Membangun Ekonomi Bukan Dari Pasar
Membangun
Ekonomi Bukan Dari Pasar: Selama ini kita kerap berpikir bahwa
ekonomi hanyalah scope ilmu yang
melulu bicara pasar, perdagangan termasuk permintaan barang atau hanya terfokus
pada nilai nominal uang tertentu saja. Namun kita lupa bahwa produktivitas dan
pembangunan wilayah atau daerah tidak hanya ditopang oleh pasar dengan
indikator tingkat permintaan barang atau jasa, tetapi juga dipengaruhi variabel
lain yang tak kalah penting. Yang akhirnya berdampak pula terhadap peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Ekonomi tidak melulu dibangun melalui satu perangkat
sistem saja tetapi dibangun dan berkelindan dengan variabel lain yang penting
seperti: kultur, birokrasi, dan leadership serta faktor lain (institusional).
![]() |
Wendy Aprianto |
Tepat diatas mekanisme
yang multi sektor ini pembangunan atau pertumbuhan ekonomi dibangun (beyond
pasar). Harusnya kita mampu refleksikan sejenak bahwa mengapa anggaran
pembangunan yang besar misal APBD daerah acap kali tak mampu mendongkarak
pembangunan ekonomi wilayah atau daerah, meskipun secara kuantitas
infrastruktur bertambah tetapi minim produktifitas ekonomi yang dibangun. Tepat
pada sudut inilah pandangan pembangunan ekonomi kita perlu dikoreksi.
Ironisnya, pandangan ini
justru lumrah terjadi di daerah. Daerah kerap hanya menjadikan indikator
pembangunan jalan, penambahan APBD tiap tahun sebagai satu-satunya
keberhasilan ekonomi. Tapi tidak berpikir leadership
(inovatif leadership), pembanguan
birokrasi, zero coruption (clean goverment), atau etos kerja
aparatur yang kerap terjadi jual beli kursi jabatan merupakan indikator
pembangunan yang tak kalah penting. Dengan abai pada sektor institusional
inilah pembangunan ekonomi daerah dirasa minim dan kering dari upaya
peningkatan ekonomi real dan lebih sibuk pada indikator ekonomi prosedural yang
sering di klaim sebagai keberhasilan ekonomi.
Baca Juga: Gagal Paham Pembangunan Daerah
Mitos pembangunan ekonomi
daerah dengan indikator prosedural inipula yang pada banyak kasus membingungkan
kita karena kenyataan ekonomi real berbeda dengan asumsi kemajuan ekonomi
pemerintah. Dalam hal ini pemerintah daerah.
Misalnya saja yang terjadi
di Lampung, meski pemerintah mengklaim adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dengan pembangunan akses jalan tol atau peningkatan pertumbuhan sektor
pertanian serta anggaran pembanguann yang terus naik disatu sisi, tetapi pada
kenyataan justru terjadi penurunan indeks pembangunan manusia. Satu sisi
pemerintah mengklaim pembanguan ekonomi yang berhasil tetapi disatu sisi,
tingginya tindak korupsi di daerah dan minimnya akuntabilitas dan transparansi
birokrasi.
Baca Juga: Siaga Satu Perekonomian Lampung
Berangkat dari fenomena
inilah kita sebaiknya mampu menata ulang pandangan pembangunan ekonomi. Yang
tidak melulu berbicara peningkatan anggaran tetapi juga fokus pada pembangunan
institusi (kualitas leadership,
reformasi birokrasi, dan akuntabilitas dan transparansi pemerintah).
Sehinga indikator
pembangunan ekonomi tidak melulu dilihat secara prosedural tetapi juga
berdampak langsung pada pembangunan ekonomi real, yakni: kesejahteraan yang
dirasakan masyarakat. Semoga!
Membangun Ekonomi Bukan
Dari Pasar
Oleh: Wendy Aprianto
Alumnus Magister Ekonomi
Pembangunan FEB UGM