Menyoal Ide Full Day School
Sebenarnya konsep Full Day
School didasari oleh pemikiran dan rasa keprihatinan yang mendalam terjadinya
perkosaan yang banyak dilakukan oleh predator anak, ketika mereka sendirian di
rumah (ingat kasus Yuyun di Bengkulu).
Lalu saya pernah
mengusulkan kepada Bapak Presiden melalui tulisan saya beberapa waktu lalu
untuk memberikan kesibukan kepada generasi muda dan anak-anak pada usia
produktif agar diberikan pendidikan karakter dan skill yang lebih bermanfaat
bagi pengembangan kepribadian serta membekali mereka agar siap dalam menghadapi
persaingan global.
Yuyun, selalu pulang
sekolah saat orang tua masih bekerja di ladang seorang diri di rumah dan harus
berjibaku menyelesaikan segala persoalannya sendiri di rumah.
Terkait dengan ide Full
Day School tersebut, ada banyak Yuyun-Yuyun yang lain dan mereka tidak hanya
berada di Kota besar namun juga di pelosok dan di daerah perkebunan di luar
Jawa.
Sehingga konsep Full Day
School tersebut sebagai langkah dan upaya untuk mengamankan waktu produktif
anak-anak, remaja dan usia sekolah.
Hal ini merupakan upaya
preventif dalam konsep pendidikan agar generasi muda tidak melakukan kegiatan
kontra produktif seperti halnya yang dilakukan oleh pelaku-pelaku pemerkosa
Yuyun yang mengisi waktu menganggur dengan mabuk-mabukan dan dangdutan di
persimpangan jalan setelah menonton video porno (sengaja mencari mangsa).
Contoh dalam pelaksanaan
pendidikan karakter adalah:
- Melakukan workshop yang bersifat fun day learning games setelah waktu sekolah sesuai minat dan bakat siswa seperti misalnya, pendidikan kompetisi internasional chef anak-anak yang dikemas berbahasa Inggris dan Mandarin.
- Melakukan pendekatan pendidikan karakter yang mengasah tindakan disiplin, penghormatan dan kecintaan terhadap lingkungan hidup. Semisal: Acara Summer Camp di pantai berbasis pengajian anak-anak berbahasa Inggris sambil membersihkan lingkungan, menciptakan alat penjernih air, membuat saluran air sederhana, mencoba bercocok tanam di tepi pantai dengan buah-buahan organik dan sebagainya.
- Melakukan aktivitas pendidikan karakter yang sifatnya mengasah sifat welas asih dalam kehidupan sosial dan saling peduli kepada sesama. Semisal: Diadakan acara bakti sosial dan pengumpulan dana kepada fakir miskin dan anak-anak yatim piatu secara bersama-sama atau nasional.
- Melakukan pendekatan dan pembelajaran perilaku serta kepribadian yang menghormati sesama penuh toleransi, sikap membalas budi dan beretika normatif. Semisal: Pendidikan outbond team dengan pembelajaran bersama dengan orang tua. Mereka wajib saling menilai satu sama lain temannya dan menilai orang tua mereka. Bagaimana cara mereka menilai kebaikan orang lain setelah mereka dibantu dalam permainan outbond team akan menjadi nilai bagaimana mereka membalas budi baik orang lain.
- Memberikan pendidikan dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka. Semisal: Anak berbakat dance K-Pop maka disalurkan dengan melatih mereka agar bisa menjadi dancer yang profesional namun santun dan berbudi pekerti yang baik. Jika mereka ada yang senang aeromodelling maka disalurkan bakatnya di aero modelling.
Hal-hal di atas adalah
contoh-contoh pola pendidikan karakter yang membumi dan diberikan fasilitas
agar mereka mampu mengimplementasikannya sebagai perilaku dan budaya yang
kemudian terserap menjadi karakter dan kepribadian yang baik.
Karena di rumah mereka
belum tentu bisa mendapatkan pendidikan karakter dari orang tuanya disebabkan
kesibukan ataupun karena kurangnya kemampuan orang tua dalam memahami pola
pendidikan karakter dan psikologi anak.
Demikian ulasan dari saya,
semoga bermanfaat.Merdeka! Salam Pendidikan Karakter!
Penulis: Adhi S
Kuncoro