Menagih Janji Jokowi
Jungkir
balik, dua kata yang keluar dari mulut Presiden RI Joko Widodo paling diingat
masyarakat. Saat itu, masyarakat benar-benar berharap harga kebutuhan pokok
menjelang lebaran akan murah. Khususnya daging sapi. Kenyataan nya, jauh
panggang dari api.
Saat
itu, yang terbayang adalah daging sapi yang murah bisa dibeli rakyat. Daging
yang biasa untuk rendang saat lebaran. Daging yang terjamin kehalalannya bagi
umat muslim. Daging yang steril dari penyakit hewan seperti mulut dan kuku.
Saat itu, sama sekali tidak terbayang bahwa daging beku lah yang akan disebar
di pasaran.
Jokowi
jelas kesulitan dan terjepit. Persoalan daging bukan persoalan sepele.
Pemenuhan kebutuhan daging bukan seperti memenuhi kebutuhan akan toge
(kecambah) atau kangkung. Dalam hitungan hari, kebutuhan itu bisa dipenuhi.
Tapi, ini soal daging. Soal sapi yang berumur satu tahun baru bisa disembelih.
Soal lahan yang tidak sedikit untuk beternak sapi. Bukan seperti menanam toge
atau kangkung yang cuma butuh lahan kecil.
Persoalan
daging adalah persoalan suplay dan demand. Kebutuhan daging yang naik
signifikan saat menjelang lebaran. Yakin lah, selama suplai mampu memenuhi
permintaan pasar, tidak akan ada kenaikan harga. Nyatanya, saat ini, kebutuhan
daging sapi tidak mampu dipenuhi oleh stok daging sapi lokal.
Impor,
adalah jalan pintas. (Cuma itu jalan nya karena Tidak mungkin mau sulap
tiba-tiba ada jutaan sapi siap potong). Sayangnya, masih ada spekulan dan
importir nakal yang membuat harga daging sapi impor pun tetap mahal.
Adanya
pajak impor sebesar 2,5 persen, bea masuk 5 persen dan ongkos proses karantina
mengakibatkan ada tahapan kenaikan harga daging. Belum lagi ongkos distribusi,
harga daging bisa mencapai lebih dari 100 ribu seperti saat ini. Padahal, harga
daging sapi impor hanya berkisar di angka 35 ribu saja.
Permasalahan
tidak hanya di situ saja. Seperti kecurigaan menko kemaritiman Rizal Ramli
bahwa ada beberapa importir nakal. Mereka adalah feedloter, merangkap juga sebagai importir. Sudah memiliki kekuatan
pasar sehingga bisa memonopoli harga di pasar. Pemerintah harus bertindak tegas
dan cepat. Kejadian ini sudah berlangsung jauh sebelum Jokowi jadi presiden.
Membangun
industri penggemukan sapi lokal juga sama sulitnya. Benar ada Nusa Tenggara
yang mempunyai stok sapi lokal yang banyak. Tetapi, mereka juga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pasar khususnya di Pulau Jawa. Pemerintah harus bisa
membangun industri penggemukan sapi sendiri yang terintegrasi secara
benar. Sudah tidak bisa lagi
mengandalkan feedloter.
Memotong
jalur distribusi harus segera dilakukan karena di sana banyak menyerap biaya
yang membuat harga daging sapi menjadi mahal. Harga sapi lokal hanya berkisar
di angka 45 ribu di level peternak, kenapa bisa sampai 100 ribu lebih di
retailer? Ini berarti begitu panjangnya jalur distribusi.
Bila
perlu, pemerintah harus memiliki badan usaha khusus yang menangani kebutuhan
daging sapi dari hulu sampai hilir. Harus disegerakan jika tidak ingin rakyat
menjerit daging mahal tiap menjelang lebaran.
Mendongkrak
produksi sapi nasional, Pemerintah juga bisa memberdayakan BUMN yang bergerak
dibidang perkebunan untuk mendukung pemenuhan sapi lokal. Seperti yang pernah
diungkap Dahlan Iskan, PTPN VII seharusnya bisa memiliki usaha penggemukan sapi
sendiri karena memiliki stok rumput yang melimpah. Daun kelapa sawit bisa untuk
makan sapi. Seharusnya, kondisi tersebut bisa diintegrasikan untuk pertumbuhan
sapi nasional.