairo, Egypt. Thesis Faculty of
Economic and Social Sciences university of Agder: Norwegia.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
(2010). Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini, Target Pemerintah, dan
Program Percepatan. Jakarta: TNP2K
PERANAN
KREDIT USAHA RAKYAT UNTUK MENGURANGI KEMISKINAN
Oleh:
Atik Purmiyati, S.E., M.Si., dan Retno Setyowati, S.E
Dari:
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
Disampaikan
Pada Parallel Session (Call For Pappers) Seminar Nasional dan Sidang Pleno ISEI
XIX, di Bandarlampung, Kamis, 19 Oktober 2017.
Isi
papers ini tidak ditampilkan secara keseluruhan, hanya sebagian dari isi yang
memuat meliputi: pendahuluan, metode penelitian serta kesimpulan dan saran.