Ahok Marah-marah Lagi, Haduh...
Melihat Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok marah-marah adalah hal biasa. Sejak
kemunculannya, dia memang dikenal hobi marah-marah.
Kali ini, wartawan sebuah media online yang giliran kena semprot. Entah apa sebabnya, mungkin pertanyaan si wartawan tidak disukai Ahok. Akibatnya, serombongan wartawan yang kebetulan sedang ada dalam proses wawancara, ikutan disemprot.
Kali ini, wartawan sebuah media online yang giliran kena semprot. Entah apa sebabnya, mungkin pertanyaan si wartawan tidak disukai Ahok. Akibatnya, serombongan wartawan yang kebetulan sedang ada dalam proses wawancara, ikutan disemprot.
Bukan kali ini Ahok
memarahi media. Sebelumnya, Majalah Tempo disemprot karena memuat berita tukar
guling CSR reklamasi. Sebelumnya lagi, wartawan tv One yang disemprot karena
dianggap membawa pertanyaan pesanan.
Kali ini, Ahok mendapat
perlawanan dari serombongan wartawan yang "ngepos" di balai kota. Salah satu kegiatan Ahok pun diboikot
tanpa peliputan. Ahok peduli?. Sepertinya tidak.
Ahok pribadi sepertinya
menyadari bahwa dirinya adalah news maker walaupun bukan media darling.
Pernahkah Ahok minta maaf ke media atas kemarahannya?. Sepertinya tidak. Karena
dia akan tetap jadi berita. Lihatlah beberapa hari ini, tidak mungkin berita
tentang Ahok akan hilang karena aksi boikot wartawan.
Ucapan ceplas-ceplos dan
sering mengumbar kemarahan Ahok adalah "good news" bagi para wartawan. Benar yang dikatakan Ahok,
bukan dia yang perlu media. Tapi media yag perlu dia.
Bayangkan saja, ada berapa
banyak pembenci dan pendukung Ahok. Mereka semua memerlukan bahan untuk sekedar
sharing berita di media sosial. Yang pro Ahok sharing berita keberhasilan Ahok,
yang benci sharing berita kegagalan Ahok. Ini lah pasar yang disadari pengusaha
media. Tidak heran, wartawannya akan tetap diperintah mencari informasi dari
dan tentang Ahok. Walau harus disemprot.
Sesungguhnya, kemarahan
pejabat kepada wartawan bukan hanya menimpa Ahok. Di Lampung, beberapa waktu
lalu, Sekda Provinsi Lampung didemo wartawan. Sebabnya sama, dianggap
melecehkan wartawan. Kasusnya berakhir setelah Si Sekda meminta maaf di depan
awak media. Hal yang tidak pernah dilakukan Ahok.
Sebelumnya lagi, mantan
Pj. Bupati Mesuji juga pernah memarahi salah seorang wartawan di Lampung. Di
demo juga si Pejabat. Entah bagaimana hasilnya, setelah itu si Pejabat tidak
pernah lagi memarahi wartawan. Beda dengan Ahok, sekarang marahi wartawan,
besok masih marah lagi.
Mungkin, awak media yang
meliput kegiatan Ahok bisa meniru aksi di Lampung dengan melakukan aksi
demonstrasi. Mudah-mudahan Ahok mau melunak, mau minta maaf dan bersedia tidak
marah-marah lagi. (Hal yang sepertinya
sulit terjadi)
Terlepas konflik yang
sedang terjadi antara beberapa media dengan Ahok, sangat disayangkan jika ada
pejabat yang marah-marah kepada media. Jika memang ada berita yang dianggap
merugikan dirinya, bisa ditempuh dengan meminta hak jawab.
Toh jika keberatan atas
ucapan kasar dan kemarahan Ahok, bisa menempuh jalur hukum. Seperti seorang ibu
yang dituduh Ahok mencuri uang dari Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik anaknya.
Toh, si ibu menang melawan Ahok di pengadilan.
Dasar Ahok saja yang keras
kepala. Enggan bersahabat dengan media. Enggan membangun citra positif, santun
dan baik hati dengan memanfaatkan media. Uang APBD DKI kan besar, bisa untuk
mebayar iklan di media supaya dibuat berita yang bagus-bagus.
Posisi media yang sangat
penting dalam membentuk opini publik sama sekali tidak dipedulikan Ahok.
Bahkan, secara terbuka dia menyatakan tidak butuh media. Mungkin dengan Kompas
sekalipun. Sudahlah, kemarahan Ahok sepertinya malah membuat wartawan senang.
Punya banyak stok berita untuk ditulis.
Penulis: Anton Adi Wijaya
Penulis: Anton Adi Wijaya