APBN Kredibel Bisa Jadi Solusi
APBN
Kredibel Bisa Jadi Solusi. Tahun baru berarti harapan baru.
Demikian pula yang tercermin dalam kebijakan fiskal pemerintah melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2017. Mengusung tema “APBN yang
Lebih Kredibel dan Berkualitas di Tengah Ketidakpastian Global”, APBN 2017
dibangun dengan semangat mengembalikan kredibilitas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati dalam pemaparannya di Seminar “Indonesia Economic Outlook 2017”
kembali menegaskan pentingnya kredibilitas APBN. Menurut Sri Mulyani, APBN yang
kredibel menjadi pijakan pasti para pembuat kebijakan terutama saat menghadapi
krisis.
“Kalau APBN kredibel,
penatausahaan dan tata kelola bagus, angka-angkanya dapat dipercaya, (sehingga)
kalau ada pressure, (maka) ada ramburambunya,” ungkap Sri Mulyani. Lebih lanjut
Sri Mulyani memaparkan, APBN yang kredibel akan lebih efektif dan mampu memberi
dampak ekonomi bagi masyarakat.
Baca Juga: Optimalisasi Penerimaan Negara
Dalam APBN 2017 berbagai
sasaran pembangunan ditetapkan. Namun di sisi lain, APBN disusun agar tetap
sehat, kredibel, dan berkelanjutan. Caranya dengan menetapkan angka yang
realistis dan mempertahankan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas.
Dampak
Ekonomi Global
Sebagaimana diketahui,
penyusunan APBN 2017 berlandaskan pada asumsi makro yang telah disepakati
antara Kementerian Keuangan dengan DPR beberapa waktu lalu. Dalam pembahasan tersebut,
pertumbuhan ekonomi Indonesia 2017 diyakini berada di kisaran 5,1 persen.
Penetapan target ini dilakukan dengan mencermati perkembangan terkini dari
eksternal maupun internal.
Pada sisi ekternal,
perekonomian global masih dipengaruhi ketidakpastian arah kebijakan moneter negara
maju, perkembangan harga komoditas internasional, serta tren perlambatan
ekonomi Tiongkok. Sementara dari sisi internal, pertumbuhan ekonomi diharapkan
mampu didorong oleh belanja infrastruktur pemerintah dalam rangka menguatkan
sektor produktif sebagai penggerak pertumbuhan perekonomian.
Baca Juga: Revaluasi Aset BUMN
Tidak hanya itu, sebanyak
empat belas paket kebijakan yang telah diluncurkan pemerintah diharapkan dapat
mendorong investasi yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menjaga
stabilitas ekonomi makro. Untuk itu, Sri Mulyani meyakini angka tersebut sudah menggambarkan
titik seimbang antara optimisme dan kehati-hatian.
“Optimisme karena kita
mampu menjaga momentum, kehati-hatian karena kita tahu bahwa tantangan
eksternal dan mungkin internal harus kita hadapi dan kita selesaikan”
terangnya.
Reformasi
Anggaran
Upaya mereformasi sudah
sejak 2015 digulirkan pemerintah dalam kebijakan APBN. Maka pada 2017,
pemerintah memastikan komitmennya untuk menjaga keberlanjutan reformasi
struktural atas kebijakan APBN. Sedikitnya terdapat tiga pilar utama dalam
reformasi ini. Pertama, optimalisasi pendapatan, Kedua, peningkatan kualitas
belanja. Ketiga, menjaga kesinambungan pembiayaan anggaran.
Pada sisi pendapatan
negara, optimalisasi pendapatan diarahkan pada perluasan basis pendapatan. Namun
tetap selaras dengan kapasitas perekonomian agar tidak mengganggu iklim
investasi. Sementara itu pada sisi belanja, kualitas belanja diarahkan pada
pemanfaatan anggaran untuk belanja yang bersifat produktif dan prioritas.
Diantaranya seperti pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan,
penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan kesenjangan. Pada sisi pembiayaan, penghematan
dilakukan pada pembiayaan investasi. Fokus pemerintah adalah pada kemandirian
BUMN dan infrastruktur melalui sumber pembiayaan murah.
Kebijakan
Fiskal Ekspansif
Kebijakan defisit
ekspansif dan terarah masih menjadi pilihan pemerintah dengan tetap berkomitmen
pada reformasi penganggaran dan prinsip kehati-hatian. Dalam postur APBN 2017, pemerintah
menetapkan jumlah pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun. Jumlah ini
terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.489,9 triliun, penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) sebesar Rp250 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp1,4
triliun.
Baca Juga: Merenungi Masa Depan Amnesti Pajak
Sementara untuk belanja negara,
pemerintah menyepakati jumlah Rp2.080 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah
pusat serta transfer ke daerah dan dana desa. Dengan demikian, defisit anggaran
ditetapkan sebesar Rp330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB). Hal ini dilakukan demi mendukung pembangunan yang produktif.
