Breaking News

Strategi dan Kesiapan Daerah Kantong TKI Merespon Kebijakan Moratorium

Pemerintah akhirnya memberlakukan penghentian penempatan TKI secara permanen ke 21 negara di kawasan Timur Tengah. Beragam kebijakanpun disiapkan sebagai langkah antisipasi moratorium permanen ini.

Moratorium TKI pada sektor informal merupakan kebijakan diambil pemerintah sebagai solusi beragam persoalan di sektor tenaga kerja migran ini. Pemerintah pernah mengambil kebijakan serupa pada tahun 2011. Salah satu dampak dari kebijakan ini adalah jumlah TKI di sektor informal terus menurun dari tahun ke tahun, sedangkan TKI di sektor formal cenderung naik.


Berdasarkan pada data Puslitfo Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), jumlah penempatan Tenaga Kerja Indonesia tahun 2014 sebesar 429.872 orang, turun sebesar 16,07 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar 512.168 orang. Dalam laporan yang dirilis BNP2TKI pada Januari 2015, disebutkan bahwa secara bertahap terjadi kenaikan persentase penempatan TKI formal. Pada tahun 2011 tercatat TKI formal 45persen dan naik menjadi 58 persen di tahun 2014 (lihat Grafik 1.1).

Strategi dan Kesiapan Daerah Kantong TKI Merespon Kebijakan Moratorium

Kebijakan moratorium TKI secara permanen dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Ketenagakerjaan nomor 260 tahun 2015 yang ditandatangani pada 4 Mei 2015. Adapun ke-21 negara yang dimaksud dalam SK tersebut adalah Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab (UEA), Yaman, dan Jordania.

Kelompok 21 negara kawasan Timur Tengah ini merupakan incaran para tenaga kerja Indonesia untuk mengadu nasib. Misalnya, sepanjang 2014 Arab Saudi menempati urutan ketiga terbayak dalam penempatan TKI setelah Malaysia dan Taiwan.

Dalam sebuah keterangannya kepada media yang dikutip dari sejumah sumber, Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri menyebutkan kebijakan keras (hard policy) terpaksa diterapkan bagi negara-negara Timur Tengah karena penerapan budaya atau sistem kafalah (sponsorship) yang masih kental dimana hak privasi majikan lebih kuat daripada perjanjian kerja maupun peraturan ketenagakerjaan.

Secara umum, Menaker menilai langkah moratorium yang dilakukan secara permanen ini, diperlukan pemerintah untuk membenahi sistem perlindungan para pekerja informal di luar negeri. Harapan ke depannya, tidak ada lagi TKI yang dihukum mati karena budaya negara setempat yang mempersulit tindakan perlindungan terhadap para pekerja migran yang bekerja pada sektor domestik.

Perlu Sosialisasi

Pasca dikeluarkanya kebijakan moratorium secara permanen ini, pemerintah selanjutnya menyiapkan beragam program-program sebagai tindak lanjut kebijakan tersebut. Sejumlah intansi terkait seperti Departemen Luar Negeri dan BNP2TKI akan dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi dan program antisipasi dampak moratorium permanen ini. Sosialiasi juga melibatkan dinas-dinas sosial di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi untuk menjangkau lebih dekat kantong-kantong TKI di Indonesia.

Langkah sosialisasi yang diambil pemerintah utamanya dilakukan di 25 daerah yang menjadi kantong-kantong TKI seperti Lombok Timur (NTB), Indramayu (Jawa Barat), Cilacap (Jawa Tengah). Salah satu kantong TKI yang dikunjungi Menaker Hanif Dakiri adalah kabupaten Indramayu, basis TKI di Jawa Barat. Pada 2014. Indramayu mengirim 22.521 TKI ke berbagai negara. Sebagian besar TKI yang dikirim merupakan pekerja di sektor informal.

Dikutip dari situs berita BeritaSatu, Menaker Hanif Dakiri dalam kunjungannya ke Indramayu menegaskan moratorium bukanlah melanggar hak warga untuk bekerja. Kebijakan ini bertujuan penataan pekerja untuk sektor-sektor informal. Menaker menjelaskan bahwa kebijakan juga berlaku di negara-negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Hongkong, Malaysia, Singapura dan lainnya. Meskipun gaji dan jaminan keamanan di negara tersebut lebih baik dari kawasan Timur Tengah.

Pemberdayaan kantong TKI

Saat moratorium pengiriman TKI di lakukan 2011 lalu, mantan Menaker Muhaimin Iskandar saat itu langsung mengintruksikan kepada dinasdinas tenaga kerja di tingkat provinsi dan kabupaten kota untuk langsung membenahi sistem penempatan dan perlindungan TKI. Langkah ini diambil untuk mencegah kasuskasus TKI ilegal sebagai dampak dari moratorium yang diambil pemerintah saat itu.

