Breaking News

Marketing Politik Pada Media Sosial

Apa yang disampaikan oleh indotelko pada artikel “Fenomena Digital Marketing Di Politik” saya rasa sangat menarik untuk di ulas. Seperti yang disampaikanya berdasarkan survey yang dilakukan oleh Opera pada sembilan kota besar yakni sekitar 78% responden mengatakan bahwa pada saat mereka menunggu akan merasakan lebih baik ketika mereka memiliki koneksi internet. Survey yang melibatkan 1000 orang responden itu mengatakan mereka melakukan koneksi internet dengan melakukan browsing atau berselancar dengan mengakses media sosial. Media sosial menjadi pilihan utama ketika memakai smartphone saat menunggu. Sedangkan 66% responden rela mengorbankan beberapa hal termasuk minum kopi, waktu mandi dan kehilangan makan malam demi mendapatkan koneksi internet saat menunggu.

Marketing Politik Pada Media Sosial
free image by pixabay

Pada situasi inilah para marketing politik memanfaatkan peluang untuk memasarkan seseorang di media sosial. Atau bisa juga melalui media sosial seperti facebook, kita bisa melihat tokoh-tokoh politik memasang laman bersponsor untuk menjangkau para peselancar media sosial demi menjual brand mereka. Dengan sosialisasi secara pribadi dan penokohan melalui kegiatan-kegiatan para tokoh politik.
Baca Juga:  Internet Menjadi Alat Propaganda dan Pembunuhan Karakter
Pengaruh media sosial memang tidak bisa dianggap remeh, seperti yang diungkapkan oleh indotelko bahwa hasil survey LSI (Lingkaran Survei Indonesia) misalnya elektabilitas Ahok yang semakin menurun sejak Maret 2016 dan terkesan menjadi musuh bersama di dunia maya.

Elektabilitas Ahok menurun akibat blunder-blunder dan serangan politik melalui media sosial. Blunder yang dilakukan Ahok menjadi sasaran empuk dan menyebabkannya menjadi musuh bersama. Kita tidak akan mengetahui apa yang diungkapkan oleh Ahok di Kepulauan Seribu pada waktu lalu jika tidak ada yang menyebarkannya di media sosial.
Baca Juga: Bahaya Menyebar Kebencian
Media sosial menjadi sarana yang efektif pada saat ini untuk menjangkau sasaran yang tepat dan langsung pada sasaran. Sebab sebagai tayangan bersponsor, ia bisa disetting untuk menjakau wilayah geografis yang kita inginkan. Untuk wilayah Propinsi Lampung misalnya maka kita bisa mensiasatinya dengan orang-orang yang memiliki koneksi media sosial berdasarkan wilayah asal yang bersangkutan.

Lemahnya pasukan dunia maya adalah dengan kehadiran pasukan nasi bungkus yang biasa disebut panasbung yang tidak memiliki daya intelektual dan terkesan asal jeplak. Mereka-mereka yang disiapkan untuk berkomentar pada portal-portal berita dan media sosial serta fanspage yang tersedia jika tidak diisi dengan wacana intelektualitas yang baik cenderung berkomentar asal-asalan dan menyerang secara individu atau menjatuhkan citra seseorang. Ini selalu diungkapkan berulang-ulang. Pembolak-balikan logika sepertinya sudah biasa, nalar dalam memahami pemberitaan dan isu dimedia sosial harus dicerna dengan jernih dan tidak ditelan mentah-mentah jika tidak ingin terseret pada gagal paham dalam memahami wacana.
Baca Juga:  Pentingnya Membentuk Badan Cyber Nasional
Kelemahan disini yang saya maksud adalah bagaimana kita membangun komentar yang mendidik dan membicarakan program-program kerja dan tidak menyerang secara pribadi. Kelemahan ini sepertinya terjadi pembiaran atau juga memang sudah tidak bisa dikendalikan. Sehingga kita seperti sudah biasa melihat komentar-komentar para pemuja settingan salah satu tokoh yang membabi buta membela tuannya dan menyerang kelompok lain dengan kata-kata yang tak elok apalagi bijak.

Oleh sebab itu, pada dekade terakhir ini banyak para marketing politik yang menggunakan panggung media sosial untuk memasarkan seseorang. Terutama sekali bisa kita saksikan pada Pilpres yang lalu. Perang opini pada program dan penokohan berdampak pada mempengaruhi persepsi para pemilih untuk menentukan pilihannya. Atau juga mempengaruhi referensi pendapatnya ketika ia saling berkomentar pada media sosial dan obrolan-obrolan di warung kopi.

Indotelko mencatat bahwa dalam memahami media sosial yang harus dipahami dalam kampanye politik adalah dua fungsi strategis yakni berkomunikasi secara real time dan mendengarkan aspirasi. Pameo yang harus dipahami oleh para netizen menurut catatannya adalah seperti yang dituliskan oleh George Orwell yakni “bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar sebagai kejujuran dan pembunuhan tampak terhormat, serta untuk memberikan angin surga.

Seperti halnya opini dan portal-portal berita yang mempengaruhi para netizen, hasil survey salah satu lembaga juga merupakan sarana untuk menggiring opini para netizen untuk menentukan pilihannya. Hasil survey yang dibuka dan disebarkan di dunia maya tentunya.