Ekonomi Berbagi dengan Pariwisata.
Saya sampai di Taman
Nasional Way Kambas (TNWK) beberapa hari lalu sebagai wisatawan. (Berwisata itu
adalah kerja riang gembira). Bertemu dengan beberapa orang di desa penyangga
TNWK --istilah desa penyangga ini buatan pemerintah--dan mengobrol tentang banyak
hal. Saya kebetulan lagi menyibukkan diri mengumpulkan etnohistoris (semacam
dongeng) yang ada di lingkungan masyarakat.
Dulu saya pernah
mengumpulkan dongeng dari salah satu desa. Saya kemudian membuatnya jadi cerpen
berjudul Gajah Berkaki Tiga. Ini cerita gajah mistis, seekor gajah yang akan
muncul di perkampungan penduduk dan mengobrak-abrik semuanya, hanya untuk
memberitahu ada pelanggaran moral di desa bersangkutan.
Baca Juga: Mungkinkah Lampung Mengandalkan Pariwisata
Cerpen Gajah Berkaki Tiga
ini saya ikutkan dalam lomba cerpen AA Navis Award dan memenangi lomba itu.
Cerpen itu sekarang terkumpulan dalam buku Kumpulan Cerpen Riau Pos terbit 2014
lalu.
Dalam keseibukan
mengumpulkan cerita dongeng itu, saya jadi tahu banyak hal tentang ekonomi
berbagi (sharing economy) yang ada di
lingkungan masyarakat desa. Sebetulnya, mereka tidak menyadari telah melakukan
sesuatu yang besar.
Baca Juga: Momentum Kebangkitan Pariwisata Lampung
Ekonomi berbagi yang saya
maksud berbentuk bisnis home stay.
Ada beberapa orang yang mengubah rumahnya jadi homestay. Mereka mempromosikan
sendiri-sendiri. Saya bilang, alangkah bagusnya bila mereka mulai berbisnis
secara profesional dengan konsep marketing yang asyik.
Maksud saya, berbagi itu
dijadkan sebagai platfrom ekonomi. Contoh yang bisa dilakukan, meniru para
investor bermodal besar ketika mereka membangun Airbnb Inc. Salah satu
proyeknya menjual bersama vila yang ada di Bali.
Kalau AirBnB dimiliki
investor besar di Silicon Valley, maka platform berbagi ini dimiliki seluruh
pemilik homestay. Mereka bisa mengandalkan UU tentang Desa yang mendorong usaha
pembentukan BUMDes. Atau, bisa saja satu desa memiliki koperasi yang unit
usahanya homestay.
Dengan begitu, platform
menjadi public good yang bisa diakses dan dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat.
Artinya, platform berbagi memiliki prospek untuk menjadi platform pemerataan
kemakmuran. Syaratnya cuma satu, yaitu jika platform itu dimiliki, digunakan,
dan dikelola oleh para pemain yang terlibat di dalamnya.
Di Indonesia, bisa juga
belajar dari Go-Jek atau Uber. Perusahaan ini dimiliki oleh tukang-tukang ojek
atau sopir-sopir taksi yang bergabung di dalamnya. Entahlah, tapi Go Jek dan
Uber milik investor besar.
Dengan model platform
berbagi, pertumbuhan sertamerta akan diikuti dengan pemerataan, karena rezeki
yang didapat langsung dinikmati bersama. Kalau sudah begitu, platform ini bisa
mendorong terwujudnya ekonomi kerakyatan. Maka, sektor pariwisata bisa menjadi
sektor unggulan ekonomi.