Breaking News

Antara Jokowi, Ahok dan Lampung, Siapa Peduli?



Hampir dua tahun ini, perhatian mata dan pikiran hampir semua pengguna media sosial selalu tentang dua kutub. Keduanya saling bertentangan. Pro jokowi Ahok dan Anti Jokowi Ahok. Yang pro sibuk menyapaikan hal positif tentang Jokowi Ahok. Yang kontra sibuk mencari salah Jokowi Ahok. Begitu kuatnya daya tarik Jokowi Ahok, sampai-sampai nyaris melupakan masalah di sekitarnya.
 
Antara Jokowi, Ahok dan Lampung, Siapa Peduli?
Bung Anton

Kondisi seperti itu juga dialami oleh pengguna medsos di Lampung. Paling khusus adalah para kelompok yang kontra Jokowi Ahok. Nyaris setiap hari, baik itu cibirian, kritik, sindiran, hujatan sampai membagikan tautan berita tetang kritik dialamatkan kepada kedua orang tersebut. 

Terlebih tentang sosok gubernur DKI Jakarta, Ahok. Segala macam persoalan Jakarta, warga di luar Jakarta turut ikut ambil peran dan komentar. Mulai dari persoalan banjir, macet, skandal RS Sumber Waras, minum bir, penggusuran prostitusi Jakarta sampai persoalan sampah. Tiba-tiba, hampir semua orang ikut peduli dan seperti sangat mengerti tentang Jakarta. Tiba-tiba banyak orang berbicara tentang dalil agama.

Untuk apa, dapat apa kita menghujat Jokowi-Ahok? Mungkin, bagi warga di Provinsi Lampung, keadaan wilayahnya dianggap jauh lebih baik dari Jakarta. Banyak masyarakat yang ikut peduli dan menilai provinsi lain. Melupakan provinsi sendiri.

Permasalahan yang ada di Lampung seperti tidak terlihat karena sibuk ikut berkometar tentang Jakarta. Para pengguna medsos seolah lupa bahwa kerawanan sosial di Lampung masih sangat tinggi. Banyak permasalahan di Lampung yang dilupakan dan tidak dikritisi. 

Kerawanan keamanan di Lampung menjadi persoalan yang sulit diselesaikan. Makin hari, kerawanan makin menjadi. Pak Ogah tiba-tiba muncul dibanyak titik. Dari Badarlampung sampai Tegineneng, Pesawaran, Jalur Lintas Sumatera, setidaknya ada enam titik pak Ogah. Keadaan ini jelas membuat resah. 

Belum lagi tindakan kriminal pembegalan yang tak kunjung selesai. Lampung Utara khususnya di daerah Abung Timur dan Abung Surakarta menjadi daerah tidak tersentuh hukum. Kasus pembegalan terus terjadi, bahkan aksinya nyaris menyebar ke seluruh kabupaten Lampung Utara. Kecamatan Jabung yag bahkan menjadi sorotan nasional karena menjadi eksportir pelaku begal ke beberapa daerah di Indonesia. Meski sering digrebek polisi, masih saja tersiar kabar pelaku begal dan curanmor dari Jabung yang tertangkap Polisi.

Warga Lampung seperti lupa, sarana Jalan yang ada di Lampung masih jauh dari layak. Jalan provinsi Pringsewu-Pardasuka seperti tidak terurus. Berlubang dan rusak membuat arus distribusi barang menjadi tergagu. Kejadian serupa juga terjadi di ruas jalan Sukoharjo (Pringsewu) Padangratu (Lampung Tengah). Ruas Kedondong-Padangcermin. Ruas Metro Kibang-Jati Agung. Sedikit contoh tentang buruknya kondisi jalan di lampung.

Warga Bandarlampung apalagi. Sibuk menilai kemacetan di Jakarta tanpa tau harus berbuat apa mengatasi macet di Bandarlampung yang kian hari kian menjadi. Titik macet terjadi di Jalan Teuku Umar, Urip Soemoharjo, Pasar Kemiling, Pasar Pasir Gintung, Raden Intan dan Kartini. Bahkan, kritik keras jarang disampaikan kepada Walikota Bandarlampung Herman HN atas keputusannya merubah rute jalan di pasar tengah dan Jalan Raden Intan yang membuat macet makin parah. 

Di pinggiran Provinsi Lampung, perambahan Hutan kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) seperti tidak tertangani. Kawasan hutan di Pekon Rata Agung Kabupaten Pesisir Barat sudah menjadi kebun kopi, lada bahkan cabai. Kondisi serupa terjadi di pekon Tikhom Kabupaten Tanggamus. Belum lagi lokasi lain yang tidak terpantau.

Konflik lahan di Kawasan Register 45 Kabupaten Mesuji telah menelan banyak korban Jiwa. Penanganan konflik tidak tuntas. Hutan register yang menjadi hak milik negara justru digarap perambah liar. Hutan register yang hasilnya seharusnya bisa untuk kemakmuran negara justru dinikmati segelintir orang. 

Perkara bencana, Jakarta memang ada banjir. Tapi jangan dilupakan Lampung juga kerap terjadi longsor. Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat jadi langganan longsor. Bahkan, longsor justru terjadi di jalur lintas utama. Hal ini mengganggu arus distribusi barang dan manusia. Jalur Lintas Barat Kabupaten Pesisir Barat, jalur Liwa-krui, jalur Bukit Kemuning-Liwa jadi langganan longsor. Bahkan, kejadian terulang terus menerus tiap tahun di musim hujan.

Tentang kesehjateraan sosial, kita masih ingat bagaimana dana sertifikasi guru Kota Bandarlampung yang tertunda pembayarannya selama tiga bulan. Dana sertifikasi bulan Oktober, November dan Desember 2015 baru dibayarkan pada bulan Januari, Februari dan Maret tahun 2016. Media sosial sepi membahas ini meskipun beberpa media cetak ragu-ragu untuk mengupasnya. Apa sebenarnya yang membuat dana sertifikasi sampai tertunda-tunda. 

Mungkin, tidak banyak kita tahu karena juga hanya sedikit media yang menulis. Dana Bansos di salah satu pemerintahan daerah digunakan untuk membiayai umrah  masyarakat. Masyarakat yang ikut dalam salah satu kelompok pengajian. Kelompok pengajian dimana si kepala daerah mejadi pembinanya. Entah ada kepentingan terselubung atau tidak, tidak ada media mainstream lokal yang mengulas tentang kejadian tersebut. Penggiat medsos lagi-lagi sibuk menguliti Jokowi-Ahok. 

Dari sini hendaknya kita bisa lebih jernih dalam menilai. Untuk apa kita jauh-jauh mencari-cari kekurangan Gubernur daerah lain tetapi melupakan dan luput atas permasalahan di sekitar kita. Sepatutnya para penggiat medsos untuk bisa lebih peduli atas permasalahan di daerahnya. Kita sudah sama mengerti bahwa media lokal memiliki ketergantungan atas pemerintah daerah. Pemberitaan kritis sudah jarang ditemui hanya berita seremoni iklan. Di sini lah seharusnya penggiat medsos untuk mengambil peran. Terlalu jauh jarak untuk ikut mengkritisi Jokowi Ahok. Terlalu banyak energi terbuang.