Breaking News

Menyiasati Pilkada Damai

Menyiasati Pilkada Damai : Akhir-akhir ini media selalu memberitakan tentang kekerasan yang terjadi indonesia. Yang menunjukkan tingkat kebrutalan masyarakat indonesia yang gamang tentang eksistensi. Baik itu eksistensi akan dirinya sendiri maupun eksistensi kepemimpinan yang dicari.

Menyiasati Pilkada Damai

Setelah sepuluh tahun reformasi gambaran tentang kepemimpinan sejati dan hadirnya sang ratu adil di negara ini tidak pula muncul. Sehingga keberadaan yang dicari seperti hilang dan tidak diketahui rimbanya. Munculnya sosok pemimpin yang dapat mengayomi dan membawa arah bangsa ini dipandang skeptis dan ditanggapi apatis, dikarenakan tingkat kepercayaan yang telah hilang.

Tingkat kebrutalan massa yang terjadi, tidak hanya pada situasi yang menyentuh hal yang idiologis tapi sampai kepada hal yang praktis dan berkutat pada masalah kekuasaan. Kekuasaan setidaknya memberikan kekuatan legitimasi bagi seseorang yang membawahi wilayah tertentu sebagai daerah kekuasaannya. Kembalinya masyarakat kita pada paradigma kekuasaan kekuatan jaringan massa menimbulkan trah kepemimpinan premanisme.

Dimana kekuatan preman dan tukang pukul dapat digunakan sebagai sarana untuk melindungi sang pemimpin dari intimidasi dan serangan lawan politik. Maka timbullah barisan-barisan kekuatan kepengawalan yang mengatasnamakan pemuda, masyarakat, paguyuban dan organisasi sempalan lainnya. Intrik politik seperti ini, pada zaman modern yang lebih mengedepankan demokratisasi telah mengalami depresiasi dengan kekuatan otot dan kependekaran.

Lebih mengesankan lagi bahwa wilayah organisasi massa kependekaran yang ada saat ini memiliki keberpihakan politik sampai dengan tingkat bawah. Perlindungan sosial pada tingkat keamanan dibawah payung pemerintahan daerah dianggap tidak begitu berhasil sehingga membutuhkan pengamanan swakarsa yang tidak terhitung jumlahnya dan berasal dari organisasi-organisasi yang lebih mengutamakan premanisme.

Pada sisi ini preman lebih dipercaya ketimbang polisi, sebab preman dengan kesangaran dan kekuatan jaringan massa dibawah dan jaringan kekuasaan diatas lebih dapat memberikan rasa aman dibanding penegak keamanan. Tingkat kenyamanan ini dapat dikatakan bukanlah kenyamanan sesungguhnya sebab rasa aman itu hadir dengan pengawalan orang-orang yang dianggap ditakuti.

Sedangkan polisi dianggap berbeda disebabkan oleh penyimpangan tindakan yang dilakukannya, seperti bukannya melindungi masyarakat tapi justru mengeruk masyarakat dengan seragam yang dimilikinya. Kenapa masyarakat kita lebih percaya pengamanan yang dilakukan preman, organisasi kepemudaan serta organisasi yang mengatasnamakan kependekaran dibanding dengan pengamanan kepolisian? jawaban atas pertanyaan tersebut tidak akan ditemukan disini.

Disini saya ingin menggambarkan kegiatan yang terjadi dengan pengerahan massa yang besar untuk menunjukkan eksistensi kekuasaan. Eksistensi kekuasaan yang ditujukkan demi mencapai kekuatan struktural yang diidamkan. Dalam hal ini pilkada memiliki ruang yang sama timbulnya  barisan-barisan kekuatan tersebut, yang digunakan untuk memenangkan salah satu calon didalam pilkada.

