Breaking News

Semangat Perbaikan Dalam Tim Reformasi Perpajakan

Semangat Perbaikan Dalam Tim Reformasi Perpajakan: Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membentuk tim reformasi perpajakan pada Desember 2016. “Tujuan dari tim reformasi adalah untuk membangun institusi pajak dan bea cukai yang kredibel, bisa dipercaya publik, dan mampu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan konstitusi dan undangundang,” kata Menkeu pada kick-off meeting sekaligus peluncuran tim reformasi yang diselenggarakan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta pada Selasa (20/12). Tiga tugas yang dimaksud Menkeu meliputi mengumpulkan penerimaan negara, menciptakan kepastian usaha, dan melayani masyarakat dengan profesionalisme, integritas, dan efisiensi yang tinggi.

Semangat Perbaikan Dalam Tim Reformasi Perpajakan

Di samping tim reformasi perpajakan, Menkeu juga membentuk tim penguatan reformasi kepabeanan dan cukai. Pelaksanaan reformasi melalui kedua tim ini mencakup aspek organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi, basis data dan proses bisnis, serta peraturan perundangan-undangan. Dari sisi perpajakan, pembentukan tim reformasi ini berguna untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP), meningkatkan kepercayaan terhadap pengelolaan basis data dan administrasi perpajakan, serta meningkatkan integritas serta produktivitas aparat perpajakan. Sementara itu, dari sisi kepabenan dan cukai, pembentukan tim reformasi berguna untuk meningkatkan integritas dan akuntabilitas pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai.

Baca Juga:


Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 885/KMK.03/2016 tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan, terdapat empat bagian dalam tim ini, yaitu tim pengarah, tim advisor, tim observer, dan tim pelaksana. Menkeu sendiri bertindak sebagai Ketua Tim Pengarah. Sementara tim penguatan reformasi kepabeanan dan cukai dibentuk berdasarkan KMK Nomor 909/ KMK.04/2016 tentang Pembentukan Tim Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai.

Tim penguatan reformasi kepabeanan dan cukai memiliki dua kelompok kerja, yaitu kelompok kerja bidang organisasi dan SDM dan kelompok kerja bidang peraturan perundang-undangan. Kelompok pertama memiliki fokus pada penataan organisasi Bea dan Cukai yang best fit, perencanaan kebutuhan SDM, penerapan code of conduct dan sistem kepatuhan untuk menjaga integritas dan disiplin pegawai Bea dan Cukai, revitalisasi infrastruktur pelayanan dan pengawasan, serta sistem penganggaran berbasis kinerja dalam rangka menjaga good governance. Sementara kelompok kedua melakukan evaluasi terhadap peraturan agar lebih implementatif dengan tetap mendukung iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, dan multiplier effect lainnya demi pertumbuhan ekonomi. Proses bisnis dan teknologi informasi juga akan dilakukan penataan dengan menyusun kebijakan dan sistem informasi berbasis teknologi yang mendukung upaya pemberantasan penyelundupan dan pemberantasan korupsi dan pungli.

Pada tim reformasi perpajakan, tim pengarah bertugas untuk memberikan pengarahan dalam menetapkan kebijakan untuk mempersiapkan dan melaksanakan reformasi atas aspek struktur organisasi, sumber daya manusia, infrastruktur, penganggaran, peraturan perundang-undangan, basis data, proses bisnis, dan teknologi informasi kepada tim pelaksana. Di samping itu, tim pengarah juga bertugas untuk melakukan koordinasi dengan instansi atau lembaga terkait.

Selanjutnya, tim advisor bertugas untuk memberikan masukan dalam rangka reformasi berdasarkan teori dan keilmuan. Di sisi lain, tim observer bertugas untuk melakukan pengamatan dan memberikan masukan sesuai dengan latar belakang dan pengalaman dalam bidang yang dikuasainya. Kemudian, tim pelaksana mempunyai tugas untuk mengoordinasikan penyusunan arah dalam cakupan aspek organisasi, sumber daya manusia, infrastuktur, penganggaran, peraturan perundang-undangan, basis data, proses bisnis, dan teknologi informasi; mengoordinasikan penyiapan landasan hukum dan harmonisasi regulasi serta perumusan bentuk koordinasi kebijakan pengelolaan fiskal; dan mengoordinasikan hal-hal yang memiliki inisiatif startegis. Yang juga menjadi catatan, tim observer bertugas melaksanakan kebijakan dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh tim pengarah untuk memonitor dan melakukan evaluasi reformasi.

