Breaking News

Revaluasi Aset BUMN

Demi bersaing di pasar global, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta semua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan revaluasi aset. Presiden menargetkan revaluasi aset perusahaan-perusahaan BUMN selesai dalam satu sampai dua tahun ke depan.

BUMN memiliki potensi yang cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terkuat di Asia. Hingga saat ini tercatat ada 700 BUMN, baik yang langsung dimiliki oleh pemerintah maupun anak perusahaan BUMN, bergerak di berbagai bidang dan tersebar di seluruh Indonesia.


Revaluasi Aset BUMN

Revaluasi aset BUMN bukanlah hal baru. Isu ini pernah muncul dan kembali hilang pada era Orde Baru. Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, isu revaluasi aset perusahaan-perusahaan milik Negara juga sempat muncul. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli juga sempat mendengungkan ide tersebut saat menjabat Menko Ekuin di era Presiden Megawati Soekarno Putri. Pada saat itu, sebagai contoh, PLN mengalami posisi kas minus Rp 9 triliun dan nilai aset Rp 50 triliun. Setelah melakukan revaluasi aset, nilai aset PLN meningkat dari Rp 50 triliun menjadi Rp 200 triliun. Sementara, posisi kas dari minus Rp 9 triliun meningkat tajam menjadi Rp 104 triliun.

Revaluasi aset dinilai oleh beberapa kalangan merupakan langkah yang strategis. Menteri BUMN, Rini Soemarno mengatakan nilai aset dari 119 BUMN saat ini mencapai Rp 4.500 triliun. Angka tersebut berdasarkan perhitungan per Desember 2014. Harapannya, revaluasi aset dapat membuat perusahaan nasional menjadi lebih kuat. Dikutip dari situs berita Tempo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan BUMN dapat segera melakukan revaluasi aset untuk bersaing dengan perusahaan dunia. Pemerintah berencana mencanangkan pajak yang akan dikenakan kepada BUMN yang telah melakukan revaluasi aset.

BUMN yang asetnya direvaluasi secara berkala ditujukan pada BUMN yang solid dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jumlah hanya 119 BUMN. Artinya, sebagian besar aset BUMN saat ini masih menggunakan basis valuasi puluhan tahun silam. Dengan demikian, aset BUMN yang sebenarnya bisa bernilai di atas Rp 4.500 triliun.
Ekonom dari The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip dalam salah satu tulisannya mengatakan, revaluasi aset dapat meningkatkan leverage (daya ungkit) BUMN hingga 1,5 kalinya atau hingga Rp 6.000 triliun. Peningkatan nilai BUMN ini akan meningkatkan kapasitas BUMN untuk mendapatkan tambahan pendanaan eksternal, tanpa pemerintah kehilangan satu lembar saham pun di BUMN.

Revaluasi aset BUMN dapat memberikan dampak yang luar biasa. Jika BUMN direvaluasi dengan menggunakan basis penilaian saat ini, nilai aset dan nilai buku perusahaanperusahaan BUMN akan melonjak. Alhasil, perusahaan-perusahaan milik negara bisa mengajukan pinjaman jauh lebih besar kepada perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya. Dengan modal lebih besar, mereka dapat lebih ekspansif.

Ekspansi perusahaan-perusahaan BUMN tersebut juga akan memiliki daya ungkit terhadap perekonomian, jika mereka bersentuhan langsung dengan programprogram prioritas yang sedang dilaksanakan pemerintah, misalnya pembangunan infrastruktur. Semakin gesit BUMN infrastruktur berekspansi, semakin cepat pula proyek-proyek infrastruktur dibangun di tengah terbatasnya pendanaan dari APBN.

Tak kalah penting, dengan adanya revaluasi aset, kepercayaan kreditor, mitra bisnis, konsumen, masyarakat, maupun pemerintah terhadap BUMN akan meningkat. Kepercayaan yang tinggi akan meningkatkan brand image (citra merek) masing-masing BUMN. Merek merupakan intangible asset (aset tak berwujud) yang nilainya sangat tinggi. Kepercayaan yang tinggi dari segenap stakeholders (pemangku kepentingan) pada akhirnya akan meningkatkan kredibilitas perusahaanperusahaan milik negara.