Terbentuknya Tim Sukses- Tim Sukes dengan kekuatan massa yang mengandalkan kekuatan otot adalah langkah yang sama demi memberikan keamanan dan proses penjaringa masa kebawah. Kekuatan seperti ini menjadi kekuatan alterantif baru dan jika tidak diawasi dan diberikan pengarahan yang jelas maka bisa saja nanti pilkada-pilkada yang ada akan sama dengan pilkada yang terjadi di Sulawesi Selatan dan Maluku Utara. Yang dapat kita saksikan bahwa kekuatan-kekuatan yang bertarung bukan hanya pada tingkatan elit tapi juga pada tingkatan massa kelas bawah.

Dan dapat kita saksikan pula bahwa yang lebih banyak menjadi korban adalah mereka yang memiliki loyalitas yang tinggi pada tingkatan bawah yang hanya mendapatkan uang tidak lebih dari lima puluh ribu rupiah. Yang bergerak pada jajaran massa akar rumput, yang akan bertemu pada massa akar rumput dari calon yang lain. Terprovokasi satu orang akan dapat memprovokasi yang lain dan pada akhirnya terjadi bentrokan massa.

Tingkatan akar rumput lebih mudah terpancing dan dipancing, mereka sanggup mengorbankan jiwanya demi elit-elit politik dan mungkin saja memiliki pandangan yang terbalik dengan elit yang hanya memanfaatkan mereka untuk sementara saja. Adanya dorongan untuk berpartisipasi dalam politik inilah yang memancing massa untuk bergabung dengan kelompok-kelompok sempalan yang ada.

Pertandingan dengan memperbanyak organisasi massa diyakini sebagai salah satu langkah untuk mencapai tingkat puncak disamping pendekatan yang dilakukan dengan mendekati elit birokrasi dan ulama. Yang diyakini pula dapat menarik massa dengan figur yang ditonjolkan.

Selain dapat digunakan untuk tameng tentang jumlah massa dan unjuk kekutan otot organisasi premanisme didalam pilkada dapat juga digunakan untuk hal-hal yang lainnya seperti melakukan penyobekan spanduk, penghancuran baliho dan merusak atribut-atribut kampanye atau iklan-iklan politik lainnya. Situasi seperti ini dapat kita saksikan disepanjang jalan yang ada, banyak sarana iklan politik yang ada dirusak dan merusak pemandangan sekitar jalan yang dilewati.

Pemilihan kepala daerah sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang damai. Pembentukan organisasi-organisasi massa yang ada adalah sah-sah saja untuk dilakukan dan memang telah menjadi trend di negara kita bahwa setiap partai memiliki pengawal semi militer didalam tubuhnya. Tetapi yang patut digaris bawahi adalah pembentukan pasukan-pasukan semi militer tersebut bukanlah untuk menakut-nakuti masyarakat tapi mereka harus bertindak sesuai dengan garis yang telah ditetapkan.

Begitupun didalam pilkada, organisasi semi militer yang terdapat didalam tubuh partai dapat bekerjasama dengan pihak keamanan demi lancarnya pilkada yang akan datang. Disamping itu keterlibatan organisasi massa didalam pilkada agar tidak memancing suasana kearah anarkisme. Sebab kericuhan politik yang berkepanjangan tidak menghasilkan sesuatu yang produktif dan memancing energi masyarakat untuk hal-hal yang negatif.

Hal ikhwal yang menjadikan pilkada menjadi kacau balau sepertinya terjadi pada masalah teknis dilapangan. Simpang siurnya informasi baik pendataan pemilih, penetapan mata pilih dan hilangnya mata pilih selalu menjadi isu santer dan harus diantisipasi dari sekarang. Sebab hampir pada setiap pilkada masalah yang sama selalu terjadi dan menimbulkan masalah-masalah baru.

Klaim hilangnya mata pilih dan berubahnya angka suara harus dapat dideteksi dan dilihat arah dan tujuannya. Organisasi massa yang berpihak harus berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan karena organisasi massa bukanlah organisasi maksa, yang memaksakan kehendaknya terhadap orang lain untuk memilih pilihan yang dipaksakan. Karena kita berharap bahwa pilkada yang akan terjadi ini akan berlangsung damai dan tidak terjadi kericuhan sosial dan kericuhan politik terus menerus.

Bandar Lampung, 1 Juli 2008