Indonesia Dikepung Kartel Bisnis
Persoalan kartel muncul lagi. Kali ini menyasar 12 perusahaan yang prosesnya sedang ditangani Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Ditengarai, perusahaan tersebut melakukan pengurangan jumlah DOC (Day Old Chicken) yang efeknya bisa mengurangi jumlah pasokan daging ayam potong di waktu yang akan datang. Apalagi dampaknya kalau bukan harga daging ayam yang melambung.
Ulah pengusaha nakal seperti ini sudah sangat sering terjadi. Mungkin, baru kali ini saja kasusnya mencuat ke permukaan. Sebelumnya, mereka tenang-tenang saja. Lihat saja beberapa waktu yang lalu dua perusahaan otomotif roda dua terbesar di Indonesia diterngarai melakukan kartel. Mundur lagi ke belakang, 30-an perusahaan penggemukan sapi juga didakwa telah melakukan kartel.
Sayangnya, peraturan yang ada tidak mampu melindungi konsumen dari kejahatan kartel. Perusahaan penggemukan sapi yang melakukan kartel hanya dikenai denda uang, begitu juga dua perusahaan otomotif roda dua yang kemungkinan juga hanya mendapatkan sanksi denda. Sanksi yang kemungkinan tidak akan membuat jera para pelaku.
Lihat saja bagaimana harga daging sapi saat ini. Masih di atas 100 ribu/kilogram. Padahal, menurut KPPU, harga daging Sapi idealnya berada di angka 85 ribu/kilogram. Artinya, para pelaku kartel tetap membuat harga daging sapi melangit. Sanksi yang ada tidak berpengaruh terhadap perubahan harga daging sapi. Menjerat pelaku kartel degan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 nyatanya tidak berefek.
Hukuman diluar denda yaitu pencabutan izin usaha, khususnya bagi perusahaan penghasil daging ayam yang disangka melakukan kartel pun dinilai masih tidak efektif. Modus merubah nama dengan izin yang baru pun bisa ditempuh. Sehingga, praktek kartel di pasae daging ayam potong akan terus terulang. Harus ada usaha mendisiplinkan pelaku usaha untuk tidak kembali melakukan kartel.
Misalnya, secara serius melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Nantinya, diusahakan supaya pelaku kartel bisa dihukum dengan hukuman yag lebih berat dengan bisa menerapkan unsur pidana di dalamnya. Sehingga, dengan adanya sanksi yang lebih tegas bisa menekan para pelaku usaha untuk tidak melakukan kartel.
Belajar dari pengalaman yang lalu, paling dekat adalah lebaran kemarin. Harga daging ayam bisa mencapai angka 60 ribu/kilogram. Bandingkan ketika harga normal saja, daging ayam hanya berkisar di angka 32 ribu/kilogram. Padahal, pada saat seperti itu, masyarakat begitu membutuhkan daging ayam. Dijamin, operasi pasar yang dilakukan pemerintah untuk menekan harga daging ayam hanya akan menjadi sia-sia. Hanya menjadi rutinitas tanpa henti. Kecuali, langsung melakukan penindakan pada akar permasalahan.
Pemerintah harus bisa lebih tegas lagi dalam mengawasi persaingan usaha yang tidak sehat. Mengingat, apapun yang terjadi, masyarakat adalah kelompok pertama yang paling dirugikan. Apalagi, terjadinya kartel di sektor kebutuhan pokok masyarakat menjadi penyumbang inflasi yang tinggi. Sudah saat nya pemerintah benar-benar serius. Kalau tahun depan masih ada saja kenaikan harga tidak normal atas sektor perdagangan yang sudah divonis melakukan kartel, berarti pemerintah hanya gertak sambal untuk benar-benar melindungi rakyatnya.