Melalui kebijakan defisit
ekspansif tersebut, setidaknya terdapat lima kebijakan pokok yang diusung pemerintah
dalam APBN 2017. Pertama, belanja yang lebih produktif. Kedua, subsidi yang
lebih tepat sasaran. Ketiga, penguatan desentralisasi fiskal. Keempat,
optimalisasi penerimaan negara yang lebih realistis. Terakhir, fokus terhadap kesinambungan
fiskal.
Belanja
Lebih Produktif
Demi belanja yang lebih
produktif dan berkualitas, kebijakan APBN 2017 diarahkan pemerintah untuk
peningkatan belanja infrastruktur dan keberpihakan bagi masyarakat tidak mampu.
Upaya yang dilakukan diantaranya melalui penghematan belanja barang dan belanja
yang tidak prioritas, subsidi yang lebih tepat sasaran, serta mendorong
pembangunan infrastruktur daerah melalui anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) dan
Dana Alokasi Umum (DAU). Lebih lanjut, kualitas perencanaan anggaran
diperbaiki, disertai dengan pengelolaan anggaran yang berorientasi pada hasil.
Porsi anggaran
infrastruktur naik secara signifikan dibandingkan APBNP 2016. Sebelumnya, infrastruktur
dialokasikan sebesar 15,2 persen, namun kini naik menjadi 18,6 persen dari
total belanja negara. Fokus pemerintah dalam pembangunan infrastruktur juga
berlaku di daerah. Hal ini dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 18 tahun 2016
tentang APBN yang mengamanatkan agar dana transfer umum dimanfaatkan pemda
untuk belanja infrastruktur, sekurangkurangnya sebesar 25 persen.
Belanja negara juga
ditujukan demi pengurangan tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial. Salah satunya
pemenuhan belanja yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan (mandatory
spending). Dalam anggaran kesehatan, misalnya, pemerintah konsisten menjaga
porsi 5 persen dari APBN. Fokus pemerintah dilakukan dengan memperkuat upaya
promotif dan preventif, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta
mempercepat perbaikan gizi masyarakat.
Sementara itu, anggaran
pendidikan konsisten dijaga dengan porsi 20 persen dari APBN. Prioritas kebijakan
dilakukan dengan meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan. Untuk itu,
APBN 2017 menyasar tenaga pendidik melalui tunjangan profesi, menyasar pelajar
melalui Kartu Indonesia Pintar, beasiswa Bidik Misi, maupun bantuan operasional
sekolah (BOS), serta menyasar sarana pendidikan melalui rehabilitasi ruang
sekolah baik melalui pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Meski belanja pemerintah
pusat mendominasi porsi belanja negara, akan tetapi pemerintah telah merumuskan
belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsinya. Porsi terbesar diperuntukkan
bagi pelayanan umum sebesar 27 persen dari total belanja pemerintah pusat.
Diikuti fungsi ekonomi sebesar 23,6 persen, serta fungsi perlindungan sosial
sebesar 12 persen. Selain itu terdapat pula fungsi pendidikan, ketertiban dan keamanan,
pertahanan, kesehatan, perumahan dan fasilitas umum, perlindungan lingkungan
hidup, agama, hingga pariwisata.
Subsidi
Tepat Sasaran
Perbaikan mekanisme
pemberian subsidi turut menjadi fokus pemerintah. Pada subsidi energi, terutama
bahan bakar minyak (BBM), pemerintah mengubah subsidi harga menjadi subsidi
tetap yang hanya diberikan untuk solar. Sementara premium sudah tidak lagi
disubsidi. Selanjutnya, hasil penghematan digunakan untuk belanja yang lebih
produktif.
Tidak hanya itu, mekanisme
penyaluran subsidi juga dilakukan agar lebih tepat sasaran. Diantaranya melalui
perbaikan basis data yang transparan dan penataan ulang sistem penyaluran
subsidi yang lebih akuntabel. Pada subsidi energi bahan bakar minyak, misalnya,
subsidi dilakukan bertahap dengan pola distribusi tertutup/targeted berdasarkan
nama dan alamat. Hal ini juga berlaku untuk subsidi tabung gas LPG 3 kilogram.
Pada subsidi nonenergi,
pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk subsidi pangan, subsidibenih,
subsidi pupuk, subsidi PSO, subsidi pajak, dan subsidi bunga kredit program.
Total subsidi nonenergi pada 2017 mencapai Rp82,7 triliun. Salah satu yang yang
cukup menonjol adalah subsidi pangan dimana pemerintah melakukan konservasi
secara bertahap dari subsidi pangan (rastra) menjadi program bantuan pangan
(nontunai/ voucher).
Desentralisasi
Fiskal
Sebagaimana diketahui,
belanja negara dialokasikan untuk belanja pusat serta transfer ke daerah dan
desa. Untuk tahun ini, pemerintah mengalokasikan transfer ke daerah dan dana
desa mencapai Rp764,9 triliun. Jumlah ini lebih besar dibandingkan belanja K/L
sebesar Rp763,5 triliun. “Artinya banyak fungsi didaerahkan sekarang. Fungsi
pemerintah pusat mayoritas sudah didelegasikan ke daerah,” jelas Sri Mulyani.
Perimbangan antara pusat dan daerah, lanjut Sri Mulyani, telah terjadi dan akan
terus terjadi.
Dalam konferensi pers
terkait APBN 2017 beberapa waktu lalu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa besarnya
jumlah belanja pemerintah pusat dikarenakan adanya sejumlah belanja yang memang
tidak dapat didelegasikan kepada pemerintah daerah, seperti belanja yang
terdapat di kementerian pertahanan dan kementerian sosial. “Belanja pemerintah pusat
hanya pada fungsi-fungsi yang tidak didelegasikan. (Kini) dana desa sudah meningkat
sangat besar,” jelas Sri Mulyani.
Pendapatan
Negara: Optimal dan Realistis
APBN 2017 menargetkan
pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun dengan penerimaan pajak dipatok
lebih realistis sebesar Rp1.489,9 triliun. Hal ini disusun dengan
mempertimbangkan potensi perpajakan yang bisa diterima pemerintah pada 2017
mendatang, termasuk realisasi program tax amnesty dan penerimaan dari
sumber-sumber pajak baru.
Untuk mencapai target
penerimaan perpajakan, pemerintah akan menerapkan beberapa kebijakan di bidang
perpajakan. Kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam hal perpajakan berfokus
pada lima hal. Pertama, peningkatan tax base dan tax compliance melalui
optimalisasi kebijakan pengampunan pajak, intensifikasi melalui penggunaan teknologi
informasi, serta ekstensifikasi dan penguatan basis data perpajakan melalui
optimalisasi pemanfaatan data pihak ketiga.
Kedua,
insentif perpajakan antara lain melalui keringanan tarif bagi industri tertentu
untuk meningkatkan iklim investasi, daya saing, dan hilirisasi industri dalam
negeri. Ketiga, perbaikan regulasi terkait perpajakan. Keempat, pengenaan cukai
untuk pengendalian barang konsumsi tertentu melalui kebijakan tarif dan penegakan
hukum dan penindakan demi menghindari dampak negative externality. Terakhir,
perpajakan internasional guna mendukung transparansi.
Langkah-langkah kebijakan yang
bersifat teknis juga digalakkan. Diantaranya peningkatan pelayanan kepada Wajib
Pajak dan efektivitas penyuluhan, pemeriksaan dan penagihan pajak, serta ekstensifikasi
dan intensifikasi perpajakan. Kebijakan tahun 2017 juga difokuskan pada
peningkatan law enforcement serta melanjutkan program pengampunan pajak yang
telah berlangsung sejak semester kedua tahun 2016.
Kesinambungan
Fiskal
Kebijakan ekspansif dalam
APBN 2017 bukan tanpa alasan. Hal ini dilakukan demi mendorong ekonomi yang
berkelanjutan dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu,
hal ini juga dilakukan demi meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing.
Meski berdampak pada defisit yang ditutup melalui pembiayaan anggaran,
kebijakan defisit diarahkan agar tetap sehat dan berkesinambungan.
Rasio utang juga terhadap
PDB dijaga agar tetap terkendali. Diketahui, defisit Indonesia masih relatif lebih
rendah dibandingkan negara lain. Tidak hanya itu, pembiayaan melalui utang
dimanfaatkkan terutama untuk kegiatan produktif dan diarahkan untuk mengoptimalkan
pembiayaan yang kreatif dan inovatif bagi UMKM. Bahkan pada APBN 2017
pembiayaan investasi ditekan hanya sebesar Rp47,5 triliun. Jumlah ini jauh di
bawah APBNP 2016 sebesar Rp94,0 triliun. Sebab pemerintah membuka akses pembiayaan
pembangunan dan investasi kepada masyarakat secara lebih luas serta mengutamakan
kemandirian BUMN.
Penutup
Sebagai APBN tahun ketiga
di era pemerintahan Kabinet Kerja, masyarakat tentu berharap agar APBN dapat
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun pemerintah secara
tepat dan optimal. Terlebih APBN 2017 memprioritaskan pembangunan infrastruktur
yang diikuti upaya menurunkan tingkat kemiskinan dan kesenjangan antarwilayah
dengan tetap menjaga pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan. Hal ini
tidak dapat diwujudkan tanpa komitmen sungguh sungguh dari pemerintah, serta pengawasan
dari seluruh masyarakat agar APBN benar-benar menjadi solusi bagi perekonomian
negara.
APBN Kredibel Bisa
Jadi Solusi
Oleh: Farida Rosadi
Sumber: Media
Keuangan Januari 2017