Breaking News

Gerakan Sosial Politik Dimata Mahasiswa

Sosial politik merupakan kata yang sering terdengar, terkhusus dikalangan mahasiswa sebagai kaum intektualitas yang memegang peranan penting yaitu social control dalam tatanan birokrasi bernegara. Politik dalam lingkup sosial telah menorehkan tinta-tinta sejarah yang masih berlangsung hingga detik ini. Reformasi-reformasi yang dilakukan untuk menjatuhkan rezim penguasa masih terus dilakukan untuk mempertahankan kemurnian politik yang menjadi cita-cita luhur bangsa Indonesia.
Gerakan Sosial Politik Dimata Mahasiswa
Tyas Dwi Chintya


Semua perjalanan rekam jejak politik ini tidak pernah terlepas dari peran pemuda terkhusus mahasiswa. Lewat pemikiran-pemikirannya yang suci dan idealis, mahasiswa mampu menciptakan reformasi yang tak terbantahkan. Lewat perjuangannya yang tak gentar dengan serangkaian tantangan dan ancaman yang kerap kali diterimannya, mahasiswa mampu bangkit dan bersatu untuk menjatuhkan rezim yang selama ini dianggap tidak mampu untuk memegang kekuasaan rakyat. Reformasi politik yang digulirkan telah memberikan ruang publik yang luas kepada rakyat dengan ditandai dengan munculnya sistem kepartaian di Indonesia yang diatur dalam UU No.3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
Ditinjau dari segi pengertian menurut para ahli, politik menurut Aristoteles merupakan usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, sedangkan sosial menurut Lewis adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan, dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari antara warga negara dan pemerintahannya. Lantas apakah hubungan antara sosial dan politik?

Sosial dan politik mempunyai hubungan dan keterkaitan yang sangat erat. Dilihat dari segi pengertian, sosial dan politik memiliki persamaan yaitu berkaitan dengan warga negara. Warga negara merupakan pelaku sosial yang tidak dapat berdiri sendiri sedangkan politik membutuhkan masyarakat sebagai pelaku yang menjalankan politik itu sendiri. Hubungan tersebut tertuang dalam cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 meliputi cita-cita politik dalam dan luar negeri. Cita-cita dalam kehidupan sosial dirumuskan dalam “mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.” Sedangkan politik luar negeri dirumuskan dalam  “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi  dan keadilan sosial.”
Pertanyaan terbesar yang kerap kali muncul dalam renungan fikiran adalah apakah mahasiswa yang memiliki fungsi besar sebagai sosial control ini mampu menyadari keterkaitan antara interaksi sosialnya terhadap kehidupan berpolitik? Apakah mahasiswa hari ini tengah melaksanakan apa yang menjadi politik cita-cita dalam menegakan kedaulatan rakyat?

Sebagai seorang mahasiswa yang hari ini memandang rekan-rekan sesama mahasiswa, banyak sekali mahasiswa yang melupakan perannya, memilih untuk bersikap individualistik dan antipati terhadap kondisi sosial politik yang sedang berlangsung hingga detik ini. Dibuktikan dengan minimnya mahasiswa yang tertarik kepada kegiatan sosial terhadap permasalahan berkenaan dengan kepentingan orang banyak. Mayoritas mahasiswa di perguruan tinggi merupakan mahasiswa kupu-kupu yang tak mengenali identitas dan sejarah statusnya. Mahasiswa memandang kehidupan sosial adalah kehidupan pribadi dengan masyarakat yang jauh akan mengarah ke jalur perpolitikan. Hari ini banyak mahasiswa menganggap politik hanya diperuntukan kepada kaum-kaum elit yang haus akan kekuasaan, bahkan tak jarang mereka berpikir politik merupakan alat kotor untuk mencapai tujuan berdalih kepentingan.

Sangat disayangkan paradigma tersebut muncul tidak didasari ilmu dan cara memandang politik secara objektif namun berdasarkan politik ketidaktahuan. Jika terus menerus dibiarkan paradigma tersebut akan terus mengakar menimbulkan sikap apatisme yang sulit untuk diruntuhkan. Sehingga berdampak pada kondisi sosial yang tak ideal bagi kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Mengapa dikatakan demikian? Karna sudah hilangnya tingkat kepercayaan terhadap para pelaku politik dan tidak adanya sikap untuk menilai serta mengawal segala  kebijakan yang dilakukan para pelaku politik terhadap kepentingan sosial. Walaupun realita membuktikan banyak para pelaku politik yang mencoreng nilai luhur politik cita-cita namun tidak sedikit pelaku politik yang turut mewujudkan tatanan birokrasi sehat mewujudukan kesejahteraan rakyat.
Perlu disadari kehidupan sosial akan terus menerus berlangsung, reformasi-reformasi akan selalu diupayakan dan tinta-tinta sejarah tidak akan berhenti untuk menuliskan lembaran-lembaran kosong pada massa goresannya. Diam dalam ketidaktahuan tidak menghasilkan suatu kebermanfaatan. Mahasiswa yang digadang mampu menjadi pembaharu politik masa depan harus dibangunkan untuk membebaskan suara jeritan rakyat yang haus akan keadilan. Jangan sampai cita-cita luhur bangsa Indonesia hanya menjadi mimpi yang ikut terkubur oleh para pendahulu yang mati memperjuangkan kehidupan sosial.

Sudah selayaknya kita sebagai mahasiswa tergerak dan menggerakan rekan-rekan mahasiswa untuk menyatukan kerangka berfikir menciptakan reformasi berkedaulatan rakyat. Sehingga jelaslah dapat dirasakan peranan sosial politik dalam kehidupan bermsyarakat, berbangsa dan bernegara. Soe Hok Gie mengatakan “Saya tak mau jadi pohon bambu saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.“ Kata-kata itulah yang harus ditularkan untuk membangkitkan gairah perjuangan mahasiswa untuk menyeimbangkan tatanan kehidupan sosial berpolitik ini.


Hidup Mahasiswa!!!

Gerakan Sosial Politik Dimata Mahasiswa
Oleh: Tyas Dwi Chintya
Mahasiswa Politeknik Negeri Lampung, Aktif di HMI CBL Komisariat Ekonomi Unila