Laporan Kinerja Bank Umum Nasional di Tahun 2016
Secara keseluruhan, kondisi bank umum pada triwulan III-2016 masih terjaga baik, sebagaimana ditunjukkan oleh CAR yang relatif tinggi sebesar 22,34%. Sementara intermediasi melambat baik penghimpunan DPK maupun penyaluran kredit yang hanya tumbuh masing-masing sebesar 0,65 (qtq) dan 1,06% (qtq), sehingga pertumbuhan aset turut melambat sebesar 1,62%
(qtq).
NPL gross pada triwulan III-2016 meningkat sebesar 5 bps (dari 3,05% menjadi 3,10%). Sementara itu, NPL net menurun 6 bps (dari 1,48% menjadi 1,42%). Hal tersebut mengindikasikan
adanya peningkatan Cadangan Kualitas Penurunan Nilai (CKPN) yang dilakukan perbankan untuk mengimbangi
penurunan kualitas kredit.
Baca Juga: Kartu ATM BCA Tertelan / Tertahan di Mesin ATMDilihat dari sisi likuiditas, LDR naik 37 bps (qtq) dari 91,12% menjadi 91,48%. Sementara dari sisi rentabilitas, NIM meningkat 4 bps (qtq) menjadi 5,48% diikuti peningkatan Return on Asset (ROA) sebesar 6 bps (qtq) menjadi 2,32%.
Aset
Aset perbankan tumbuh melambat 1,62% (qtq), dibandingkan
triwulan sebelumnya 3,16% (qtq). Sementara itu, aset masih didominasi oleh Bank Umum Swasta Nasional Devisa (BUSD) sebesar 39,67%, diikuti oleh bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar 38,48%. Aset pada kelompok BUSND, Bank Pembangunan Daerah (BPD), Kantor Cabang Bank Asing (KCBA), dan bank syariah memiliki porsi masih dibawah 10% terhadap total aset
bank umum.
Aset perbankan terkonsentrasi pada beberapa
bank besar. Concentration Ratio (CR) menggambarkan bahwa 45,48% aset perbankan hanya dikuasai oleh 4 bank. Sementara itu, sebesar 76,66% aset dikuasai oleh 20 bank terbesar dari 118 bank umum.
Aset perbankan didominasi kredit yang diberikan dengan pangsa 67,19%, diikuti Surat Berharga sebesar 13,17%.
Sumber Dana
Sumber dana perbankan masih didominasi oleh DPK dengan porsi mencapai 88,99%, sedikit menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar 89,66% (Grafik 1). Pada triwulan III-2016, DPK bank umum tumbuh 0,65% (qtq), yaitu dari Rp4.574,7 triliun menjadi Rp4.604,6 triliun. Peningkatan pertumbuhan DPK tersebut didorong oleh pertumbuhan tabungan dan
deposito masing-masing sebesar 0,79% (qtq) dan 1,04% (qtq), sementara giro menurun sebesar 0,27% (qtq).
Selanjutnya, komposisi DPK masih didominasi oleh deposito (45,72%), diikuti oleh tabungan dan giro masing-masing sebesar 31,06% dan 23,22%.
Struktur pendanaan/DPK perbankan masih dikuasai oleh
kelompok BUSD (42 bank) sebesar 41,81%, diikuti oleh kelompok BUMN (4 bank) sebesar 39,39%. Sedangkan, proporsi
kelompok BUSND hanya sebesar 1,87%.
Pada triwulan III-2016, penyebaran DPK di seluruh wilayah Indonesia masih belum merata dengan 77,22% terpusat di lima provinsi (DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara).
Porsi tertinggi berada di provinsi DKI Jakarta (49,99%) yang menunjukkan masih terpusatnya perekonomian di DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan
kegiatan usaha.
