Semua Ricuh Karena Kekuasaan
Kemarin, mungkin hampir
dari seluruh rakyat Indonesia dibuat heboh oleh kelakuan para anggota DPD RI.
Ricuh pada saat sidang karena keputusan MA yang multi tafsir karena kesalahan
redaksional atau kesalahan-kesalahan yang bisa dibilang menghilangkan substansi
dari persoalan yang diputuskan.
![]() |
Free Image by Pixabay |
Ricuh, karena seperti
tidak profesionalnya salah satu lembaga sehingga membuat lembaga yang lain
tidak selaras dengan tujuannya. Semakin hari semakin jelas kita melihat
ketidaksinkronnya antara lembaga-lembaga negara baik yang bergerak di wilayah
Yudikatif , Legislatif dan Eksekutif.
Mengatur orang banyak saja
susah, apalagi mengatur dan mensinkronisasikan lembaga-lembaga yang isinya
orang-orang hebat, orang-orang pintar, yang punya ilmu-ilmu kanuragan yang
tidak dimiliki rakyat biasa. Sangking hebatnya, kadang juga susah dibendung
dengan ilmu kanuragan biasa. Dengan mudah akan di kepret, lalu terkapar.
DPD RI yang pada awalnya
adalah dari independen lambat laun berubah menjadi lembaga yang diisi oleh
orang-orang partai. Bagi orang-orang partai yang tidak tertampung di DPR RI
maka ada alternatif lain yakni di DPD RI, kalau juga tidak kebagian jadi
Menteri di Eksekutif.
Koalisi tanpa syarat?
Omong kosong apalagi ini. Hanya
permainan kata-kata, kalau berkoalisi sekarang ya ga ada syaratnya lho, tinggal
gabung aja kok repot.
Tapi nanti, jika sudah
jadi tetep aja bagi-bagi kue pemirsa. Jika bicara masalah kekuasaan, so pasti
ada take and give. Lu kasih gw apa,
gw kasih lu apa. Selesai urusan. Ribut-ribut sebentar, deal, akhirnya damai.
Kemudian, ada pecah belah,
ada pelemahan lawan politik dan membangun kekuatan kekuasaan yang berkuasa. “Yang kuat, memangsa yang lemah” kata
Darwin.
Sudahlah, rakyat sudah
tau. Itu kan pendidikan politik masa kini. Bukan, itu bukan pendidikan politik.
Jauh.. Idealitas politik hanya ada di dalam teori buku-buku politik dan
opini-opini di media massa. Pada prakteknya tidak akan seperti pelajaran
akuntansi. Secara teori dan praktek ya sama..
Prasangka..
Dimensi politik tanah air
kekinian penuh dengan prasangka yang menyebar dilini massa, baik dari media
elektronik, cetak dan sosial. Semua bahu membahu menjadi satu membangun framing
kepentingan tertentu.
Lagi-lagi kepentingan
untuk kekuasaan yang bermain. Disana ada uang, disana ada penggiringan, disana
ada yang dibayar dan membayar. Tujuannya? Membangun opini di masyarakat,
mempengaruhi paradigma masyarakat, membangun persepsi masyarakat terhadap suatu
objek yang dijual, membangun branding tokoh politik yang dijual.
Apakah itu sah? Ya sah-sah
saja..tetapi dampak negatif yang timbul yang membuat ngeri. Boleh jadi diatas
sana para elit politik haha.. hihi.. tapi diakar rumput siapa yang tau.. ada
gesekan, ada dendam, banyak yang baper.. duh.. gawat..
Hmm ini pasti ada
konspirasi tertentu, ini ulah si ini dan itu.. sangkanya kirain.. hihi..