Pembentukan tim reformasi perpajakan melibatkan banyak pihak di dalamnya, yaitu akademisi, praktisi, tenaga ahli, Komite Pengawas Perpajakan, serta pelaku usaha dan wartawan. Mereka dilibatkan dalam keanggotaan tim reformasi sebagai tim advisor dan observer.

Tim pelaksana mempunyai tugas mengordinasikan penyusunan arah reformasi perpajakan yang mencakup aspek organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi, basis data dan proses bisnis, serta peraturan perundanganundangan. Tugas berikutnya adalah mengordinasikan penyiapan landasan hukum dan harmonasi regulasi serta perumusan bentuk koordinasi kebijakan pengelolaan fiskal. Di samping itu, tim pelaksana juga mengordinasikan inisiatifinisiatif strategis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan reformasi perpajakan serta melaksanakan perumusan kebijakan tugas lainnya yang ditetapkan oleh ketua tim pelaksana terkait monitoring dan evaluasi program reformasi perpajakan.

Semangat Perbaikan

Dalam wawancara dengan Media Keuangan di kantor pusat DJP di Jakarta, Kamis (16/2), Ketua Tim Pelaksana Reformasi Perpajakan Suryo Utomo mengatakan bahwa secara umum ada tujuan utama pembentukan tim, yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek, tujuan tim reformasi perpajakan difokuskan pada pencapaian target penerimaan, sedangkan pada jangka panjang, tim refromasi perpajakan diarahkan pada segala upaya yang menyangkut perbaikan organisasi.

“Kami membuat desain dan langkah-langkah strategis, termasuk juga melakukan perbaikan organisasi, untuk tujuan mencapai penerimaan,” kata Suryo. Menurut dia, tim reformasi tidak hanya ingin menyentuh kalangan internal, melainkan juga menaikkan kepercayaan publik terhadap DJP. Tim reformasi dibuat besar dan melibatkan berbagai kalangan karena urusan perpajakan bersifat multidimensional. Suryo memberikan contoh peran praktisi media yang juga dilibatkan sebagai tim observer. “Dari wartawan misalnya, kami ingin mengetahui pandangan publik terhadap DJP. Jadi bagaimana kita mencoba untuk memperbaiki diri berawal dari pemahaman berbagai pihak,” lanjut Suryo.

Sementara itu, kehadiran pengamat perpajakan di dalam tim diharapkan dapat memberikan perspektif sesuai keahlian, misalnya tentang perbaikan sistem perpajakan, termasuk perbandingan sistem perpajakan di berbagai negara lain. “DJP tidak bisa jalan sendiri. Kami ingin bagaimana membuat wajib pajak juga memiliki kepercayaan dalam menjalankan kewajibannya,” lanjut Suryo yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak tersebut.

Menurut Suryo, Menkeu memberikan perhatian yang tinggi terhadap kinerja tim reformasi perpajakan. Tim memberikan laporan kepada Menkeu tentang progress kinerja setiap bulan. Suryo menambahkan reformasi di DJP dilakukan secara berkelanjutan mengikuti tantangan perkembangan zaman. “Contohnya sekarang sudah ada e-commerce. Dengan berubahnya model transaksi jual beli, proses bisnis pun harus berubah. Nah itu yang menyebabkan reform di DJP itu perlu,” ungkap Suryo.

Reformasi perpajakan juga bisa dikaitkan dengan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di DJP. Peningkatan jumlah WP sejalan dengan pola transaksi yang bertambah. “Mau tidak mau, SDM di DJP juga harus disesuaikan kemampuan, jumlah, dan penempatannya. Itu perlu direformasi lagi,” ujar Suryo.