Dalam rangka meningkatkan
jangkauan layanan perbankan dalam menghimpun simpanan masyarakat, OJK mengeluarkan program
Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Namun, sebagian besar simpanan melalui program tersebut masih terpusat di Pulau Jawa, dengan sebaran wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
tengah sebesar 48,84%, diikuti Jawa Timur (12,78%), dan Jawa Barat (11,21%). Penyebaran Laku Pandai di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta hanya sebesar 2,70%. Sementara, penyebaran di Indonesia wilayah timur (Sulampua, Bali, dan Nusa Tenggara) baru sebesar 6,10%.
Untuk mendorong pemerataan sebaran DPK dan kredit di seluruh wilayah Indonesia, dapat dilakukan beberapa strategi antara lain
dengan memberikan insentif agar terjadi relokasi industri padat karya ke wilayah Indonesia Timur, peningkatan infrastruktur dan kemudahan akses keuangan di luar pulau Jawa melalui program Laku Pandai.
Penggunaan Dana
Dapat dilihat pada Penggunaan Dana Perbankan Umum Nasional Tahun 2016
Rentabilitas
Rentabilitas bank umum pada triwulan III-2016 meningkat, tercermin dari peningkatan laba perbankan sebesar 3,61% (qtq). Peningkatan laba tersebut mendorong peningkatan ROA dan NIM, masing-masing
menjadi 2,32% dan 5,48%. Peningkatan NIM menunjukkan bahwa bank lebih cepat menurunkan suku bunga DPK dibandingkan suku
bunga kredit.
Dilihat dari kelompok bank, ROA tertinggi berada pada kelompok KCBA sebesar 2,96%, sementara NIM tertinggi terdapat pada kelompok BPD sebesar 6,97%.
Meskipun NIM KCBA
tergolong rendah, namun ROA KCBA tertinggi dibanding kelompok bank lainnya, mengingat pendapatan KCBA masih didominasi oleh keuntungan valas (transaksi spot dan derivatif), serta fee based income.
Sementara itu, tingginya NIM pada kelompok BPD dipengaruhi
oleh dominasi kredit konsumsi (69,44%), sedangkan jenis KMK dan
KI masing-masing sebesar 19,33% dan 11,23%, serta lebih tingginya suku bunga kredit
konsumsi dibandingkan suku bunga jenis kredit lainnya.
Efisiensi perbankan menunjukkan peningkatan, tercermin dari penurunan BOPO menjadi 81,70%. Berdasarkan kelompok bank, kelompok BUSND memiliki rasio BOPO tertinggi yaitu sebesar 92,95%. Hal tersebut sejalan dengan karakteristik BUSND yang memberikan suku bunga simpanan yang lebih tinggi.
Pendapatan operasional perbankan masih didominasi oleh pendapatan bunga kredit. Sementara itu, beban operasional perbankan juga
didominasi oleh beban bunga DPK.
Permodalan
Kondisi permodalan (CAR) bank umum cenderung stabil atau hanya meningkat 5 bps, yaitu dari 22,29% menjadi
22,34%.
Komposisi modal secara umum masih didominasi oleh modal inti sebesar 92,30%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 88,77%. Selain itu, rasio modal inti terhadap Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) juga meningkat sebesar 83 bps (qtq) menjadi 20,62%.
Berdasarkan kelompok bank, CAR tertinggi berada pada kelompok KCBA, yaitu 48,84%, jauh diatas CAR industri sebesar 22,34%. Hal tersebut sebagai dampak kewajiban KCBA dalam memenuhi pembentukan
Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA), yang umumnya menempatkan modal pada Surat Utang Negara (SUN) yang memiliki bobot ATMR sebesar 0%.
Tingginya CAR KCBA sesuai dengan karakteristik KCBA yang mendapat dukungan pendanaan dari head officeuntuk memperkuat operasional KCBA.
Sumber: OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
Tingginya CAR KCBA sesuai dengan karakteristik KCBA yang mendapat dukungan pendanaan dari head officeuntuk memperkuat operasional KCBA.
Sumber: OJK (Otoritas Jasa Keuangan)