Slogan “Jangan berangkat sebelum siap” pun digulirkan dengan melibatkan dinas-dinas tenaga kerja dan instansi-instansi terkait. Balai latihan kerja kemudian dioptimalkan untuk memberikan ketrampilan kepada masyarakat, terutama di daerah basis rekrutmen TKI di Indonesia.

Berdasarkan data di BNP2TKI, tercatat 25 kabupaten pengirim TKI terbayak sepanjang 2014 diantaranya Kabupaten Lombok Timur sebanyak 29.510 orang, Indramayu 25.521 orang, Cilacap 16.013 orang, Cirebon 15.786 orang, Lombok Tengah 14.109 orang, Cianjur 11.311 orang, Kendal 11.212 orang, Ponorogo 8.869 orang, Sukabumi 8.665 orang, Karawang 8.499 orang, Subang 8.357 orang, Brebes 8.216 orang, Malang 8.114 orang, Blitar 7.973 orang, Lampung Timur 7.582 orang, Lombok Barat 7.472 orang, Banyuwangi 7.271 orang, Tulungagung 6.723 orang, Banyumas 5.642 orang, Tegal 5.576 orang, Majalengka 5.563 orang, Pati 5.267 orang, Madiun 5.185 orang, Kediri 4.570 orang, dan Jakarta Utara 3.955 orang. Sisanya, sebanyak 182,911 orang berasal dari dari daerah-daerah lain yang di seluruh Indonesia.

Sementara itu, untuk mengurangi jumlah TKI yang ingin bekerja ke luar negeri terutama untuk domestic worker, pemerintah saat itu melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan pemberdayaan terhadap 38 daerah basis TKI di Indonesia.

Prioritas program pemerintah saat ini adalah menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya untuk mengantisipasi dampak moratorium ini. Pemberdayaan masyarakat di 38 kantong TKI dilakukan melalui penguatan berbagai kegiatan dan program-program yang mendekatkan pada potensi daerah asal TKI, yaitu Wira Usaha Baru, Teknologi Tepat Guna, Padat Karya Produktif, Desa Produktif, Mobil Terampil, Rumah Terampil, Program Link and Match dengan Kemendiknas, peningkatan peran perbankan dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) TKI dan pelayanan remitansi.

Masyarakat diberikan berbagai jenis pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan sehingga mereka dapat membuka lapangan pekerjaan sendiri di tanah air. Jenis-jenis pelatihan wirausaha yang dilakukan seperti budidaya ayam, sapi dan kambing, usaha konveksi, menjahit dan border. Selain itu, ada juga pelatihan tata rias pengantin, tata boga, bengkel motor, sablon dan percetakan, pengelasam konstruksi skala kecil, dan lainnya. Pelatihan kewirausahaan yang dilakukan pihak Kemenakertrans dilakukan dengan metode pengetahuan teknis, praktik kerja lapangan, pemberian modal usaha, proses pendampingan serta strategi pemasaran hasil usaha.

Terkait kebijakan moratorium secara permanen tahun 2015, sejumlah Pemerintah daerah menunjukan kesiapan mereka. Pasca kebijakan moratorium ini diberlakukan, dinas-dinas terkait di lingkup pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota gencar melakukan sosialiasi hingga bekerjasama dengan instansi terkait di jajaran pemerintah daerah dan pusat untuk mengupayakan pemberdayaan dan penyiapan tenaga-tenaga kerja yang kompeten.

Seperti kesiapan yang ditunjukan dinas terkait di Kabupaten Indramayu. Saat kunjungan Menaker Hanif Dakiri, kepada dinas sosial, ketenagakerjaan dan transmigrasi Kabupaten Indramayu mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan kemampuan calon tenaga kerja
yang akan berangkat.

Dikutip dari situs berita Tempo, Bangkalan, Madura, juga menunjukan kesiapan serupa. Selain terus melakukan sosialisasi di kantongkantong TKI di kabupaten tersebut, pembekalan keterampilan dan pemberdayaan perempuan juga terus dilakukan melalui peningkatan keterampilan kerja di balai latihan kerja yang tersedia, terutama bagi calon pekerja perempuan. Keterampilan yang diberikan seperti menjahit, merias, tata boga dan lain sebagainya.

Strategi dan Kesiapan Daerah Kantong TKI Merespon Kebijakan Moratorium
Oleh:  Susiyanti

Sumber: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan, Edisi April 2015, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia