Akuntabilitas dalam Penatausahaan Barang Milik Negara
Akuntabilitas dalam
Penatausahaan Barang Milik Negara (Riviu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016
tentang Penatausahaan Barang Milik Negara): Demi mewujudkan tertib administrasi
Barang Milik Negara (BMN) yang efektif, efisien, optimal, dan akuntabel, serta
menyikapi perkembangan pengelolaan BMN, Kementerian Keuangan mengganti ketentuan
penatausahaan BMN yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.06/2007 (PMK 120) dengan PMK Nomor 181/PMK.06/2016 (PMK 181).
Penatausahaan BMN penting untuk dilakukan agar semua BMN terdaftar dan tercatat
dengan baik menurut penggolongan dan kodefikasi barang, dapat diketahui jumlah,
nilai, dan kondisi yang sebenarnya, serta dapat dilaporkan dan disajikan secara
akurat.
Pembaruan aturan juga
bertujuan untuk mengharmonisasikan ketentuan mengenai sistem akuntansi pemerintah
pusat dengan beberapa norma yang sebelumnya diatur dalam PMK 120, tetapi kini
telah memiliki aturan tersendiri. Khususnya mengenai penggolongan dan
kodefikasi BMN, tata cara pengelolaan BMN idle, perencanaan kebutuhan BMN, dan
penyusutan BMN berupa aset tetap pada entitas pemerintah pusat beserta aturan
pelaksanaannya.
Baca Juga:
1. Pengertian Akuntansi Menurut Para Ahli
2. Akuntansi: Perspektif Rasa dan Batin
3. Perusahaan Asuransi Berdasarkan Tinjauan Pustaka
4. Perkembangan Industri Asuransi di Indonesia
5. Telaah Literatur Penganggaran Daerah
6. Penganggaran Daerah: Instrumen Akuntabilitas Pengelolaan Dana Publik
7. Analisis Laporan Keuangan
Baca Juga:
1. Pengertian Akuntansi Menurut Para Ahli
2. Akuntansi: Perspektif Rasa dan Batin
3. Perusahaan Asuransi Berdasarkan Tinjauan Pustaka
4. Perkembangan Industri Asuransi di Indonesia
5. Telaah Literatur Penganggaran Daerah
6. Penganggaran Daerah: Instrumen Akuntabilitas Pengelolaan Dana Publik
7. Analisis Laporan Keuangan
Beberapa aturan yang
diperbarui antara lain terkait penyesuaian istilah/definisi, penggolongan objek
penatausahaan BMN yang lebih rinci, pengecualian pengaturan penatausahaan BMN
tertentu, serta kapitalisasi dan penyusutan BMN. Selain itu, terdapat pula
pengaturan mengenai daftar barang hilang/barang rusak berat, serta BMN berupa
Bantuan Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS). Namun, format
laporan dalam PMK 181 dibuat lebih sederhana, baik pada jumlah maupun jenisnya.
Penatausahaan:
Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan
Penatausahaan BMN meliputi
alur proses pembukuan, inventarisasi aset dan pelaporan. Objek penatausahaan BMN
dalam PMK 181 tidak hanya terbatas pada barang yang dibeli dan diperoleh dengan
menggunakan APBN, seperti yang ditentukan dalam PMK 120, tetapi juga BMN yang diperoleh
dari hibah/ sumbangan, barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan
perjanjian/kontrak, barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, dan barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam pencatatannya,
penggolongan objek penatausahaan BMN dirinci lebih lanjut berdasarkan sudut
pandang neraca/akuntansi dan dicatat sebagai akun persediaan, tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, aset tetap
lainnya, konstruksi dalam pengerjaan, dan aset lain-lain. Hal lain dalam
ketentuan PMK 181 adalah terdapat pengecualian terkait pengaturan penatausahaan
BMN tertentu apabila telah diatur dalam PMK atau peraturan lain. Diantaranya penatausahaan
BMN atas BMN yang berasal dari aset KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) migas,
aset kontraktor PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), dan
pada pengelola barang yang berasal dari aset eks pertamina.