Amandemen RUU Perpajakan

Tim Reformasi Perpajakan juga terlibat dalam upaya perbaikan aturan perpajakan melalui amandemen undang-undang perpajakan setelah berakhirnya periode pemberlakuan kebijakan amnesti pajak. “Kami sudah mulai jalan proses amandeman Undang- Undang KUP (Ketentuan Umum Perpajakan). Mudah-mudahan bisa didiskusikan dengan DPR,” kata Suryo.

Menurut Suryo, amandemen UU KUP akan mendorong perubahan banyak proses perpajakan. “Harapannya dengan perubahan UU KUP, organisasi menjadi lebih efektif dan mempunyai daya penegakan hukum yang sesuai,” ujarnya. Sementara terkait dengan amandemen undangundang lain seperti Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN), pembahasan perubahannya juga terus dilakukan.
“Jadi itulah mengapa kami membutuhkan observer. Mereka bisa melihat, misalnya, UU PPN tidak cocok dengan model yang sekarang ada. Ini yang kami diskusikan,” kata Suryo.

Dalam tim reformasi perpajakan, anggota tim observer bahkan juga melibatkan perwakilan lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, International Monetary Fund, dan Organisation for Economic Co-operation and Development. Kehadiran perwakilan organisasi internasional diharapkan mampu memberikan gambaran terhadap implementasi aturan perpajakan di berbagai negara yang dapat dijadikan benchmark oleh DJP.

Peningkatan rasio pajak

Ditemui seteleh menjadi pembicara pada diskusi bertajuk “Perpajakan 2017: Pasca Tax Amnesty, What’s Next?”, Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo menyatakan dukungannya pada upaya pemerintah dan DPR untuk melakukan serangkaian amendemen pada aturan perpajakan. “Proses reformasi perpajakan sebaiknya dilakukan dengan merevisi undang-undang di bidang perpajakan, seperti UU KUP, UU PPN, UU PPh, dan lainnya,” kata Yustinus.

Yustinus juga mendukung langkah pemerintah untuk mewujudkan comprehensive tax reform melalui tm reformasi perpajakan. Menurut Yustinus—yang juga anggota Tim Advisor—selama ini reformasi perpajakan selalu dilakukan secara parsial. Oleh karena itu, dengan jangka waktu tugas hingga 2020, tim reformasi perpajakan diharapkan dapat mewujudkan reformasi yang menyeluruh.

Menurut Yustinus, salah satu fokus yang disampaikan Menkeu kepada anggota tim reformasi perpajakan adalah peningkatan tax ratio dari 11 persen menjadi 15 persen pada 2020. Oleh karena itu, Yustinus mendorong dikeluarkannya terobosan-terobosan baru dalam pendekatan kepada masyarakat. Dia mengapresiasi upaya DJP meningkatkan kemudahan pelaporan pajak melalui e filing. “Digitalisasi baik, tapi tidak cukup. Program terobosan yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan integrasi data. Setelah data terkumpul, DJP harus tahu apa yang akan dilakukan dengan data itu,” kata Yustinus.

Di samping itu, sebagai anggota tim reformasi perpajakan, Yustinus juga akan membawa usulan agar DJP melakukan pendekatan secara indisipliner kepada masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan. Yang juga tak kalah penting menurut Yustinus adalah perlunya DJP mengukur keberhasilan literasi pajak di masyarakat. DJP dapat melakukan pengukuran ini dengan berangkat dari data bahwa para peserta amnesti pajak sebagian besar adalah masyarakat yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Di ujung wawancara, Yustinus mengingatkan perlunya pemerintah menyiapkan strategi second best option sebagai pelapis berbagai rencana kerja yang telah ditetapkan oleh tim reformasi perpajakan.

Semangat Perbaikan Dalam Tim Reformasi Perpajakan
Oleh: Dwinanda Ardhi
Sumber: Media Keuangan Maret 2017 – Kementerian Keuangan RI