Breaking News

Membekali Diri Dengan Puasa

Membekali Diri Dengan Puasa : Bulan ramadan sebagai bulan yang dinantikan oleh seluruh umat muslim telah tiba. Momentum ini adalah sarana untuk menempa diri menjadi hamba yang terbaik. Dimana didalamnya diisi oleh kegiatan-kegiatan spiritual. Sebagai langkah untuk mengejar impian menjadi manusia paripurna (insan kamil).


Membekali Diri Dengan Puasa

Insan paripurna adalah insan yang memiliki kerangka ideal sebagai mahluk Allah. Yang memiliki tugas untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Yang terus tanpa lelah menyebarkan kebenaran. Akan kebesaran-Nya, tentang keesaan Sang Khalik.

Sebagaimana yang dinyatakan bahwa berpuasa adalah ibadah untuk Allah. Puasanya seorang muslim adalah untuk Allah, yang berarti bahwa puasa yang dilakukan di bulan ramadan ini bukan hanya sebuah upaya yang sia-sia. Karena telah mendapatkan garansi dari Sang Pencipta.

Ada semacam penyesalan ketika melalaikan puasa dan tidak melaksanakannya dengan baik. Penyesalan seorang hamba yang tidak secara tuntas mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan olehnya. Karena pada dasarnya hati tidak bisa dibohongi. Dan hati ini berbicara dan selalu membisikan tentang ketidak becusan kita dalam menjalankan ibadah ini.

Situasi ini didukung oleh renungan-renungan yang selalu menghiasi wajah keseharian kita selama bulan ramadan. Sehingga bulan ramadan menjadi sarana untuk melakukan refleksi diri. Refleksi secara keseluruhan tentang ketawakalan sebagai manusia yang hina. Dan bulan ramadan pada akhirnya memiliki daya magnetik yang kuat untuk menjelaskan dan menggiring umat muslim untuk menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah SWT.

Dan ini adalah bekal kemanusiaan, bekal sebagai insan yang memiliki harapan-harapan. Bulan ramadan memiliki kekuatan tersebut. Ia memiliki kekuatan harapan yang sangat berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya. Sehingga banyak muslim yang tak ingin menyiakannya begitu saja walaupun memang masih ada yang menyia-nyiakannya. Tetapi seperti yang dikatakan diatas bahwa setiap kesia-siaan itu dilakukan ada perasaan penyesalan kenapa melalaikan kesempatan yang mungkin saja untuk ramadan berikutnya kesempatan itu tidak datang.

Bagi yang tidak memiliki penyesalan tersebut, berarti ada semacam kesombongan didalam dirinya yang sukar untuk diluluhkan. Kesombongan yang bagaikan batu. Yang mengeras dan sulit untuk dihancurkan. Yang menganggap semua rendah kecuali dirinya. Dan kekuatan ini adalah kekuatan hati yang sulit untuk dihilangkan.  Bahwa bentuk kesombongan tersebut adalah bentuk kesombongan yang nyata. Karena kesombongan didalam dirinya bukan hanya kesombongan yang ditujukan kepada manusia tapi kesombongan kepada Tuhan yang telah menciptakannya.

Memang untuk menjadi manusia memang lebih sulit dari pada untuk menjadi binatang. Keliaran dan kebuasan kita sebagai manusia terkadang dianggap biasa dan manusiawi tetapi tanpa disadari bahwa kita telah berlaku seperti binatang yang tidak memiliki nilai-nilai kemanusiaan.

Semangat siapa yang kuat dia yang menang seyogyanya telah menjadi pendapat umum. Dan ini sangat realistis sekali ditengah-tengah kehidupan yang semakin kompetitif. Semangat kompetisi lebih banyak diisi dengan semangat yang jauh dari nilai-nilai insan kamil. Dan segala bentuk idealisme yang dilontarkan dikatakan sebagai sesuatu yang munafik.

Alam telah terbalik dan milik mereka yang memiliki tingkat pragmatisme yang tinggi. Dan kemunafikan mereka yang berkata benar dikalahkan oleh kekuatan pragmatisme tersebut. Sehingga malu untuk mengatakan kebenaran, malu dikatakan menjadi manusia yang beriman. Malu untuk menjadi manusia benar dan takut untuk menjadi manusia baik karena akan dijauhi dan dimusuhi.

