Selubung Kasus City Spa dan Upaya Penegakan Perda
Beberapa
waktu belakangan, media massa sering menulis kasus yang menimpa Cik Raden.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (kasatpol PP) Kota Bandarlampung sedang
menjadi persakitan. Dia ditetapkan tersangka atas kasus rekayasa penutupan
tempat kebugaran City Spa yang diduga menyelenggarakan prostitusi. Kasus yang katanya rekayasa ini pun sebelumnya sudah menyeret anak buah Cik Raden.
Sepertinya,
kasus ini akan terus melebar. Bukan hanya Cik Raden yang bakal terseret, atasan
sang komandan ini pun sepertinya akan masuk dalam pusaran "serangan balik" City Spa. Entahlah,
di sini penulis bukan mau menilai proses hukumnya. Biarlah ini menjadi tugas
aparat kepolisian, kejaksaan berhadapan dengan pengacara untuk kemudian
diputuskan oleh hakim.
Penulis
menyampaikan beberapa kejanggalan dalam kasus penutupan City Spa. Setidaknya,
ada tiga kejanggalan. Pertama, kasus
City Spa muncul pada saat prosesi Pilwakot Badarlampung. Kedua, secara kebetulan, pemilik City Spa adalah seseorang yang
digadang akan menjadi lawan berat bagi walikota petahana Herman HN. Ketiga, disaat City Spa ditutup dengan
tuduhan prostitusi, lokasi prostitusi lain tetap buka dengan hingar bingarnya.
Menilik
tempat lainnya seperti lokalisasi yang kita pun telah paham tempatnya toh tetap ramai, rumah karaoke (sebagai kedok) tumbuh
liar di tempat-tempat keramaian umum, Panti Pijat "plus-plus"
dan rumah-rumah karaoke di beberapa tempat tetap buka dengan house music dan
sajian mirasnya.
Kita
memberikan apresiasi atas keputusan Satpol PP Kota Bandarlampung menutup tempat
yang diduga melakukan praktik prostitusi. Kita tidak ingin berdebat apakah
benar ada prostitusi di rumah kebugaran. Kita tidak berbicara benar salah
menutup rumah kebugaran. Kita tidak berdebat tentang IMB sebuah bangunan. Kita
hanya ingin adanya penegakan perda demi ketentraman bersama. Sudah sepatutnya,
Satpol PP mampu menjalankan tugas dengan baik dan benar tanpa kepentingan
apapun.
Jika
memang mau menegakkan perda secara adil, memang sudah selayaknya satpol PP mau
mendengarkan keluhan warga dan benar-benar menegakkan aturan. Sudah beberapa
kali warga, khususnya di salah satu perumnas menyampaikan keberatan atas
keberadaan rumah karaoke di lingkungan kompleks mereka. Beberapa media lokal memuat tentang
keluhan warga atas suara bising dari musik house yang diputar sampai larut
malam. Belum lagi keberadaan Pemandu Lagu (PL) berpakaian minim di arena
karaoke. Patut dicurigai menjurus pada praktek prostitusi. Mungkin,
transaksinya di tempat lain.
Jika
ingin menegakkan perda, kenapa Satpol PP tidak menertibkan rumah karaoke di
sepanjang salah satu jalan di Bandar Lampung. Di sana, wanita PL berpakaian minim, berparfum
menyengat, berjajar dalam ruangan mirip akuarium, merokok, bertutur sapa genit
menjadi menu malam yang setiap hari muncul. Bukan lagi rahasia jika ingin
mencari teman kencan (prostitusi) bisa mencari ke sana. Kondisi yang kurang
lebih sama juga terjadi di beberapa panti pijat di jalan yang bersangkutan. Bahkan,
yang berkunjung adalah anak-anak muda usia produktif, calon generasi penerus bangsa.
Kalau
mau menegakkan perda dan bersikap adil maka tertibkan pula prostitusi di lokalisasi yang sudah terkenal namanya itu. Di sana, prostitusi sudah tidak sembunyi-sembunyi.
Wanita-wanita berpakaian minim berjajar di depan rumah yang sudah disulap jadi
rumah karaoke. Setiap laki-laki yang lewat akan disapa, diajak mampir ke rumah
karaoke dimana wanita genit itu mangkal. Prostitusi di sana sudah berjalan
sekian tahun, tak tersentuh dan terus berjalan.
Jika
memang mau menegakkan perda, silahkan lakukan razia rutin di hotel-hotel melati
yang ada di Bandarlampung. Sudah bukan rahasia lagi, hotel melati jadi tempat
favorit bagi pasangan tidak sah untuk memadu kasih. Bahkan, tidak sedikit pula para
pasangan pelajar dan mahasiswa yang tertangkap basah. Mereka generasi muda
terdidik yang tersesat. Menyalahgunakan fasilitas hotel untuk berbuat tidak
senonoh.
Jika
ingin menegakkan perda, kenapa tidak merazia salon-salon terselubung yang
menjajakan cinta. Bahkan, ada salon yang menjajakan cinta bagi pasangan sesama
jenis. Ini adalah target besar yang mesti ditertibkan dan diambil tindakan.
Jadi,
tidak perlu lagi menggelar diskusi tentang prostitusi hanya dengan
menuduhkannya ke City Spa. Tidak perlu lagi menggiring opini bahwa prostitusi
cuma ada di City Spa. Apalagi, menjelang Ramadhan, Satpol PP hendaknya turut
bisa menjaga ketertiban umum. Menjaga kekhidmatan Umat Muslim menjalankan
ibadah puasa. Tidak perlu lagi berdemo menuntut bebaskan Cik Raden.