Bisnis Angkutan Gulung Tikar di Kota Metro
Bisnis transportasi merupakan salah satu ceruk bisnis yang banyak diminati. Akan tetapi, untuk bisnis angkutan jarak pendek, sepertinya sudah melalui masa keemasannya. Berbanding terbalik dengan rute-rute jarak menengah dan jauh yang masih banyak peminatnya. Misalnya jasa travel yang makin hari makin bermunculan. Dari yang resmi sampai yang tidak resmi.
Bisnis angkutan jarak pendek biasanya terjadi di wilayah-wilayah yang sudah padat penduduknya dengan luas wilayah yang kecil. Seperti di Kota Metro yang luas wilayahnya hanya 68,74 km². Di Kota Kecil ini, hanya ada lima kecamatan dengan hanya 22 kelurahan. Ditambah makin gencarnya industri kendaraan bermotor jenis roda dua. Belum lagi kemudahan dalam proses kepemilikan membuat bisnis angkutan kota (angkot) di Kota Metro meredup dan terancam punah.
Sebelum Kota Metro berdiri menjadi daerah otonom sebagai Kota Administratif, bisnis angkutan masih ramai. Terlihat, terminal Kota Metro ramai akan lalu-lalang angkot. Kondisi tersebut berlangsung sampai tahun 2005. Setelah itu, makin lama, jumlah angkot makin berkurang. Bahkan, beberapa trayek pun sudah tidak ada berjalan.
Trayek yang masih ada sampai saat ini hanya tinggal Kota Metro-Kampus dan Kota Metro-Mulyojati. Dua trayek tersebut wajar masih berjalan karena di sanalah pusat pendidikan di Kota Metro. Umumnya, penumpang adalah para pelajar. Ada juga Kota Metro-Trimurjo atau Kota Metro-Batanghari yang jumlahnya makin sedikit.
Trayek yang sudah tutup yaitu Kota Metro-Gotong Royong, Kota Metro-Punggur, Kota Metro-Bedeng 23, Kota Metro-Wates, Kota Metro-Metro Kibang, Kota Metro-Sekampung-Merandung-Pugung. Tutupnya beberapa trayek tersebut membuat Terminal Kota Metro kini difungsikan sebagai lokasi bongkar muat sayuran di Pasar Metro. Direncanakan, terminal Kota Metro akan beralih menjadi Pasar.
Meredupnya bisnis angkutan di Kota Metro tidak bisa dikesampingkan karena luasnya ekspansi kendaraan bermotor, baik itu roda dua atau roda empat. Di tambah lagi, rute yang ada di Kota Metro cenderung rute-rute jarak pendek. Bisa ditempuh dengan cepat dengan kendaraan roda dua. Seperti Kota Metro-Gotong Royong yang jaraknya 15 kilometer dengan ongkos angkot 20 ribu. Masyarakat lebih memilih naik sepeda motor dengan biaya bensin mungkin setengah liter seharga lima ribu rupiah.
Anak-anak sekolah pun sekarang sudah banyak yang membawa sepeda motor, baik siswa SMA atau SMP. Bandingkan ketika mereka harus naik angkot dua kali pulang pergi dengan masing-masing ongkos dua ribu rupiah, per hari siswa harus mengeluarkan ongkos delapan ribu rupiah. Siswa atau orang tua siswa lebih dengan sepeda motor karena ongkos yang lebih murah, apalagi jarak yang terbilang pendek.
Kondisi ini juga bisa disebabkan karena orientasi Kota Metro yang lebih kepada pemukiman bukan pertanian. Karenanya, jalur distribusi yang banyak terjadi adalah distribusi manusia, bukan barang. Makin lama, angkot di Kota Metro akan menghilang. Satu-satunya angkutan yang masih laku mungkin Bus jurusan Kota Metro-Rajabasa.