Breaking News

Paradigma Kebangkitan Nasional


Paradigma Kebangkitan Nasional : SATU dasawarsa reformasi telah menanti, perjalanan panjang perjuangan masyarakat Indonesia demi membangun sebuah mimpi terhalang untuk sejenak. Tersandung langkah yang kurang arif dalam membawa perjalanan panjang itu.

Jalan ini memang panjang dan masih memberikan harapan ke depan. Di sanamasih membentang harapan-harapan dari sisa-sisa tragedi kemanusiaan.

Paradigma Kebangkitan Nasional

Keterbukaan dan kebebasan berpendapat kini dapat dikatakan berjalan setengah-setengah. Tidak sepenuhnya kebebasan untuk berpendapat itu didapat dan tidak sepenuhnya keterbukaan itu dibuka. Adasisi yang menutupi, ada juga yang menghalangi, ada gerakan-gerakan yang telah dipersiapkan, tapi ada juga gerakan serampangan.

Momentum reformasi merupakan tindakan awal dari sebuah gerakan yang lebih besar. Gerakan yang akan merubah keadaan secara fundamental, yang telah dipersiapkan jauh-jauh hari dan tinggal menunggu momentum. (Baca Juga: Selayang Pandang Reformasi dan Demokratisasi)

Seabad Kebangkitan Nasional menorehkan kesan yang mendalam, memberikan pelajaran gerakan kepemudaan yang kuat rapuh lalu runtuh, bangkit kembali, kuat rapuh lalu runtuh.

Dinamika tersebut menggambarkan situasi yang selalu terjadi dengan bangsa yang besar ini. Bangsa yang ingin bangkit, yang selalu tersesat di persimpangan jalan. Yang kehilangan arah, yang tidak jelas siapa nakhodanya, ke mana akan berlayarnya.

Kita bukan Titanic yang harus tenggelam dan karam. Terbengkalai menjadi bangkai dan menjadi catatan sejarah dalam kehancuran.

Momentum reformasi dan kebangkitan nasional adalah momentum refleksi kebangsaan sebelum melakukan perayaan kemerdekaan. Dua momentum yang memberikan spirit perubahan, simbol gerakan, perjuangan dan kepemudaan. (baca juga: Peran Kaum Intelektual Muda)

Secara nasional rasa kebersamaan itu ada tapi secara individual rasa itu sirna. Sirna oleh kepentingan dan nafsu. Pada akhirnya pilar-pilar kebersamaan itu runtuh oleh rasa individualisme kita yang sempit.

Reformasi belum sepenuhnya memberikan napas perubahan yang besar menuju Indonesia yang sejahtera. Reformasi secara perlahan membuka keran-keran otoriterisme gaya baru, otoriterisme kapitalis telah muncul kepermukaan, dan membagi dualisme golongan masyarakat menjadi golongan bangsawan dan rakyat jelata, golongan mustakbirin dan mustadh'afin, golongan borjuis dan golongan proletar.

Pada era transisi ini, ada beberapa hal yang harus ditekankan bahwa perubahan tersebut harus sepenuhnya menjadi tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab orang per orang, kelompok tertentu atau pemerintah saja. Tapi secara menyeluruh, semua elemen masyarakat bertanggung jawab dalam menggerakkan momentum perubahan. Momentum perubahan harus dimulai dari perubahan paradigma. (Baca Juga: Pemilihan Presiden dan Peran Mahasiswa)

Revolusi paradigma setidaknya bukan hanya milik orang-orang pintar, milik masyarakat, tetapi perubahan paradigma secara menyeluruh. Dari mental pejabat, mental pengusaha, mental orang-orang kaya, mental orang miskin (baca juga: Kemiskinan dan Radikalisme), mental orang setengah-setengah, mental mahasiswa dan mental pelajar, LSM, dan OKP-OKP lain.

Revolusi paradigma setidaknya mengajarkan cara pandang dalam melihat persoalan kebangsaan, dan bagaimana memainkan peran sebagai bagian dari masyarakat. Membentuk koalisi berpikir dan rembuk keswadayaan masyarakat sudah sepenuhnya harus dilakukan.