Untuk itu Allah menguji kita sebagai manusia. Karena sebagai Sang Pencipta, Allah pasti mengetahui bahwa karakter menjadi manusia pasti banyak celah untuk berbelok-belok. Sehingga Allah memberikan pelajaran kepada setiap insan melalui penempaan diri secara pribadi dan sosial.

Karena puasa memberikan dimensi penempaan secara pribadi untuk menghasilkan manusia yang sempurna. Dan manusia yang sempurna tersebut tidak terefleksi tentang perlakuan atas dirinya sendiri saja tapi juga terefleksi atas perlakuannya terhadap orang lain. Karena manusia adalah mahluk sosial yang tidak hidup sendiri. Tapi hidup secara sosial.

Setiap manusia membutuhkan manusia yang lainnya dan tidak akan sanggup untuk hidup seorang diri saja didunia ini. Interaksi sosial ini dimana lingkup kehidupannya berada didalam ruang dan waktu. Pada dimensi ruang dan waktu tersebut tidak mengalami sesuatu yang statis. Ia terus mengalami perubahan-perubahan.

Dan perubahan itu dapat berupa sesuatu kemunduran dan kemajuan dari nilai sebagai mahluk sosial. Untuk itu bulan ramadan adalah bulan perubahan untuk menuju perbaikan dari setiap kelalaian yang menyebabkan kita mundur. Dan maju mundurnya setiap manusia tergantung dari setiap individu tersebut. Bagaimana manajemen diri dilakukan. Apakah telah sesuai dengan perencanaan atau justru meleset dan ketinggalan.

Rupanya Allah telah memiliki skenario yang sangat relevan sekali jika kita kaji lebih mendalam. Ini adalah bentuk kebesaran Allah dan memang sangat rasional. Puasa adalah bekal kita untuk menghadapi hari esok. Apalagi jika kita memahami, menghayati dan menjalankan sarana-sarana yang telah diuji oleh Allah melalui puasa ini.

Ini menunjukkan bahwa setiap langkah dalam menjalankan puasa dibulan ramadan ini bukan hanya memahami puasa secara parsial. Menganggap puasa hanya untuk dirinya saja dan tidak berguna untuk orang lain. Puasanya kita adalah puasa untuk menjadi insan yang berguna bagi orang lain. Dan puasa ini bukan hanya sebatas menahan haus dan lapar, tetapi berdimensi lebih luas lagi.

Puasa juga sebagai sarana untuk mensyukuri betapa nikmatnya rahmat Allah yang telah diberikan-Nya. Mungkin selama ini rasa syukur itu telah hilang akibat kesombongan dan jalangnya kita sebagai manusia yang tidak pernah merasa puas. Dan selalu merasa puas dan mengatakan bahwa Allah itu tidak adil.

Dan rasa syukur ini menuntut kesabaran setiap insan. Kesabaran merupakan kekuatan untuk menghadapi proses yang begitu keras. Karena manusia yang sabar adalah mereka yang mampu menahan dirinya dari segala bentuk godaan yang dapat menghancurkan benteng-benteng pertahanan. Apalagi didalam bulan ramadan ini banyak sekali godaan-godaan yang datang ditengah aktivitas keseharian kita.

Karena dengan berpuasa bukan berarti matinya aktivitas kita. Tetapi dengan berpuasa aktivitas itu semakin memiliki intensitas yang tinggi. Intensitas yang tinggi dalam berpuasa akan lebih terasa dan lebih bermakan dibandingkan dengan mengurung diri saja didalam kamar atau dirumah. Yang dihiasi dengan suasana bermalas-malasan, memanjakan diri dan menganggap diri ini lemah karena puasa. Kebiasaan menganggap dan kesan dibuat-buat diri ini lemah dalam puasa sering mendatangi seseorang sehingga puasanya tidak terasa memuaskan.

Puasa adalah bekal. Bekal yang akan dibawa ketika kehidupan didunia dan ketika diakhirat nanti.