Mereka Yang Berjuang di Terminal Rajabasa, Lampung
Pusat keramaian selalu menjadi lokasi strategis bagi mereka yang ingin mengais rezeki, tak terkecuali para pedagang untuk menggelar dagangannya. Salah satu contoh adalah Terminal Rajabasa yang merupakan terminal terbesar di Lampung. Setiap harinya, ribuan orang keluar dan masuk terminal. Ini menjadi peluang bagi para pedagang.
Di dalam areal terminal, sudah disediakan oleh pihak pengelola terminal dalam hal ini Pemerintah Kota Bandarlampung. Puluhan lapak disediakan bagi masyarakat yang ingin mencoba berjualan di dalam areal terminal. Mulai berjualan asongan, minuman dan makanan ringan serta nasi rames.
Harga sewa tiap lapak pun terbilang masih terjangkau. Lapak ukuran 2x2 meter dipatok tarif sewa 30 ribu/bulan dan biaya kebersihan 2 ribu/hari. Artinya, dalam satu bulan, para pedagang hanya dikenakan biaya sewa sekitar 90ribu/bulan. Sedangkan untuk penjual nasi yang menggelar dagangannya di dalam gedung terminal, biaya sewanya sekitar 120 ribu/bulan. Dengan rincian 60 ribu sewa bulanan dan uang kebersihan 2 ribu/hari.
Akan tetapi, tarif sewa yang murah ternyata tidak diikuti penataan pedagang secara benar. Puluhan pedagang berjualan dagangan dengan jenis yang sama. Makanan ringan, rokok, air mineral dan minuman ringan. Semuanya sama. Kondisi ini yang memaksa pedagang harus nyambi "ngasong". Keluar masuk bus untuk menawarkan dagangannya. Siapa cepat dia dapat.
Kondisi ini juga yang memaksa pedagang harus menjual dagangannya jauh lebih mahal dibanding di luar terminal. Kesamaan jenis dagangan diantara pedagang membuat jumlah penjualan cenderung minim. Oleh sebab itu, pedagang mensiasati dengan menaikkan harga lebih tinggi untuk tetap bisa mendapatkan untung dan bertahan hidup.
Contohnya, air mineral yang biasa dijual dingin seharga 3 ribu/botol, pedagang di terminal menjualnya seharga 5 ribu/botol. Rokok yang biasa dijual 17 ribu/bungkus dijual seharga 22 ribu/bungkus. Para pedagang tidak takut kehilangan langganan karena memang meraka nyaris tidak memiliki pelanggan. Pembeli mereka adalah orang yang lalu-lalang. Tidak melakukan buy back.
Akan tetapi, kehidupan yang keras di dalam terminal juga berimbas kepada pedagang. Tidak sedikit oknum sopir atau kondektur bus yang sering menghutang kepada pedagang. "Kadang rokok, kopi dihutang. Kalau ditagih marah-marah. Nanti kalau ditagih, ngutang nya pindah ke lapak lain. Susah jualan di terminal mah," ujar salah satu pedagang.
Selain itu, pedagang juga tidak bisa berjualan di malam hari. Menurut pedagang, image Terminal Rajabasa yang dianggap masih rawan membuat tempat ini sepi di saat malam hari. "Kalau malam sudah sepi. Mungkin orang takut mau turun di terminal. Padahal Rajabasa sekarang sudah aman. Tidak seperti dulu," ungkap pedagang.