Dengan keswadayaan masyarakat diharapkan Bangsa Indonesiabangkit dengan sumber daya yang unggul dan tidak menyisakan polemik secara terus menerus. Sedasawarsa reformasi dan seabad kebangkitan merupakan refleksi bersama. Di mana letak kebangsaan kita sebagai bangsa yang terus tetap berpacu dalam era globalisasi. Kini sebagian besar masyarakat Indonesiamasih berkutat pada masalah perut. Pemenuhan kebutuhan untuk melanjutkan kehidupan sehari-hari.

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional belum sepenuhnya menjadi bahan refleksi bagi masyarakat umum. Prosesi peringatan ini hanya menyentuh sekolah-sekolah, instansi-instansi pemerintah dan lembaga lainnya. Sehingga semangat kebangkitan nasional belum merata dan dimiliki setiap warga negara.

Kebangkitan nasional layaknya menjadi sumber inspirasi, sebagai bahan penggerak yang mengguncangkan jiwa dan semangat untuk tetap merdeka sebagai bangsa yang merdeka. Ia menjadi bahan refleksi bersama dan menghormati perjuangan para pejuang yang telah meneteskan darah, keringat dan air mata untuk membangun fondasi-fondasi dan mendirikan bangsa ini menjadi bangsa yang lebih berabad.

Kenapa belum sepenuhnya seluruh masyarakat Indonesiamemiliki jati diri kebangsaan bahwa bangsa ini memiliki nilai historis yang cukup memikat. Memiliki daya juang yang tidak ada bandingannya dan mampu untuk berpartisipasi dalam kancah global kala itu. Kini kita merasa kecil sebagai bagian dari dunia. Kita merasa bangsa ini tidak begitu memiliki peranan penting dalam melakukan perubahan dunia yang lebih adil dan makmur.

Paradigma sempit masyarakat kita mengetengahkan suatu dasar pijakan yang akan menghasilkan kesempitan berpikir dalam memandang dunia yang telah maju melesat meninggalkan bumi menuju planet-planet lain. Mencari penghidupan untuk kelayakan hidup yang lebih baik, dan bukan hanya bekutat pada masalah perut dan emosi-emosi.

Kebangkitan nasional bukanlah kebangkitan semi permanen, melainkan permanen dan milik seluruh warga Negara. Penanaman nilai-nilai kebangkitan ini harus tetap ditanamkan disetiap hati sanubari setiap warga negara. Revolusi paradigma merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang konkret dan ditinggalkan dengan segera.

Pembangunan mental yang kuat sudah sepatutnya kita mulai. Kecenderungan pada need of power sebaiknya tidak mengeliminasi mental-mental yang lain. Need of power harus diimbangi dengan need of achievement dan need of affiliation. Jadi kebangkitan nasional ini adalah langkah dalam melakukan perubahan paradigma dan penguatan mental-mental masyarkat. (Baca juga : Menggiatkan Bangsa Yang Berbudaya)

Sebagai bangsa yang memiliki mental dan pandangan ke depan yang lebih maju bangsa Indonesia akan terus berpacu dan tidak ketinggalan zaman. Ketimpangan pembangunan daerah, rendahnya angka partisipasi sekolah, rendahnya tingkat pendapatan, lemahnya sumber daya manusia bukanlah alasan untuk tidak dapat berkembang.

Justru perkembangan itu makin tampak ketika geliat kebangkitan ini mulai digerakkan. Geliat tersebut makin nyata ketika pemerataan pembangunan daerah semakin baik, tingginya angka partisipasi sekolah, besarnya tingkat pendapatan dan kuatnya sumberdaya manusia.

Tidak ada waktu lagi untuk menunda bahwa revolusi paradigma belum layak dilaksanakan. Saatnya perubahan itu datang dari bawah bukan mengandalkan dari atas. Gerakan arus bawah lebih konkret dan memiliki rentang massayang panjang. Ia merupakan proyek jangka panjang dan akan dituai hasilnya dalam waktu mendatang

Paradigma Kebangkitan Nasional
Oleh: Guntur Subing
Dimuat di Harian Lampung Post, 23 Mei 2008