Pemerintah Selenggarakan Skema PINA dan KPBU Untuk Dorong Infrastruktur Nasional
Pada hari Jumat pagi
(17/02/2017) disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo, Kementerian PPN/Bappenas
mengadakan Financial Closing Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah
(PINA) di Istana Negara. Presiden memberikan mandat kepada Menteri PPN/Kepala
Bappenas untuk menggalang sumber pembiayaan alternatif dalam rangka penggunaan
pembiayaan proyek-proyek infrastruktur strategis nasional yang mempunyai nilai
komersial dan berdampak untuk meningkatkan perekonomian.
Mengapa PINA (Pembiayaan
Investasi Non Anggaran Pemerintah) sangat penting? Menurut rilis yang diberikan
oleh Kementrian PPN/Bappenas dan Kemkominfo bahwa ruang fiskal anggaran
pemerintah sangat terbatas. Maka dengan skema PINA, pembangunan infrastrukur
dan non infrastruktur yang membawa manfaat bagi masyarakat Indonesia dapat dilaksanakan tanpa menggunakan anggaran
pemerintah. (Baca: Menuju Belanja Pemerintah Yang Berkualitas)
Dengan PINA maka terdapat
optimalisasi peran BUMN dan swasta dalam pembiayaan pembangunan. Swasta dan
BUMN berperan dalam pemenuhan 58,7% pembiayaan pembangunan atau sebesar Rp
2.817 trilyun pada RPJMN 2015-2019.
PINA memberikan
peningkatan kapasitas pembiayaan pembangunan dengan langkah mobilisasi potensi
dana-dana jangka panjang, mendorong recycle
investasi pada proyek-proyek kategori brownfield,
laverage kapasitas permodalan
pembangunan dengan estafet instrumen keuangan (estafet financing) disetiap fase pembangunan.
Langkah ini juga akan
memicu percepatan pelaksanan proyek prioritas. Pembangunan infrastruktur
melibatkan multi-stakeholder sehingga diperlukan mekanisme khusus untuk
mengkoordinasikan dan mendorong para pihak terkait, baik untuk aspek pendanan
maupun non pendanaan.
Sumber pembiayaan PINA
tidak menggunakan anggaran pemerintah, oleh sebab itu PINA dilaksanakan dengan
memanfaatkan sumber pembiayaan yang berasal dari : penanaman modal, dana
kelolaan, perbankan, pasar modal, asuransi, lembaga pembiayaan, lembaga jasa
keuangan lain dan pembiayaan lain yang sah.
Untuk kriteria proyek PINA
maka prioritas proyek yang dipilih untuk didanai dengan skema PINA memiliki 4
kriteria, yakni: (1) Mendukung pencapaian target prioritas pembangunan, (2)
Memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat Indonesia, (3) Memiliki
kekayaan komersil, (4) Memenuhi kriteria kesiapan (readiness criteria).
Titik awal keberhasilan
PINA dapat dilihat dari PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Taspen (Persero)
secara bersama-sama memberikan pembiayaan investasi dalam bentuk ekuitas kepada
PT Waskita Toll Road yang saat ini memiliki konsesi untuk 15 ruas jalan tol. 15
ruas jalan tol tersebut terdiri dari 8 ruas jalan tol dengan total panjang
408,41 km berlokasi di Pulau Jawa dimana 5 ruas tol diantaranya merupakan Tol Trans
Jawa dengan panjang 305,27 km. PT SMI dan Taspen memberikan pembiayaan kepada
Waskita untuk mencukupi kebutuhan porsi ekuitas tahap awal sebesar Rp 3,5 trilyun.
Skema PINA melengkapi
skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sebagai alternatif pembiayaan
infrastruktur. Dalam rangka mendorong percepatan proyek kerjasama Pemerintah
dan Badan Usaha (KPBU), Kementerian PPN/Bappenas meluncurkan Public Private
Partenerships (PPP) Book 2017 (Baca: Mengoptimalkan PPP (Public-Privatpartnersihip) Dalam Pembangunan Infrastruktur). PPP Book 2017 memuat: 1 proyek
KPBU kategori siap ditawarkan dengan nilai investasi Rp1,09 trilyun, 21 proyek
KPBU kategori dalam proses penyiapan dengan nilai investasi Rp 112,23 trilyun.
Kementerian PPN/Bappenas
bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,
BKPM, LKPP dan PT. Penjamin Infrastruktur Indonesia bekerja dalam satu wadah
yang disebut Kantor Bersama KPBU Republik Indonesia atau PPP Office Government
of Indonesia yang berfungsi sebagai pusat informasi, koordinasi dan capacity
building terkait KPBU. Dengan berfungsinya Kantor Bersama KPBU, diharapkan
proyek-proyek dengan skema KPBU lebih cepat terlaksana dan tetap akuntabel.