Dagelan Politik Ibukota
“Jakarta”
“DKI Jakarta”
“Daerah
Khusus Ibukota”
Beberapa
hari kemarin aku bangun lebih pagi karena hawa dingin, wuadeem rek. Narik selimut malah
ndak mbantu, alih-alih menghentikan
nyatanya hanya sedikit dingin yang reda nggandrungi aku. Ah sudahlah bangun wae, smartphone yang
tergeletak ndak jauh dari tempat tidur menunjukan lampu notifikasi. Setelah mbuka beberapa notifikasi, aku berselancar
di timeline twitter. Kabar mengenai Pilkada DKI makin lama makin
anget, ndak kalah anget dengan berita Angelina Jolie bubaran karo Brad Pitt atau kompilasi penolakan
terhadap single terbaru Younglex ft “Si belajar seksi” Awkarin. Jidatku malah jadi anget, ternyata partai pak
mantan dan teman-teman ndukung Agus Harimurthi.
Njuk, piye sih, ini mau kalah yo? Buat yang ndak tau, Agus Harimurti itu anak lanang pak mantan dengan ibu Ani yang berkiprah
di militer. Beliau adalah kakak dari den
Ibas Yudhoyono. Temen-temen pasti reti, toh den Ibas sering diberitakan di
televisi kok. Sebagai penggemar berita
dan fansclub KPK yang selalu up to date, tentu dosa kalo ndak tau sama den Ibas.
Setelah
satu hari dua malam ngobrol-ngobrol politik di Puri Cikeas, empat partai
memutuskan sepakat untuk mengusung den Agus dengan bu Sylviana. Informasi disampaikan oleh Ketum PAN,
Zulkifli Hasan. Keputusan bu Mega untuk
ngusung pak Ahok menjelang tanggal pendaftaran membuat partai-partai lain
kelimpungan. Jelas saja, wong koalisi (yang katanya) kekeluargaan
itu sudah sepakat dan serta merta merapat ke PDI-P asal mencalonkan bu Risma
atau minimal bukan Ahok deh. Keputusan
bu banteng malah seperti itu, jelas dong bikin kelimpungan dan rapat sampai
malam. Pengumuman hasil rapatpun
dilakukan Jum’at dini hari (hari ini), yang mana hari terakhir pendaftaran
paslon. Den Agus jelas keren rekam
jejaknya, beliau lulusan terbaik SMK Taruna Nusantara, Adhi Makayasa Akmil,
bahkan lulusan Harvard lho. Ndilalah, Prof. Sylviana juga pernah
menjabat Walikota Jakpus 2008-2013 dan sekarang sedang menduduki jabatan Deputi
Gubernur DKI Bidang Pariwisata dan Kebudayaan.
Pasangan ini jelas ngageti, syuper
sekali, apa lagi nama yang muncul malah den Agus Harimurthi. Justru nama yang ndak pernah muncul ke permukaan, berada diluar radar survey
elektabilitas. Aku curiga, survey
elektabilitas itu cuma hiburan untuk mereka yang pengen nyalon tapi pada
kesempatannya ndak kesampaian. Dari sini bisa ditakar kalo DKI 1 itu jagoan
partai dan DKI 2 jadi pelipur lara pribumi DKI.
Sungguh formasi yang cukup wah toh? 4-2-3-1 bukan guys?
Eh,
bukan bola ya?
Heheheheee..
Aku
muji kejelian elit partai yang milih anak pak mantan, karakter sekuat itu
ditambah masih muda pula. Kejutan bagi
lembaga survey dan kekoncoannya. Buat aku tetap ada kekurangan yang cukup
dalam sih, masa pedekatenya mepet. Bagi
remaja kekinian yang progresif dan aktif, masa pedekate singkat ndak menjamin bakal diterima ketika
nembak calon pasangan. Bukan juga
kelamaan, karena rentan kena php. Rumus
pedekate pasangan muda-mudi sih begitu. Ndak tau kalo politik, mungkin beda
mungkin juga ndak. Soalnya udah ada beberapa nama yang ternyata
kena php (lagi). Kenapa aku sebut masa
sebelum pendafataran paslon ini sebagai pedekate, karena setelah pasangan
terdaftar tentu berbeda keadaannya.
Sebelum pendaftaran, segala macam manuver masih berada dikadar yang
tepat dan normal. Kalo memang benci dan ndak setuju akan tetap vokal. Dikeadaan seperti itu kita bisa lebih
obyektif melihat seorang sosok calon.
Bedanya apa dengan sesudah pendaftaran?
Beda dong, Djarot saja yang cukup pendiam ke media sebelum pendaftaran
masih sempat untuk melontarkan kritik dan ketidaksepakatan ke Ahok. Beda hal setelah pendaftaran kemarin, sungguh
mesra dan cinta-cintanya. Sampeyan oleh ngguyu kok, cah. J
Konstelasi
ini menunjukkan demokrasi di dalam PDI-P tetap terjadi kendati keputusan
tertinggi tetap harus dipatuhi, dibalik demokrasi yang hingar bingar itu tetap
ada hak prerogatif dari ketua umum. Jadi
kalian boleh rencana A, rencana B, bahkan X sekalipun tapi kalo ndak mampu meyakinkan ketua umum ya
harus terima nasib. Mungkin ini yang
dimaksud Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya. Demokrasi terpimpin yang aku paham ya seperti
itu, tapi kalian tetep boleh punya pendapat lain kok. Akhirnya, tau juga to demokrasi terpimpin itu
apa?
Perjalanan
Ahok dengan ‘teman’-nya yang cukup menyedot perhatian, dengan booth-nya di mall itu. Akhirnya sekarang aku tau kalo sebenernya cuma
Ahok yang secara sadar sedang berlomba untuk pemilihan. Pak Ahok sudah yakin akan turun gelanggang
dan caper sejak jaman kapan, sementara paslon lainnya bahkan tadi malampun
belum yakin bakal dicalonin atau ndak
sama partainya. Melihat pergerakan
sejauh itu, aku yakin sih pilgub kali ini kita harus siap ibukota dipimpin oleh
pak Ahok (lagi). Pertama, ada empat partai yang mumpuni untuk memenangkan Ahok dan
mengamankan dalam perjalanan di parlemen nanti.
Seperti perjalanan yang udah lewat, pak gub ini kurang harmonis dengan
parlemennya. Kedua, andai mesin partai mandek maka Teman Ahok bisa masuk untuk
mengisi kekosongan yang ada. Satu juta
KTP itu ndak sedikit lho, guys. Ketiga,
aku yakin pasangan Ahok-Djarot punya karakteristik mutlak untuk terpilih yaitu elektabilitas
dan dukungan dana. You know what I mean lah yaaaa.
Terakhir
soal mas Sandiaga Shalahuddin Uno, ini yang belum dicolek dari tadi. Namanya bagus sih, itu kesan pertama. Aku singkat aja ya, mas nya sudah sukses;
kaya; istri cantik; dan punya wajah ganteng.
Apa lagi mas yang kurang? Sampeyan itu sudah lengkap untuk
menyukai dan menikmati hidup ini.
Marathon wae yuk, mas. Hehe
Penulis: Rifky Bangsawan