Mengembangkan Komoditas Unggulan Dengan “Kultur Jaringan”
Indonesia memiliki potensi
yang sangat besar dalam meningkatkan produksi produk pertanian. Iklim yang sesuai dan intensitas hujan cukup
sepanjang tahun menjadi faktor pendukung utama.
Permintaan buah-buahan yang cukup tinggi, akibat gaya hidup sehat untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Buah yang mulai
menjadi primadona adalah pisang cavendish, jambu biji, mangga, pepaya, dan
nenas.
![]() |
Rifky Bangsawan |
Dikutip dari Indian Horticulture
Database (2014), Indonesia menempati peringkat ke 5 dunia untuk produksi jambu
biji, mangga, dan nenas. Dari database
yang sama produksi pisang menempati peringkat 6 dunia dan yang lebih luar biasa
adalah jumlah produksi pepaya yang menempati peringkat 3 dunia. Ini merupakan kabar baik untuk industri
pertanian Indonesia, sekaligus signal bagi masa depan segmen perbanyakan
tanaman. Produksi tinggi tanpa diimbangi
teknologi perbanyakan tanaman yang baik akan menimbulkan inkonsistensi.
Kita ambil contoh pisang
cavendish. Kandungan buah pisang yang
kaya gizi akan menyediakan energi relatif tinggi dibanding buah yang lain. Pisang memiliki nilai jual yang cukup tinggi
dan peluang pemasaran yang terus diperluas, Indonesia sangat memungkinkan untuk
peningkatan produksi pisang yang ada demi memenuhi kebutuhan dalam dan luar
negeri. Kurun waktu 5 tahun terakhir,
kemampuan produksi pisang Indonesia relatif stabil dan meningkat walaupun
kurang signifikan.
Provinsi-provinsi produsen
pisang terbanyak Indonesia pada tahun 2015 diantaranya berada di Lampung
(1.937.348 ton), Jawa Timur (1.629.437 ton), dan Jawa Barat (1.306.287 ton)
(Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2016). Pertumbuhan produksi di Lampung hingga 30,75%
dibanding produksi tahun sebelumnya, persentase yang lebih tinggi dibanding 2
provinsi lain. Permintaan pisang yang
meningkat akibat masyarakat mulai sadar gizi, jumlah penduduk meningkat dan
pendapatan stabil.
Baca Juga: Bila Singkong Diimpor
Demand buah yang sangat
tinggi tentu saja mengundang supply bibit yang juga mumpuni, hal ini yang perlu
kita sikapi. Dibutuhkan dukungan
teknologi yang mampu mengimbangi dari sektor pembibitan. Perkebunan buah monokultur berskala luas
dewasa ini mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan bibit.
Rintangan pertama yang
harus diatasi berupa kesulitan dalam memproduksi tanaman bibit dalam jumlah
besar, namun tetap mampu menjaga kualitas dan keseragaman. Rintangan kedua dalam penyediaan bibit adalah
cara konvensional yang biasa digunakan kurang efektif, misalnya perbanyakan
pisang melalui anakan maupun belahan bonggol atau perbanyakan anggrek melalui
tunas samping, perbanyakan tebu, sawit, dan lain-lain. Kebutuhan bibit bagi kebun skala ratusan
hektar tentu tidak dapat dipenuhi melalui cara konvensional.
Baca Juga: Pertamina Solusi Bahan Bakar Berkualitas dan Ramah Lingkungan: Ulasan Produk Pertamina Berkualitas dan Ramah LingkunganKultur jaringan tanaman memberikan solusi yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah yang telah disebut di atas. Menurut Yusnita (2015) dalam budidaya pisang monokultur berskala luas, ketersediaan bibit yang jelas jenisnya, seragam ukurannya, sehat dan kuat (vigorous) dalam jumlah yang cukup merupkan faktor pembatas utama.
Tanaman muda yang
diperbanyak melalui teknologi kultur jaringan dikenal memiliki keseragaman yang
tinggi dan bebas penyakit. Teknologi
yang sangat cocok bila dapat dimanfaatkan untuk mencukupi dahaga kebutuhan
bibit buah dalam skala besar dengan kualitas terjaga. Kultur jaringan adalah teknik
mengembangbiakkan bagian tanaman dalam kondisi aseptik di dalam tabung (in vitro) yang berisi media buatan
bernutrisi lengkap dan dalam kondisi terkontrol untuk tujuan tertentu (Yusnita,
2003).
Jadi kalo biasanya anda
melakukan perbanyakan dengan menggunakan biji, cangkok, atau stek. Kultur jaringan prinsipnya sama yaitu
mengambil bagian tanaman juga, namun kontinuitas produksi tetap dapat terjaga
tanpa harus merusak tanaman induk atau mengalami penurunan kualitas bibit.
Kultur jaringan adalah
teknik mengulturkan bagian tanaman muda didalam tabung yang berisi media
bernutrisi lengkap dan dalam kondisi yang sesuai dengan ketentuan. Bagian tanaman muda ini bisa diambil dari
daun, akar, atau dari polen (khusus anggrek).
Mengapa batang jarang digunakan?
Karena batang relatif sudah tua jaringan-jaringan penyusunnya, dari
terminologi kultur jaringan dapat diartikan adalah yang dikulturkan itu bagian
jaringannya yang mana masih muda dan aktif.
Selayaknya generasi muda, jaringan muda tanaman juga aktif,
meledak-ledak, dan progresif.
Bagian tanaman yang telah
dikulturkan tadi harus ditumbuh kembangkan didalam tabung hingga menjadi
tanaman mini. Setelah tanaman mini
terbentuk maka dilakukan pemisahan/pemotongan pada tunas tanaman yang lebih
dari satu, fase ini disebut sebagai fase multiplikasi. Fase multiplikasi juga memiliki teknik khusus
pada beberapa komoditas tanaman. Setelah
jumlah tanaman mini yang terbentuk cukup banyak, maka fase selanjutnya adalah
pemanjangan tunas dan pembentukan akar.
Fase ini tetap dilakukan didalam tabung, namun komposisi media yang ada
harus disesuaikan sehingga mendukung proses ini. Tabung dengan tinggi kurang lebih 8-12 cm
dengan media+komposisi yang beragam menjadi alam kandungan bagi tanaman mini
yang tengah kita produksi.
Setelah panjang tunas dan
akar dirasa cukup pertumbuhannya, fase selanjutnya aklimatisasi yang mana
prosesnya adalah memperkenalkan tanaman pada dunia luar tabung secara bertahap.
Memperkenalkan dunia luar ini dimulai dari peningkatan intensitas cahaya hingga
peningkatan suhu ruang bagi tanaman.
Setelah tanaman siap untuk tumbuh didunia luar, maka tanaman dipindah ke
media tanam yang ada di rumah kaca. Tentu saja semua proses harus terukur agar
perjuangan pada fase-fase sebelumnya tidak mengalami kesia-siaan.
Begitulah kura-kura
penjelasan saya tentang Kultur Jaringan..
Penulis: Rifky Bangsawan
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung