Berburu Harta Karun Di Kota Baru Lampung
Kota
Baru adalah kawasan baru yang diproyeksikan akan menjadi pusat pemerintahan
Provinsi Lampung. Pembangunannya dengan Anggaran Multy Years. Lokasinya di
Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Sekitar 15 kilometer dari
Terminal Rajabasa Bandarlampung.
Kondisi
Bandarlampung sendiri sebagai Ibu Kota Provinsi Lampung dianggap sudah terlalu
padat dan sudah tidak cukup kondusif lagi dijadikan pusat pemerintahan.
Luas
wilayah Kota Baru sendiri adalah 1.580 hektare. Diharapkan pembangunan Kota
Baru di areal tersebut dapat mendongkrak pembanguanan di wilayah penyangga di
sekitarnya. Anggaran yang digunakan untuk pembangunan Kota baru berasal dari
APBD Provinsi Lampung. Sejak Pembangunan nya tahun 2013 silam pada era Gubernur
Sjachroedin ZP, sudah lebih dari Seratus Milyar uang yang digelontorkan.
Sampai
akhirnya Pembangunan mega proyek tersebut dihentikan oleh Gubernur Baru Ridho
Ficardo. Tidak ada yang tahu, kapan pembangunan akan dilaksanakan. Padahal, di
sana sudah berdiri beberapa rancangan bangunan maupun bangunan yang sudah jadi
seperti Akses Jalan Masuk Gapura, Rumah Sakit Daerah, Gedung Dewan Provinsi
Lampung, Bangunan Masjid dan Kantor Gubernur dan bangunan lainnya seperti
kantor kedinasan hingga balai adat Lampung.
Sejak
proyek pembanguanan tersebut dihentikan tahun 2015 kemarin, kondisi Kota Baru
sangat memprihatinkan. Gedung-gedung dibiarkan mangkrak, mirip rumah hantu.
Tidak terawatt, diselimuti semak belukar. Cocok untuk kegiatan uji nyali atau
pun kegiatan menantang nyali “dunia lain”.
Komplek Pemerintahan dengan bangunan nya yang dibangun dengan uang rakyat,
terbengkalai sudah.
Kabar
terbengkalainya Kota Baru dimanfaatkan oleh para pemburu harta karun. Mereka
adalah orang-orang yang dengan sigap memanfaatkan lemahnya pengawasan
pemerintah atas asset yang dimiliki. Dengan cepat, para pemburu harta ini
menyulap Komplek Kantor Pemerintahan di Kota Baru menjadi kebun singkong dan
kebun jagung. Siapa yang mau menyalahkan atas penggarapan lahan mangkrak di
Kota Baru?. Mulai dari jalan akses masuk, sampai di dalam area komplek bangunan
Pemerintahan sudah dikuasai perambah yang berburu harta karun dari menanam
Singkong dan Jagung.
Kenapa
sampai terjadi kejadian seperti ini? Pertama,
memang tidak ada pengawasan ketat bagi siapa saja yang ingin datang dan masuk
ke area Kota Baru (Bahkan, dulu, sampai ada pungli bagi siapa yang memasuki
area Kota Baru). Perambah pun dengan leluasa membajak, menebar bibit sampai
memanen hasil garapan, dengan tenang. Benar ada Anggota Satpol PP yang menjaga
areal komplek, akan tetapi, mereka bisa berbuat apa. Kedua, jelas para perambah ini bisa menggarap lahan milik
pemerintah karena memiliki akses langsung kepada “oknum” penyalahguna aset Negara yang tentu saja pangkatnya lebih
tinggi dari Si Satpol PP.
Kita
semua tahu, uang yang berputar dari hasil tanaman Singkong dan Jagung nilainya
sangat menggiurkan, seperti harta karun di permukaan tanah. Bisa mencapai
puluhan juta per hektar. Di Kota Baru, ada seribu hektar lebih lahan aset
Negara yang tidak terurus. Bayangkan saja, perambah di Register 45 yang menanam
singkong, berani saling bunuh hanya untuk bisa menduduki lahan dan menanam
singkong.
Anggaran
Pemprov Lampung di APBD Provinsi yang minim, memang dijadikan alasan kuat
menunda pembanguanan Kota Baru. Sampai Kapan?. Mungkin sampai delapan tahun
mendatang. Tiga tahun sisa jabatan Gubernur Ridho Ficardo, Lima tahun lagi jika
Gubernur Petahana kembali memimpin Lampung.
Jadi,
masih banyak waktu bagi siapapun yang ingin memburu harta karun di Kota Baru
dengan menjadi perambah. Toh, tidak ada langkah nyata dan tegas dari pemerintah
untuk melindungi aset Negara. Mungkin, mulai saat ini, siapun bisa merambah di
sana. Asalkan bisa menemui si “empu”nya yang mengelola dan menerima upeti dari
para perambah aset Negara. Di sana sangat bebas dan leluasa.
Kita
cuma berharap, jangan sampai ketika jatuh tempo waktunya harus dilakukan penertiban
bagi para perambah, Pemerintah Provinsi malah kelimpungan. Harus menyiapkan
ganti rugi atau bahkan ada perambah yang melakukan perlawanan. Menertibkan PKOR
Way Halim saja sangat lama dan bertele-tele.