Over Reaktif Pendukung Jokowi Atas Kudeta di Turki
Pasca kudeta gagal yang
dilakukan oleh militer Turki terhadap Erdogan, pembicaraan tentang presiden
Turki itu kian ramai di Indonesia. Apalagi kalau bukan antara pendukung Erdogan
melawan Pendukung Jokowi. Sama-sama orang Indonesia, satu bangga terhadap presiden
negaranya sendiri, satu bangga terhadap presiden negara lain.
Perseteruan yang
kebanyakan terjadi di media sosial ini sebenarnya cerita lama (tidak lama-lama
amat sih, semenjak Pilpres 2014). Pendukung Erdogan kebanyakan adalah loyalis
dan simpatisan Partai yang mengklaim sebagai Partai Dakwah yang pada Pilpres
2014 lalu memusuhi Jokowi. Ada kesamanaan pandangan atara Partai Dakwah dan
Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) Partai Pendukung Erdogan yaitu sama-sama
melawan Sekulerisme.
Bedanya, di Turki cuma ada
dua kekuatan politik besar utama yaitu kelompok sekulernya Mustafa Kemal dan
AKP nya Erdogan yang didukung Fethullah Gulen (sebelum keduanya bermusuhan dan
ada skenario kudeta). Saat ini, kelompok Erdogan sedang di atas angin, apalagi
setelah Erdogan mendapatkan legitimasi untuk menyingkirkan lawan-lawan
politiknya pasca aksi kudeta yang gagal.
Kejadian kudeta yang gagal
di Turki kemarin ternyata membawa riak-riak kecil di Indonesia, khususnya di
media sosial. Pendukung Erdogan berharap ada kudeta di Indonesia yang
menggulingkan Presiden Jokowi. Kudeta itu bahkan ditengarai akan berhasil jika
benar-benar terjadi. Apa sebab?. Karena didukung rakyat, berbeda dengan di
Turki dimana rakyat menolak aksi kudeta.
Kondisi tersebut ternyata
ditanggapi serius oleh para loyais Jokowi. Perang opini dan propaganda pun
muncul. Bahkan masih terus berjalan hingga saat ini. Pendukung Jokowi tampaknya
benar-benar takut idolanya akan dikudeta oleh kelompok pendukung Erdogan.
Sebuah hal yang mustahil sebenarnya. Sangat berlebihan dan tidak masuk akal.
Pertama, loyalis dan
pendukung Partai Dakwah dimana tempat berkumpulnya pendukung Erdogan adalah
kelompok minoritas. Konstelasi politik di Indonesia berbeda jauh dengan di
Turki. Kalau di Turki, jelas yang dilawan adalah kelompok sekuler. Mereka tahu
siapa yang dihadapi. Di Indonesia, siapa kelompok sekuler?. PDI Perjuangan?
Golkar? Nasdem? Hanura? Gerindra? Ahok? Jokowi? atau JIL?. Terlalu banyak
variabel yang bisa dianggap lawan. Masing-masing memiliki basis massa sendiri.
Jangan lupakan juga bahwa
di Indonesia, Partai Dakwah bukan satu-satunya Partai Islam. Masih ada Partai
Kebagkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional. Di
Indinesia, masih ada Ormas Islam besar dengan basis massa dan pengaruh yang
kuat yaitu Muhammadiyah dan NU. Kemudian, basis dukungan di kalangan mahasiswa
dan pelajar juga lemah. Kelompok besar mahasiswa Islam seperti HMI, PMII atau
IMM tidak terafiliasi dengan Partai Dakwah.
Dari situ dapat
disimpulkan bahwa Partai Dakwah bukan satu-satunya kelompok Islam di Indonesia
dan mereka juga bukan kelompok yang kuat. Kondisi di Turki tidak akan bisa
terjadi di Indonesia. Sangat tidak masuk akal jika para pendukung Jokowi
bersikap over reaktif atas kejadian kudeta di Turki dan akan terjadi di
Indonesia.
Oleh sebab itu, suara yang
membandingkan antara Presiden Jokowi dan Erdogan dengan isu kudeta tidak perlu
ditanggapi berlebihan. Anggap saja hanya sebatas "guyonan" menjelang
makan. Ketika kenyang, mereka akan lupa apa yang dibicarakan. Ini hanya sebuah
dinamika kecil dalam kehidupan berdemokrasi. Jadilah pendengar yang baik dan
yang terpenting jangan tegakkan kemungkaran dengan kemungkaran yang baru.
Aksi meniru kejadian di
Turki hanya akan membuat mereka yang benar ingin melakukan kudeta akan bernasib
seperti DI/TII nya mbah Karto Suwiryo. Gerakannya gagal dan sia-sia diujung
bedil tentara penjaga NKRI. Patut diingat bahwa gerakan-gerakan seperti itu
hanya akan menimbulkan masalah baru. Pendiri negara ini pun sudah bersepakat untuk
menggunakan Pancasila, bukan Piagam Jakarta.
Over Reaktif Pendukung Jokowi Atas Kudeta di Turki
Oleh: Anton Adi Wijaya
Over Reaktif Pendukung Jokowi Atas Kudeta di Turki
Oleh: Anton Adi Wijaya