Menerapkan Cara Duterte Dalam Pemberantasan Narkoba di Indonesia
Presiden baru Filipina Rodrigo
Duterte bisa dibilang sebagai seorang pemberani dalam melakukan pemberantasan
narkoba di negaranya kalaupun tak ingin disebut sadis dan kejam. Tidak tangung-tanggung
dalam waktu tidak sampai dua bulan sudah 2.400 nyawa pengedar/pengguna narkoba
yang melayang, baik yang dilakukan oleh pihak kepolisian maupun dengan pembunuhan
yang dilakukan oleh masyarakat umum. Mengapa? Karena Duterte menjanjikan
imbalan bagi siapapun yang membunuh/ menangkap pengedar/ gembong narkoba.
Kebijakan ini mengakibatkan para pengedar ketar ketir dan menyerahkan diri
secara massal.
Dus, segala tindak
tanduknya ini mendapat kecaman baik dari pegiat HAM, Sekjen PBB dan bahkan
Barack Obama pun tidak ketinggalan untuk ikut andil bicara dan menyoroti
tindakan Duterte yang dianggap tidak beradab.
Apakah ia gentar, tidak. Justru
ia menyerang balik mereka-mereka yang mengkritik caranya dalam pemberantasan
narkoba. Ia mengancam akan membawa Filipina keluar dari PBB dan terakhir bahkan ia menyebut
Obama sebagai anak seorang pelacur dan ia menolak untuk bertemu dengan Obama
dalam acara KTT Asia Timur di Laos.
Narkoba sudah menjadi
penyakit yang akut di negara tersebut dengan tingkat pengguna yang mengkhawatirkan.Latar
Belakang itulah yang membuat Duertete berang dan menerapkan kebijakan yang
dianggap kontroversial.
Budi Waseso selaku Kepala
Badan Narkotika Nasional (BNN) angkat bicara dan menginginkan agar cara
Duterte di terapkan di Indonesia. Seperti yang dilansir dari kompas.com
berikut:
Bagaimana cara itu jika
diterapkan di Indonesia?
Saya menilai bahwa ada
banyak cara yang bisa dilakukan untuk memberantas narkoba di Indonesia. Jika ditilik,
tak ada habisnya, narkoba telah menjalar ke desa-desa. Menyasar pemuda-pemuda
lugu yang merasa bahwa menggunakan narkoba adalah trendy dan kekinian. Para
mahasiswa bangga menggunakan narkoba walau banyak konsekuensi yang harus
diterima dan menggadaikan masa depannya.
Para oknum publik figur
pun menjadi contoh yang baik dalam sosialisasi bahwa menggunakan narkoba itu
keren. Lihat saja, ada banyak para artis, pejabat-pejabat negara dari pusat
sampai daerah yang tertangkap tangan menggunakan narkoba.
Benarkah pemberantasan
narkoba di Indonesia hanya sampai pada kulitnya saja dan belum menyentuh pada
akar-akarnya? Maka jika akar yang tidak dicabut maka narkoba-narkoba ini akan
tetap menggurita dan memangsa anak-anak muda harapan bangsa. Lalu harus dengan
cara apa? Apakah cara Duterte adalah solusi yang baik diterapkan di Indonesia?
Jika diamati maka pola
masyarakat Filipina dengan Indonesia bisa dikatakan mirip bisa juga tidak. Kesamaan
latar belakang sebagai ras yang sama dan teritorial yang sama tidak lantas
memberikan pola sosial masyarakatnya sama. Seperti diketahui bahwa Filipina adalah
bangsa Asia Tenggara yang sangat kebarat-baratan, mengingat sejarah mereka yang
dekat dengan barat baik apakah itu Spanyol maupun Amerika sehingga memeberikan
kesan bahwa tingkat privasi warga negara disana berbeda dengan Indonesia yang
sebagian besar masih memegang teguh budaya timur.
Anak bangsa Indonesia
masih suka guyub dan sosialisasi di tingkat masyarakat masih terlihat. Masih kental
akan keberadaan sesama kelompok masyarakat sehingga tingkat primordialismenya
masih tinggi. Masih terikat dalam satu persaudaraan dengan lainnya. Jika satu
diganggu maka yang lain juga merasa tertanggu. Tingkat kepedulian yang tinggi
ini kadang mengaburkan norma-norma yang seharusnya walaupun itu salah.
Jika terjadi sesuatu,
masih ada toleransi didalamnya. Oh, itu anaknya si anu, saudaranya si itu dan
sebagainya. Maka menurut pandangan penulis bahwa menerapkan strategi Duterte
di Indonesia akan menyebabkan masalah yang lebih serius lagi kedepannya, yakni
Perang Saudara. Si A tidak rela saudaranya yang bandar narkoba di bunuh oleh si
B dan pada akhirnya si A bersama-sama dengan keluarga besarnya akan menuntut
balas dengan si B. Ketika si B terbunuh oleh balas dendam keluarga A maka
keluarga B pun akan tidak terima karena merasa bahwa si B benar dan dendam pun
berlanjut. Begitu seterusnya sehingga menjadi bola salju dan bola liar yang
akan menghantam siapa saja yang menjadi targetnya.
Tetapi jika memang seluruh
masyarakat Indonesia setuju dengan penanganan seperti itu, maka siapapun dia
harus rela dan siap apabila ada sanak saudaranya yang menjadi korban atau
sasaran tembak dari masyarakat umum dan kepolisian. Anggota polisi dan TNI akan
saling tembak dengan tuduhan sebagai pengedar dan pengguna narkoba. Akan kita
temukan mayat di pinggir jalan, dirumah, hotel, sungai dan sebagainya.
Apakah kita sudah siap? Apakah
Jokowi dan Budi Waseso akan siap untuk di tuding sebagai pelanggar HAM. Kalau sudah
siap silahkan saja. Kita tunggu pada saat pengedar dan pengguna narkoba itu
menjadi umpan peluru tajam kepolisian dan masyarakat umum.
Sebelum itu terjadi maka membangun kesadaran bagi para pengedar dan pengguna adalah tugas bersamaa dan jangan terus menerus membiarkan mereka merusak hak hidup orang lain. Dengan mencekoki dan menjadikan masyarakat sebagai pasar penjualan narkoba berarti telah berupaya merusak hak hidup orang lain. Ketika para pengedar narkoba berupaya memusnahkan hak hidup orang lain maka sangatlah layak ia diberikan hukuman setimpal dengan menjadikanya musuh bersama, yang harus diperangi dan dimusnahkan.
Sebelum itu terjadi maka membangun kesadaran bagi para pengedar dan pengguna adalah tugas bersamaa dan jangan terus menerus membiarkan mereka merusak hak hidup orang lain. Dengan mencekoki dan menjadikan masyarakat sebagai pasar penjualan narkoba berarti telah berupaya merusak hak hidup orang lain. Ketika para pengedar narkoba berupaya memusnahkan hak hidup orang lain maka sangatlah layak ia diberikan hukuman setimpal dengan menjadikanya musuh bersama, yang harus diperangi dan dimusnahkan.