Modal tersebut dapat digunakan saat perusahaan-perusahaan tersebut menerbitkanobligasi, melangsungkan initial public offering/IPO (penawaran saham umum perdana), menjalin aliansi strategis, mengakuisisi perusahaan lain, ataupun saat melakukan aksi korporasi lainnya. Aksi korporasi di pasar modal, seperti emisi global (global bond) atau IPO dengan target investor asing dalam porsi besar, merupakan wahana paling efektif untuk mempromosikan BUMN, pemerintah, dan perekonomian domestik ke internasional.

Promosi yang dilakukan para investment banker di luar negeri dapat meningkatkan kepercayaan internasional terhadap iklim investasi tanah air. Harapannya, akan semakin banyak investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia baik di level portofolio maupun juga di sektor riil.

Tantangan Revaluasi Aset

Sejumlah tantangan muncul dalam mengimplementasikan revaluasi aset. Revaluasi aset memiliki konsekuensi pajak yang harus dibayar BUMN. Secara teori, revaluasi aset tidak menyebabkan penambahan aset secara kas, tetapi pajak yang muncul dari proses tersebut, harus dibayar secara kas. Di posisi ini, pemerintah dapat melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk mengkonversi pajak yang timbul dari kegiatan revaluasi aset. Dalam hal ini tidak ada yang dirugikan, karena Kementerian Keuangan tetap mengakui adanya penerimaan perpajakan. Namun, BUMN tidak harus membayar pajak secara kas karena telah dikonversikan menjadi saham.

Lebih lanjut, revaluasi ternyata juga dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan bagi sebagian perusahaan-perusahaan milik pemerintah tersebut. Jika hasil revaluasi menyebutkan nilai aset perusahaan lebih tinggi dari aset sebelumnya, selisih aset tersebut nantinya akan dikenakan pajak sebesar 10%.

Terlepas dari tantangan yang ada, revaluasi aset harus segera dilaksanakan. Pemerintah bersama parlemen dapat memutuskan opsi yang paling murah, minim risiko, dan tidak berbenturan dengan undang-undang untuk metode revaluasi aset. Revaluasi aset berpotensi menjadi salah satu kunci Indonesia untuk keluar dari perlambatan ekonomi.

Ide Kreatif

Pemerintah dalam hal ini memiliki beberapa opsi tersendiri. Menurut Menteri BUMN, pemerintah mempertimbangkan PMN dalam bentuk penghapusan pajak bagi BUMN dalam periode tertentu. Konsekuensinya, langkah tersebut akan meningkatkan kepemilikan jumlah saham pemerintah di perusahaan. Alternatif lainnya, perusahaan-perusahaan BUMN tersebut akan diberi kemudahan seperti dapat mencicil pajaknya hingga 10 tahun mendatang. Kedua alternatif tersebut belum final dan masih dalam pembahasan.

Pada akhirnya, tujuan Pemerintah adalah membantu perusahaan-perusahaan milik negara untuk meningkatkan kinerja keuangannya, melalui perbaikan nilai aset yang terkena dampak depresiasi rupiah dan inflasi. Dengan perbaikan kinerja keuangan, ada ruang bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha. Manfaat lainnya adalah, beban arus kas pajak saat revaluasi menjadi lebih ringan, karena tariff PPh revaluasi lebih rendah. Beban PPh pada tahun-tahun setelah revaluasi juga lebih rendah.

Dua opsi yang akan dipertimbangkan oleh pemerintah ini cukup kreatif. Hingga saat ini, belum pernah ada kebijakan untuk mengkonversi pajak revaluasi aset menjadi penyertaan modal negara di sebuah BUMN. Ide ini cukup positif jika dijalankan walaupun ada dampak negatif yang ditimbulkan. Misalnya, potensi penerimaan pajak yang akan berkurang. Akan tetapi, hal itu bukan masalah besar, karena pemerintah bisa mendapatkan gantinya dari dividen dari BUMN.

Revaluasi Aset BUMN
Oleh: Susiyanti
Sumber: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan, Edisi April 2015, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia