Breaking News

Salah Kaprah Soal THR (Tunjangan Hari Raya)

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, sebagian banyak orang mulai memenuhi kebutuhan lebaran. Pusat-pusat perbelanjaan pun mulai ramai. Kebutuhan pokok, baju baru, kue lebaran, minuman lebaran sampai perlengkapan lainnya seperti tisu. Untuk memenuhi itu semua, pastinya diperlukan uang lebih, apalagi bagi seorang karyawan. Itu mengapa, ada Tunjangan Hari Raya (THR) bagi mereka karyawan.

Salah Kaprah Soal THR (Tunjangan Hari Raya)

Perihal THR, ketentuannya diatur jelas dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan. Pengusaha wajib memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja satu bulan atau lebih secara terus-menerus. Besarannya, biasanya, satu bulan gaji.

Yang aneh, istilah THR ini digunakan oleh beberapa orang untuk disalahgunakan. Mulai level perumahan, sampai ke kantoran. Penulis mendapatkan kabar tentang sebuah surat kabar lokal yang menyampaikan surat resmi kepada Instansi pemerintah untuk mendapatkan THR. Sebuah tindakan yang salah dan sangat mencoreng profesi wartawan. Menjadi kotoran di dunia pers.

Profesi wartawan memang sering bersinggungan dengan instansi pemerintah. Anggapan umum, instansi pemerintah adalah adalah sumber uang. Maka, dijadikanlah profesi wartawan untuk mendapatkan yang sesungguhnya bukan haknya si wartawan.Seperti meminta THR.

Seorang wartawan harus menjaga idealism dan keobjektifan beritanya. Wartawan harus menjaga jarak hubungan antara dirinya dengan si narasumber. Hal ini mutlak untuk menjaga supaya produk jurnalistik yang dihasilkan tidak terjadi konflik kepentingan. Oleh sebab itu, banyak media yang sudah menegaskan memberikan himbauan “wartawan media ini dilarang menerima imbalan apapun dalam proses peliputan”.

Kabar mencari THR juga ternyata dilakukan oleh organisasi partai politik tertentu dan ormas tertentu. Sudah jelas sebelumnya bahwa THR merupakan hak seorang karyawan/buruh atas perusahaan atau perseorangan yang memperkerjakannya minimal dalam jangka waktu satu bulan. Memberikan THR kepada mereka tidak diwajibkan dan tidak ada ketentuan yang mengatur.

Jika memberatkan, tidak usah memberikan THR. Tetapi memang, dari intansi pemerintah atau instansi tertentu juga terpaksa memberikan THR. Dalihnya, takut terkena imbas buruk atau takut hubungannya memburuk dengan si peminta THR. Kalau mau disadari, inilah satu dari sekian banyak faktor pembentuk lingkaran setan terjadinya perilaku korup.

Salah Kaprah Soal THR (Tunjangan Hari Raya)
Penulis: Anton Adi Wijaya