Mengamati Polarisasi Isu Tenaga Kerja dari China
Pemerintahan di bawah
komando Presiden Jokowi harus bergerak cepat. Isu adanya eksodus 10 juta tenaga
kerja dari Tiongkok (China) ke Indonesia harus segera diluruskan. Benar atau tidak.
Jangan sampai menjadi bola liar yang meresahkan masyarakat.
Keresahan yang muncul di
tengah masyarakat akan adanya serbuan tenaga kerja dari China bisa dimaklumi.
Isu ini menjadi liar karena sebelumnya sudah dibangun isu atas sentimen etnis.
Yang utama adalah dominasi etnis China di sektor ekonomi. Hampir semua sendi
perekonomian di Indonesia diisi oleh etnis China keturunan. Kondisi ini
sepenuhnya bukan kesalahan orang-orang China.
Mereka memang lebih giat
berbisnis ketimbang menjadi pekerja seperti umumnya orang-orang Indonesia.
Sejak muda, mereka sudah diajarkan berbisnis. Berbanding terbalik dengan
kebanyakan orang Indonesia yang orang tuanya lebih bangga jika anak-anaknya
menjadi PNS atau pegawai swasta. Dampaknya baru dirasakan saat ini ketika hampir
semua sektor usaha sudah dikuasai etnis China.
Kemudian, traumatis
masyarakat atas skandal besar Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang
melibatkan pengusaha-pengusaha etnis China. Sampai saat ini terus memunculkan
kecurigaan tetang aktifitas-aktifitas etnis tersebut mengingat kasus BLBI juga
tidak terungkap secara tuntas.
Kerjasama Pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah Tiongkok dalam pembangunan di Indonesia memang
tidak sepenuhnya mendapatkan dukungan rakyat Indonesia. Khususnya, mereka para pendukung
Prabowo Subianto yang kalah di Pilpres 2014 melawan Jokowi. Mulai dari isu
komunisme, penjualan aset negara sampai yang saat ini sedang hangat tentang
ekspansi tenaga kerja.
Kekhawatiran itu juga
tidak bisa disalahkan karena memang angka pengangguran yang terbilang cukup
mengkhawatirkan di indonesia. Sampai tahun 2015 saja, ada sekitar 7 juta lebih
pengangguran di Indonesia. Isu ekspansi tenaga kerja dari China menjadi seksi
mengingat angka pengangguran di Indonesia yang masih tinggi.
Pemerintah melalui
Menakertrans Hanif Dhakiri sebelumnya sudah mengklarifikasi bahwa isu tersebut
tidak benar. Memang ada tenaga kerja dari China yang masuk ke Indonesia untuk
turut serta mengerjakan proyek yang dikerjakan oleh perusahan-perusahaan China.
Tetapi jumlahnya tidak sampai jutaan, hanya sekitar 12-an ribu orang di seluruh
Indonesia.
Sayangnya, jawaban
tersebut bukan keluar langsung dari mulut Jokowi. Kejelasan sikap pemerintah
dalam melindungi tenaga kerja lokal harus dikedepankan. Hal itu yang sampai saat
ini belum ditunjukkan oleh Jokowi.
Jika pemerintah jeli,
bukan hanya isu ekspansi tenaga kerja yang perlu difikirkan dan diambil
tindakan. Akan tetapi, bagaimana pemerintah juga harus menyelamatkan 7 juta
penganggur di Indonesia. Mereka membutuhkan lapangan kerja. Pemerintah
berkewajiban untuk menyediakannya.
Pemerintah harus membuka
lapangan kerja baru dengan jalan tercepat yaitu membuka kran investasi lebih
besar agar tenaga kerja terserap. Dengan ketentuan dan kesepakatan investor
dilarang turut membawa tenaga kerja dari negara asal. Monitoring kebijakan
dalam mempermudah investasi harus diperketat. Jangan sampai investasi terganggu
karena ruwetnya birokrasi. Ini untuk tetap menjaga kesempatan tenaga kerja di
Indonesia.
Kemudian yang utama,
pemerintah harus bisa membangun generasi muda yang mampu membuka lapangan kerja
baru. Generasi ini adalah proyek jangka panjang. Diawali dengan menanamkan
pentingnya berwirausaha sejak dini. Hal itu bisa dilakukan dengan mulai
mengenalkan pelajaran wirausaha, bila perlu sejak sekolah dasar. Sehingga,
tertanam benak pada generasi muda betapa pentingnya merebut dan membangun
perekonomian bangsa melalui wirausaha.
Munculnya wirausahawan
muda baru di Indonesia sekaligus memberikan kesempatan lebih luas untuk
menentukan pekerjaan yang diminati. Jangan terus-terusan menjadi pegawai di
perusahaannya orang China.