Bagaimana Mendefinisikan Keadilan?
Saya sesap kopi yang
sedikit lagi menyisakan ampas. Malam
begitu dingin namun teman-teman saya belum juga menunjukan tanda akan
pulang. Kami begitu pasrah bergelayut
pada arus pembicaraan tentang bagaimana mendefinisikan keadilan. Hingga akhirnya angin malam penjadi pengadil
yang paling bijak dari perbincangan yang tiada titik temu. Kami bersepakat bahwa keadilan adalah kata
yang bersifat subyektif dan menyesuaikan pijakan suatu keadaan. Sungguh definisi keadilan akan menjadi ambigu
bila tidak dipancangkan pada tolok ukur yang tetap. Makna adil akan bergeser mengikuti subyek dan
ruang, kemudian secara bertahap berkembang dalam satuan waktu.
Tolok ukur dan norma yang
ada didalam diri kita akan menyediakan pijakan bagi prinsip keadilan. Perspektif keadilan menjadi bergeser dan
tidak tetap ditinjau dari kepekaan sosial dan wawasan hidup ideal yang
dibingkai nurani kemanusiaan adil beradab.
Pernah suatu hari saya menghadiri seminar dua orang teman yang bahka
tidak menghadiri seminar yang sebelumnya dalam hitungan hari saya lakukan,
secara matematis saya tidak wajib untuk menghadiri seminar mereka.
Didalam kepala saya
berbisik “mereka bahkan tidak hadir
diseminarmu, tentu saja mereka berhak
menerima hal yang sama”, itu secara matematis, namun nilai dalam diri saya
memutuskan hal yang lain. Equality doesnt define justice.
Keadilan itu benar bahwa
tidak sama rata, keadilan adalah berlaku adil mengenai nilai yang kita amini
terhadap semua orang bahkan teman yang menyebalkan sekalipun. Ternyata adil itu memiliki kenisbiannya
sendiri yang duduk berhadapan dengan nurani.
Adil bagi saya belum tentu adil bagi anda dan baginya. Keadilan atas dasar hati nurani dan keadilan
atas nama melindungi hak orang lain tentu menjadi hal berbeda pula. Contoh kasus adalah warteg ibu Saeni yang
dirazia saat bulan ramadan yang lalu, didalam video yang disebarkan oleh
pengguna sosial media tampak wajah pilu ibu Saeni saat petugas Satpol PP Kota
Serang menyita makanan miliknya. Secara
nurani, tentu saja bukan perbuatan yang lazim berlaku sedemikian tidak beretika
terhadap warga yang sedang mencari nafkah.
Menuduh seseorang melanggar peraturan dan memberlakukan sanksi tanpa
mempertimbangankan kembali keadaan dilapangan.
Namun bila ditilik dari sudut pandang melindungi hak orang lain,
rekan-rekan satpol PP merasa perintah yang disampaikan pimpinan adalah bentuk
untuk melindungi hak khalayak untuk berpuasa tanpa gangguan aroma maupun
panorama kepala-kepala yang mengunyah makanan pada siang hari. Petugas satpol PP melaksanakan perintah
pimpinan dengan penuh harap abdi pada lembaga akan melindungi karirnya sehingga
keluarga dirumah terhindar dari ancaman kelaparan dan mejaga asa anak-anaknya
untuk belajar di sekolah. Lalu, keadilan
macam apa yang layak kita hormati sebagai keadilan kolektif?
Adil menurut kamus besar
bahasa Indonesia adalah sama berat atau tidak memihak, berpihak pada yang
benar, dan tidak sewenang-wenang.
Sedangkan keadilan sendiri adalah sifat (perbuatan, perlakuan, dll) yang
adil, singkat cerita keadilan adalah segala perbuatan yang mengejewantahkan
definisi adil yang telah disampaikan sebelumnya. Hemat saya, sama berat atau tidak memihak
adalah mengartikan adil melalui pola pandang yang simbolik sehingga lekat pada
kulit tertentu. Namun bila ditinjau dari
sikap berpihak pada yang benar dan tidak sewenang-wenang, adil mengambil peran
dalam menilai substansi atas sesuatu.
Terminologi adil memiliki
beberapa pengertian dan titik tolak, hal ini artinya adil tidak dapat
didefinisikan satu sisi atau berlaku universil.
Adil menempatkan diri pada suatu waktu tentang situasi yang lengkap,
tidak dapat diambil secara sepotong atau digunakan secara telanjang pada
situasi yang lain. Lantas elokkah saat
kita berteriak-teriak meminta keadilan pada pemerintah atau instansi yang
bertanggung jawab? Berteriak atas dasar
ambisi ingin diperlakukan sama, tanpa menyadari keadaan yang tengah diteriakan
setara dan maksimal nilai manfaatnya atau tidak. Saya rasa empati kita bisa bekerja dengan
baik dalam mengejewantahkan makna keadilan, dengan didorong permakluman demi
kemaslahatan. Itu jika empatinya masih cukup fit untuk bekerja, kalau sudah
sakit mungkin perlu diobati dalam kamar karma.
Meskipun saya tidak percaya-percaya amat dengan karma, setidaknya
anda-anda banyak yang percaya dan menerima.
Keadilan itu seharusnya
tidak menimbulkan perpecahan, keadilan adalah jalan tengah menghindari efek
negatif, setidaknya itu menurut saya.
Karena apa guna kita teriak-teriak keadilan jika yang kita perjuangkan
berjalan tanpa kebijaksanaan untuk saling tenggang rasa. Saya harus menutup tulisan ini dengan
keresahan yang baru, kira-kira apakah yang akan terjadi bila kita gagal paham
sehingga keliru mendefinisikan keadilan?
Mari kita renungkan jawaban terbaik yang kita punya.
Bagaimana
Mendefinisikan Keadilan?
Oleh: Rifky
Bangsawan
Mahasiswa
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung