Breaking News

Kaleidoskop Perekonomian Indonesia 2016

Mengawali 2016, perekonomian Indonesia menghadapi situasi yang masih rentan. Perlambatan ekonomi global paska krisis tahun 2008 belum benar-benar pulih. Pengaruh terbesar bagi Indonesia di tahun ini adalah perlambatan ekonomi Tiongkok dan masih rendahnya harga minyak.



Sebagai mitra dagang terbesar Indonesia, perlambatan di Tiongkok menekan kinerja ekspor Indonesia. Sementara itu, harga minyak menjadi referensi harga bagi komoditas lain sehingga anjloknya harga minyak berimbas pada harga komoditas yang rendah. Di sisi lain, kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat juga berpengaruh pada kondisi ekonomi dalam negeri, khususnya sektor keuangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2016 mencapai 4,92 persen, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 5,04 persen. Namun, kepala BPS, Suryamin mengatakan penurunan ini wajar. “Pada triwulan I, biasanya kegiatan-kegiatan ekonomi baru dimulai,” katanya.
Pada triwulan kedua, ekonomi tumbuh 5,18 persen, meningkat dibanding triwulan II-2015. Menurut Suryamin, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan tersebut. “Pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat terutama pada kelompok hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga,” katanya.
Memasuki triwulan ke III pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen, sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya. Artinya, secara kumulatif sampai triwulan III 2016 ekonomi Indonesia tumbuh 5,04 persen. Adapun target yang dipatok dalam APBN-P 2016 adalah 5,2 persen yang dikejar pada triwulan berikutnya melalui akselerasi belanja.

Pergantian Menteri Keuangan

Pada pertengahan tahun (27/07), Presiden Joko Widodo menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) menggantikan Bambang Brodjonegoro yang menjadi Menteri PPN/ Kepala Bappenas. Sri Mulyani pernah menjabat sebagai Menkeu pada periode 2005-2010 sebelum menjalankan tugas sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.

Kembalinya Sri Mulyani menuai reaksi positif dari pasar. Hal ini tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah yang menguat terhadap dollar Amerika Serikat. “Saya merasa terhormat diminta kembali oleh Presiden untuk bekerja sama dengan menteri kabinet yang lain untuk menjalankan sisa masa kabinet ini. Semoga itu bisa dicapai,” ucapnya kala itu.
Baca Juga: Revaluasi Aset BUMN
Dalam pekan pertama bertugas, Menkeu mengajukan proposal penyesuaian anggaran, baik di pusat maupun transfer daerah. Penyesuaian tersebut bertujuan untuk menjaga momentum pergerakan ekonomi, sehingga dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan mengatasi kesenjangan. Sebelumnya, pada APBN-P 2016 anggaran Kementerian/ Lembaga dikurangi Rp50 triliun. Kali ini pengurangannya lebih besar. Hingga Rp133 triliun. ”Langkah-langkahnya adalah mengurangi belanja Rp 65 triliun di K/L serta transfer daerah Rp68,8 triliun,” tutur Menkeu.

Lebih lanjut Menkeu menguraikan, pengurangan anggaran K/L ditujukan untuk aktivitas yang dianggap tidak betul-betul menunjang sasaran prioritas pemerintah. Misalnya saja belanja perjalanan dinas dan konsinyering. Sementara itu, pengurangan anggaran transfer ke daerah dilakukan karena penerimaan pajak tahun ini diperkirakan lebih kecil. Dengan demikian penerimaan untuk dana bagi hasil di daerah pun otomatis akan dikurangi.

Paket Kebijakan Ekonomi

Demi menjaga ekonomi Indonesia dari risiko domestik maupun internasional, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan proaktif, termasuk kebijakan moneter yang hati-hati, menambah investasi infrastruktur, dan reformasi kebijakan untuk memperkuat iklim investasi.

Sejak September 2015 hingga saat ini, terdapat 14 paket kebijakan ekonomi. Melalui deregulasi, debirokratisasi dan insentif fiskal, pemerintah berharap fundamental ekonomi nasional semakin kuat sehingga mampu bertahan dari besarnya tekanan ekonomi global. Dengan pemangkasan peraturan dan pemberian kemudahan ijin usaha dan investasi, ekonomi Indonesia akan tetap tangguh.
Untuk memastikan keseluruhan paket benar-benar dilaksanakan, akhir Mei 2016 pemerintah membentuk empat kelompok kerja (Pokja). Pertama, Pokja kampanye dan diseminasi kebijakan. Kedua, Pokja percepatan dan penuntasan regulasi. Ketiga, Pokja evaluasi dan analisis dampak. Keempat, Pokja penanganan dan penyelesaian kasus. Presiden Jokowi menginstruksikan agar seluruh program prioritas termasuk paket kebijakan terus dikawal. “Baik dengan turun ke lapangan, cek langsung, dan juga untuk melihat dari sisi perjalanan prosedurnya,” kata Jokowi.

Kepala Staf Presiden, Teten Masduki mengungkapkan pemerintah masih terus melakukan pengujian di lapangan agar regulasi-regulasi yang ada memberi kenyamanan, baik untuk para investor maupun UMKM. “Meski implementasi paket kebijakan sudah berjalan, kita akan lakukan perbaikan kalau ada complain dari dunia usaha,” katanya. Teten menambahkan, pemerintah juga memprioritaskan pembangunan infrastruktur. “Supaya bisa menarik investasi di dalam negeri, infrastruktur harus kita bangun lebih dulu,” pungkas Teten.

Perekonomian Indonesia 2016
Oleh: Irma Kesuma Dewi
Sumber: Media Keuangan Janurai 2017