Breaking News

Tax Amnesty, Jalan Terakhir

Di Era Kepemimpinan Jokowi-JK, Indonesia memang sedang melakukan pembangunan besar-besaran. Bersama DPR, Pemerintahan Jokowi memang berupaya keras untuk mencari pemenuhan dana bagi pembangunan di Indonesia. Indonesia sudah dianggap tertinggal jauh dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya khususnya soal pembangunan infrastruktur.



Tax Amnesty, Jalan Terakhir


Seperti diketahui, beberapa proyek besar sedang dibangun dari era awal kepemimpinan Jokowi-JK. Jalan Tol Trans Sumatera, Jalan Trans Papua, Jalan Tol Sulawesi, beberapa waduk untuk rehabilitasi irigasi sampai pembangunan listrik 25 ribu mega watt. Secara keseluruhan, proyek-proyek besar itu membutuhkan dana ribuan trilyun.  Berbagai cara dilakukan, mulai mengundang investor asing, pinjaman luar negeri  (total hutang luar negeri Rp3.323,36 Triliun), terakhir dengan RUU Tax Amnesty.

Saat ini saja untuk APBN 2016, Total belanja Indonesia sudah Rp 2.095,8 triliun. Nilai yang besar jika dibandingkan dengan jumlah pendapatan APBN Indonesia tahun 2016 yang hanya Rp 1.822,5 triliun. Artinya, APBN masih mengalami defisit sebesar Rp 2.095,8 triliun. Ditambah lagi keadaan perekonomian yang melambat hanya berada pada angka 4,6 persen berada dibawah target pemerintah yaitu 5,2%. Melambatnya perekonomian Indonesia dikhawatirkan juga berakibat pada penurunan pendapatan khususnya dari sektor pajak.

Dengan kondisi perekonomian Indonesia yang melambat dan adanya potensi penurunan pendapatan melalui pajak, memang dirasa berat jika harus mengandalkan utang luar negeri. Apalagi, proyek-proyek yang dibangun merupakan proyek fisik yang efeknya jangka panjang. Hasil pembangunan bisa dirasakan minimal sepuluh tahun kemudian. Maka, pemerintah menempuh jalan penuh resiko yaitu dengan Tax Amnesty.

RUU Tax Amnesty sudah diresmikan menjadi Undang-undang melalui Rapat Paripurna DPR RI. Tax Amnesty atau pengampunan pajak sendiri mulai berlaku 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Tujuan UU Tax Amnesty adalah menarik dana warga negara Indonesia yang ada di luar negeri atau repatriasi. Juga memberikan pengampunan pajak kepada sektor UMKM yang lalai membayar pajaknya. Angka yang ditarget dengan penerapan Tax Amnesty tidak main-main, lebih dari 1.000 trilyun.

Sudah bukan rahasia umum lagi, uang warga Indonesia yang ada di luar negeri memang jumlahnya sangat banyak. Ditaksir mencapai ribuan trilyun. Baik itu untuk kepentingan bisnis atau pencucian uang dengan cara korupsi. Ingat bagaimana pengemplang BLBI membawa kabur uang Indonesia ke luar negeri. Uang-uang itu tersebar di beberapa negara dengan pengawasan pajak yang longgar diantaranya Hongkong , Amerika Serikat dan Singapura. Negara terakhir ini yang ditengarai banyak menyimpan uang milik warga Negara Indonesia.

Bagi Sektor UMKM dengan omzet 4,8 milyar yang tidak membayar pajak juga dikenakan tax amnesty. Di sini, pemerintah harus jeli untuk menilai juga total aset yang dimiliki oleh UMKM. Apakah patut diberikan tax amnesti jika ternyata nilai asetnya jauh lebih besar dari omzet. Selain itu, perlu pengetatan pengawasan bagi petugas atau konsultan pajak. Sudah banyak kejadian UMKM membayar pajak jauh dibawah ketentuan karena adanya manipulasi transaksi keuangan atau penilaian nilai aset.

Menaikkan gaji dan tunjangan petugas pajak untuk meminimalisir peluang "permainan" dengan pengusaha soal pajak sudah benar. Akan tetapi, diperlukan juga back up berupa proses audit atas WP pajak yang ditengarai membayar pajak tidak sesuai ketentuan. Sanksi tegas harus diberikan kepada petugas yang bersangkutan dan dipublikasikan.

Untuk Warga Negara Indonesia yang menyimpan uangnya di luar negeri, sebelumnya memang lolos dari pajak di Indonesia. Dengan Tax Amnesty, Presiden Jokowi memberikan kesempatan kepada mereka untuk turut serta membangun Indonesia. Memberikan pengampunan kepada mereka yang sudah bertahun-tahun tidak membayar pajak dan lebih percaya kepada bank luar negeri. Artinya, jika kesempatan ini tidak dimanfaatkan oleh para pengemplang pajak, mereka akan mendapatkan ganjaran (sebenarnya nilainya tidak sebanding dengan pajak yang dibayarkan) hukuman pidana penjara.

Benar bahwa Italia dan India berhasil menerapkan Tax Amnesty dan berhasil mebangun perekonomiannya. Tapi, mesti belajar juga dari negara tetangga Filipina yang gagal dalam menerapkan Tax Amnesty. Konon, kegagal ini karena nafsu besar Filipina menarik dana warganya di luar negeri tapi tidak diimbangi konstruksi perbankan dan pencatatan pajak yang baik. Benar bahwa pemerintah melindungi informasi peserta tax amnesty, tetapi bagaimana menjaga mereka tidak kabur lagi ke luar negeri.

Diketahui, banyak pengusaha-pengusaha Indonesia yang menyimpan uangnnya di luar negeri karena adanya kemudahan dalam proses transaksi bisnis. Bukan semata-mata karena menghindari pajak di Indonesia. Hal inilah yang juga patut menjadi perhatian pemerintah. Soal administrasi pajak, juga sangat perlu dilakukan pembenahan. Bagaimana seorang pengusaha kecil saja bisa memanipulasi pajaknya, apalagi pengusaha besar yang menyimpan dananya di luar negeri.

Tax Amnesty adalah proyek besar pemerintah untuk mendapatkan suntikan dana segar pembiayaan proyek yang sedang dikerjakan. Artinya, jika sampai penerapan Tax Amnesty ini gagal, efeknya bisa panjang dan luas. Proyek mangkrak yang artinya efek domino pertumbuhan ekonomi Indonesia juga ikut macet. Padahal, di sisi lain, Indonesia harus membayar kewajiban hutangnya. Jika jalan kedua ini gagal, tidak jalan lain kecuali kembali ke jalan pertama, hutang luar negeri. Yang resikonya berkali lipat lebih besar.

Jokowi harus bisa membuktikan ucapannya bahwa dia bukan hanya memiliki nafsu besar melakukan pembangunan tapi juga mampu membiayai pembangunan itu sendiri. Benar hutang luar negeri adalah pendapatan yang bisa digunakan untuk membangun Indonesia. Tapi ingat, ratusan juta kepala rakyat Indonesia dipertaruhkan dari setiap langkah yang dilakukannya.