Pembukuan Berjenjang Dalam
kegiatan pembukuan PMK 181, daftar BMN per K/L pada Pengelola Barang memuat
seluruh BMN akan tetapi penyajiannya berbeda pada setiap jenjangnya. Mulai dari
KPKNL, Kanwil DJKN, sampai kantor Pusat DJKN. Daftar Barang Milik Negara Kantor
Daerah (DBMN KD) yang dicatat KPKNL memuat seluruh data BMN. Selanjutnya,
Daftar Barang Milik Negara Kantor Wilayah (BMN-KW) yang dicatatat Kanwil DJKN memuat
seluruh data BMN dengan penyajian terbatas pada tanah, gedung dan bangunan,
bangunan air, serta peralatan dan mesin yang memiliki Kartu Identitas Barang
(KIB). Sementara itu, kantor pusat DJKN mencatat Daftar Barang Milik Negara (DBMN)
yang memuat seluruh data BMN dengan penyajian terbatas pada tanah, gedung dan
bangunan, serta alat angkutan.
Perlu
Inventarisasi
Agar laporan menggambarkan
nilai BMN yang sebenarnya, diperlukan inventarisasi BMN secara berkala. Berdasarkan
ketentuan Pasal 18, opname fisik perlu dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam
satu tahun, khususnya untuk BMN yang berwujud persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan.
Ketentuan tersebut juga mengatur perlunya dilakukan sensus barang, sekurangkurangnya
sekali dalam lima tahun, khususnya untuk BMN selain persediaan dan konstruksi dalam
pengerjaan. Inventarisasi tidak perlu dilakukan untuk BMN yang berwujud
persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat/ pemerintah daerah dan tidak
berada dalam penguasaan, serta belum ada persetujuan pemindahtanganan.
Laporan
dan Sanksi
Laporan penatausahaan BMN wajib
disusun setiap semester beserta mutasinya secara berjenjang. Selain posisi dan
mutasi, kewajiban pelaporan juga berlaku apabila terdapat penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) atas pelaksanaan pengelolaan BMN. Sesuai ketentuan dalam PMK 181,
format, daftar, buku, serta laporan dibuat lebih sederhana, baik dari jumlah
maupun jenisnya, serta harus disesuaikan dalam rangka harmonisasi dengan
peraturan lainnya. Jumlah laporan yang wajib disampaikan dibagi per jenjang,
mulai dari 16 format hingga 40 format. Sementara dalam aturan sebelumnya,
laporan dibuat dalam 36 hingga 62 format.
Dalam PMK 181, sanksi
diberikan apabila aturan mengenai pendaftaran BMN, pemutakhiran dan rekonsiliasi,
hingga pelaporan BMN tidak ditaati. Sanksi yang diberikan berupa penolakan
usulan pemanfaatan, pemindahtanganan atau penghapusan BMN, surat peringatan,
dan rekomendasi pengenaan sanksi penundaan penerbitan Surat Perintah Pencairan
Dana (SP2D).
Penutup
Aturan penatausaan BMN
dibuat dengan menjunjung asas transparansi dan penyesuaian terhadap aturan yang
terkait dengan sistem akuntansi pemerintah pusat. Hal tersebut tergambar dari
adanya pencatatan BMN, inventarisasi untuk menilai BMN, dan adanya aturan
perubahan atau koreksi atas nilai aset, baik karena pengurangan kuantitas, pengembangan
nilai aset, maupun koreksi perubahan kondisi. Prosedur penyampaian laporan juga
dibuat lebih sederhana. Hal tersebut sebagai wujud akuntabilitas dari
penggunaan BMN yang berasal dari APBN maupun sumber lain.
Akuntabilitas dalam
Penatausahaan Barang Milik Negara
(Riviu Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik
Negara)
Oleh: Budi Sulistyo
Sumber: Media
Keuangan Januari 2017