Lingkaran Setan Korupsi
Mencoba memahami apa yang
ada dalam pikiran aparat pemerintah khususnya para SKPD yang mengurusi
proyek-proyek pemerintahan.
Misalnya ada proyek
pembuatan jalan 1 milyar. Misalkan si pengusaha/kontraktor bisa untung 200
juta. Kalau kita yang jadi aparat/SKPD nya, apa yang ada dalam pikiran kita ?
Kita yang ikut capek membantu si pengusaha mengurus semua administrasi dan
lainnya, Apakah kita hanya gigit jari melihat si pengusaha menikmati keuntungan
200 juta ? Sedangkan kita tidak mendapatkan apa-apa selain gaji sebagai PNS
yang tidak seberapa. Wajar dong jika kita yang membantunya, berharap si
pengusaha itu memberikan sebagian keuntungannya kepada kita. 1 atau 2 juta lah.
Kalau akhirnya si
pengusaha berbaik hati memberikan sebagian keuntungannya kepada kita, maka itu
disebut dengan gratifikasi karena berkaitan dengan proyek yang kita kerjakan.
Bagi KPK itu termasuk perbuatan korupsi. Kalau kita sudah berharap tapi
ternyata si pengusaha itu tidak memberikan "hadiah" maka kita akan
menganggapnya "pelit" sehingga jika ada proyek lagi kita malas
membantunya.
Sekarang dibalik, kita
sebagai pengusahanya..
Ketika ada SKPD yang
mengurus dan membantu proyek yang sedang kita kerjakan, sedangkan kita punya
keuntungan 200 juta. Maka wajar dong kalau kita ingin sekedar memberikan amplop
atau hadiah kepadanya. Tujuannya untuk membina hubungan agar kalau ada proyek
lagi, kita berharap bisa dibantu. Minimal tidak dipersulit. Apalah artinya
kehilangan 2-3 juta dibandingkan keuntungan 200 juta yang kita peroleh.
Itulah hubungan timbal
balik antara pengusaha dan aparat pemerintah yang membuat praktek korupsi terus
terjadi selama ini. Kalau aparatnya baik, digoda oleh si pengusaha dengan
iming-iming hadiah dan suap. Belum lagi kalau melihat teman-temannya yang bisa membeli
mobil dan rumah dari gratifikasi itu. Sebaliknya, kalau pengusahanya yang baik,
dirongrong oleh oknum aparat yang meminta jatah. Kalau tidak dikasih akan
dipersulit dan kemudian tidak kebagian proyek lagi. Semua jadi serba salah.
Bagaimana kalau dana hibah
atau dana bantuan sosial ?
Misalkan kita sebagai
aparat pemerintah : Kita bertugas menyalurkan dana hibah atau bantuan sosial ke
sebuah lembaga sebesar 100 juta. Kita yang mengurus semua persyaratan
administrasinya sehingga bantuan itu tersalurkan. Ketika kita menyerahkan dana
100 juta kepada lembaga tersebut, wajar dong kalau dalam hati kita, ada
perasaan berharap mendapat "ungkapan terimakasih" sebesar 1 atau 2
juta. Jika pengurus lembaga itu hanya mengucap "terimakasih" saja
tanpa memberikan apa-apa, maka kita akan kesal. Bisa jadi kita mengirim sms
atau menelpon dengan mengatakan : "masak kita yang mengurus tidak mendapat
apa-apa cuma dapat terimakasih saja".
Sekarang misalkan kalau
kita sebagai pimpinan lembaga tersebut:
Lembaga kita mendapat bantuan
dari pemerintah sebesar 100 juta. Ada aparat pemerintah yang mengantarkan atau
mengurusnya sehingga lembaga kita mendapat dana tersebut. Ketika aparat
menyerahkan bantuan tersebut, dari perangai dan kisaran kata-katanya, kelihatan
sekali kalau dia sangat berharap mendapat "ungkapan terimakasih".
Maka wajar dong kalau kita hendak memberikan ungkapan terimakasih sudah
membantu lembaga kita mendapatkan dana 100 juta. wajar kan kalau kita
memberikan "ungkapan terimakasih" dengan memberikan 1 atau 2 juta
dari 100 juta yang kita dapatkan. Karena kita tidak ingin dibilang sebagai
orang yang tidak pandai berterimakasih.
Itulah lingkaran setan
korupsi. Dari mana kita harus memutusnya ? dan bagaimana caranya ?
Sekarang, kita sebagai
aktivis atau mahasiswa.
Di sosial media, kita
lantang menyuarakan keburukan pemerintahan baik pusat maupun daerah. Kita
mempersoalkan buruknya infrastruktur dan pelayanan. Kita beranggapan itu semua
terjadi karena praktek korupsi antara aparat pemerintah (baik kepala daerah
maupun SKPD) dengan kroni-kroninya. Bisa jadi itu kita lakukan karena kita
belum mendapatkan proyek dari kepala daerah tersebut. Setelah kita lulus dan
punya perusahaan, kita mendapatkan proyek dari pemerintah, maka tidak terdengar
lagi suara-suara lantang dari mulut kita, karena mulut kita sudah disumpal
dengan proyek. Kemudian kita akan masuk dalam lingkaran setan korupsi di atas.
Bisa jadi kita bersuara
lantang karena kita belum mendapat kesempatan kebagian proyek baik dari
pemerintah pusat, provinsi maupun kota/kabupaten.
Lantas, dari mana Revolusi
Mental itu harus dimulai ? Dan bagaimana caranya agar kita tidak termasuk orang
yang munafik, mengatakan sesuatu yang tidak kita kerjakan. Bersuara lantang
menyuarakan anti korupsi tapi kita sendiri kalau masuk dalam lingkaran setan
korupsi akan melakukan hal yang sama.
"Amat besar kebencian
di sisi Allah kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat". (QS.61:3)
Itulah realitanya. Lantas
bagaimana mengatasinya ? Ada saran atau tanggapan ?
Kalau saya sih, solusinya
dengan memutus kecintaan kepada dunia dan memutus serta menahan hawa nafsu.
Bagaimana cara memutusnya ? Perlu uraian yang lebih panjang lagi....
Penulis: Muhammad Farid