Rosim : Jangan Gunakan Kekuasaan Untuk Permainkan Adat Lampung
Ramainya Pemberitaan
diberbagai media online yang memberitakan salah Satu kepala daerah di Lampung
dinobatkan sebagai raja atau penguasa sembilan marga di Lampung Tengah mendapat
kritik dari Penggiat Blogger Budaya
Lampung, Rosim Nyerupa.
Pria yang akrab disapa
Rosim dikalangannya ini menyesalkan pemberitaan yang berasal dari rilis yang
dikirim ke media-media online dapat mengundang ketersinggungan sejumlah
kalangan masyarakat Lampung khususnya yang ada diwilayah adat tersebut.
"Sangat disesalkan ya
pemberitaan yang mengatakan salah satu kepala daerah di Lampung sebagai Raja atau
Penguasa di Sembilan Marga sementara di Lampung Pepadun khususnya Abung Siwo
Migo tidak mengenal yang namanya Raja atau Kerajaan melainkan mengenal adanya
sistem kepenyimbangan yang dipimpin oleh penyimbang didalam suatu
Marga" Papar Rosim.
Rosim Menjelaskan secara
umum Lampung terbagi menjadi dua sub budaya yang berlaku ditengah masyarakatnya
yakni Lampung beradat Saibatin yang dipimpin oleh seorang Saibatin yang dikenal
menganut sistem kerajaan atau lebih aristokratis dengan satu garis keturunan.
Sedang adat Pepadun cenderung lebih demokrasi, sebab siapapun dapat menyandang
gelar Suttan yang dinobatkan melalui rangkaian prosesi adat Cakak Pepadun. Bahkan orang non pribumi
pun bisa diberikan gelar Suttan tapi harus diangken terlebih dahulu oleh
penyimbang atau orang Lampung dan ia melakukan Begawi Cakak Pepadun.
Sementara dalam jabatan
adat, Rosim menjelaskan sebuah sistem kepenyimbangan mengenal adanya Penyimbang
Migo, Penyimbang Anek, Penyimbang Suku
dan Penyimbang Nuwo yang berlaku didalam adat pepadun khususnya Abung Siwo
Migo.
Lebih lanjut Rosim
menjelaskan, pada masyarakat Adat Lampung Pepadun, Abung Siwo Migo khususnya sebuah klan
masyarakat yang terdiri dari 9 Marga yang tersebar ditanah Lampung. Abung ialah
nama salah satu klan di Lampung, Siwo berarti sembilan dan Migo ialah Marga.
Jadi Abung Siwo Migo ialah Kesatuan Adat Yang Terdapat 9 Marga Di
dalamnya. Kesembilan Marga tersebut
ialah Buay Nunyai, Buay Unyi, Buay
Subing, Buay Nuban, Buay Selagai, Buay Anek Tuho, Buay Nyerupo, Buay Beliyuk dan Buay Kunang.
"Kesembilan kebuayan
tersebut merupakan kakak beradik sekandung dan hasil akken muwaghi yang berhimpun kedalam satu Klan besar bernama Abung
Siwo Migo. Jadi sembilan migo tersebut dipimpin oleh penyimbang masing-masing
baik dalam penyimbang tuho serta penyimbang bumi di dalam kampung adat
masing-masing, sama posisi kedudukannya dalam adat dan memiliki pengejengannya
masing-masing dalam struktur keadatan.
Duduk sama rata, berdiri sama
tinggi. Tidak ada yang memimpin paling
tinggi di Abung Siwo Migo apalagi yang mengatasnamakan Raja Atau Penguasa
Kesembilan Marga" Tegas Penggiat Blogger Budaya Lampung Ini.
"Ini harus diluruskan
agar masyarakat yang membaca berita tersebut tahu bahwa tidak ada raja yang memimpin
sembilan marga di Lampung Tengah. Tapi
ada juga, Penyimbang Marga yang memimpin dimarganya seperti di Marga Nyerupo
Lampung Pepadun, dipimpin oleh
Penyimbang Marganya Yakni Suttan Buay Nyerupo" Kata Rosim.
Gelar yang diperoleh
berdasarkan dalih apapun itu tentunya tidak dapat sembarangan digunakan. Sebab
selain gelar adat seseorang yang biasanya diambil dari keturunan appew tuyuk (nenek moyang) kita juga
memiliki makna esensi dan substansinya.
"Kita apresiasi jika
pemerintah daerah mau mengangkat adat Lampung. Tapi jangan terkesan mempermainkan
adat yang sakral seperti peristiwa diatas" pungkas Rosim.