Breaking News

Fly Over Pahoman dan Lemahnya Pengawasan Proyek



Senin (13/6) kemarin, hujan lebat turun di Kota Bandarlampung. Seperti biasa, genangan muncul di beberapa titik langganan seperti Jalan Kartini, Jalan Hayam Wuruk dan Antasari. 

Fly Over Pahoman dan Lemahnya Pengawasan Proyek
Banjir di Fly Over Pahoman pada hari Senin (13/06) ketika diguyur hujan

Ada yang tidak biasa ketika genangan muncul di Fly Over Pahoman yang dibangun tahun 2012 lalu. Genangan setinggi 30 centimeter di atas badan fly over membuat masyarakat bertanya-tanya, ada apa gerangan. Mungkin wajar, ini pertama kalinya. 

Setelah ditelisik, kondisi fly over yang landai tidak dilengkapi dengan saluran pembuangan air. Ketika hujan lebat, air tidak bisa mengalir. Terjadilah genangan disana. Kok bisa?. 

Seketika, rekanan yang membangun fly over tersebut jadi tertuduh. Diaggap lalai dan membuat kesalahan dalam pembangunan konstruksi. Padahal, rekanan selaku pelaksana pengerjaan fly over pastilah hanya mengikuti gambar sketsa bagunan.

Gambar yang sudah disediakan oleh si pemilik pekerjaan yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandarlampung. Gambar tersebut dibuat oleh pihak ketiga yang memenangi proyek pengerjaan gambar fly over. 

Bukan mau menyebut siapa yang salah dalam kejadian ini. Pemerintah Kota Bandarlampung pun pastinya sudah mengetahui harus mengambil tindakan apa. Dari kejadian ini, kita harus bisa mengambil hikmah. Pengerjaan proyek (dalam hal ini proyek fisik), harus mendapatkan perhatian dan pengawasan dari semua elemen pemerintah.

Selain masyarakat pribadi, pers dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus tampil di garda terdepan. Wajar, ada ratusan milyar uang negara yang mengalir dalam proyek fisik yang digarap oleh pemerintah daerah tiap tahun nya. Jangan sampai, uang rakyat habis, hasil pengerjaan proyek berkualitas rendah (mudah rusak) rakyat tetap rugi. Rekanan (pemborong) yang untung banyak.

Sayangnya, proses pengawasan tersebut belum berjalan maksimal. Hal ini terlihat dari beberapa pengerjaan proyek fisik, khususnya jalan, yang hasilnya buruk. Bahkan, umur hasil pekerjaan hanya hitungan bulan. Mau berapa lagi uang rakyat terbuang percuma. 

Seharusnya, dalam setiap proses pengerjaan proyek fisik pemerintah, kita bisa mengecek langsung ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Dari sana, bisa diketahui anggaran, pihak rekanan sampai lokasi pengerjaan. Jadi sangat disayangkan jika ada oknum wartawan yang menulis tidak adanya plang proyek di lokasi proyek. 

Bukti bahwa pemahaman atas proses dan prosedur pengerjaan proyek belum dipahami secara luas. Akibatnya, rekanan jadi leluasa mengerjakan pekerjaan bahkan jauh dibawah spesifikasi kontrak pekerjaan.

Seharusnya, pihak media bisa memberikan pemahaman lebih kepada wartawannya, jika ingin turut mengawasi proyek pemerintah dari penyimpangan. Mulai dari tahapan pengadaan sampai pengerjaan proyek. Bahkan, sampai ke teknis pekerjaan (karena disini terjadinya praktek curang pengurangan volume).

Misalnya, bagaimana seharusnya pengerjaan patching (tambal jalan), peninkatan Lapisan Pengeras (Lapen), standar ketebalan aspal bahkan sampai alat pengukur kekerasan beton pun wartawan seharusnya punya. Ini menyagkut standar kualitas beton pada konstruksi bangunan. 

Memang ruwet, banyak istilah baru, banyak yang tidak dipahami. Akan tetapi, hal ini harus segera dilakukan. 

Selama ini pengawasan proyek pemerintah hanya dilakukan oleh konsultan pengawas. Pihak pengawas pun merekrut Inspector yang merupakan anak-anak baru tamat kuliah. Mereka ini yang datang langsung ke lokasi untuk mengecek hasil pekerjaan. 

Maksimal?. Tidak. Anak-anak ini biasanya bekerja alakadarnya saja. Tidak jarang, mereka malah minta makan dan rokok kepada mandor. Hasil pengawasan jadi Tidak maksimal. Padahal, mereka-mereka ini merupakan pengawas yang cukup memiliki kualifikasi dan memahami objek pengerjaan proyek.

Sayang, ada juga pihak konsultan pengawas yang "cingcai" kepada rekanan. Ini yang jadikan celah oleh rekanan untuk tetap bisa ambil untung besar dengan pengurangan volume pekerjaan. Dari inspector sampai bos nya bisa "diamankan" oleh rekanan. Di sinilah rakyat, pers dan LSM harus hadir.

Pemerintah juga harus memiliki kesadaran bahwa pengerjaan proyek adalah demi kepentingan rakyat. Satu hal penting yag harus dilakukan pemerintah selaku Kuasa Pengguna Anggaran adalah meng-upload juga kontrak kerja. Dari sana, kita bisa mencocokkan hasil pekerjaan dengan nilai proyek.

Tapi, jika kontrak kerja sampai diketahui umum, ini adalah bunuh diri. Semuanya bisa dicek, aksi curang bisa diketahui.

Penulis: Anton Adi Wijaya