Breaking News

Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) Vs Pembangunan Berkelanjutan: Suatu Ulasan

Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) Vs Pembangunan Berkelanjutan: Suatu Ulasan

PENDAHULUAN

Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) Vs Pembangunan Berkelanjutan: Suatu Ulasan

Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR) terlihat semakin marak dalam konstelasi hubungan internasional berkaitan dengan upaya Pembangunan Berkelanjutan. KESR bukan hanya sebatas kegiatan mendukung kemampuan suatu daerah dalam pemenuhan kebutuhan penduduk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, namun jalinan kerja sama ekonomi baik di tingkat lokal, kluster, regional maupun global agaknya tidak dapat dihindari masyarakat dunia yang kian terbuka. Terkait isu menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di penghujung 2015, kemampuan bekerja sama sekaligus daya saing Indonesia tentunya akan diuji, terutama di daerah yang berbatasan langsung dengan negara ASEAN lainnya, seperti Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara. Berkenaan dengan itu, kerja sama antara otoritas pusat dan daerah perlu ditingkatkan agar kinerja pembangunan ekonomi tetap dapat dipertahankan demi tujuan menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia dapat tercapai.

KERJA SAMA EKONOMI DEMI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Jaringan dan kerja sama yang baik mutlak diperlukan dalam proses pembangunan berkelanjutan. Mengingat di era globalisme tidak ada satu pun negara yang dapat bertahan sendirian, maka kerja sama inter-regional pada berbagai tingkat sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan, walaupun tetap saja ada sejumlah pendapat skeptis yang membantah hal tersebut.

Kerja sama ekonomi pada intinya adalah upaya menciptakan sistem jaringan ekonomi yang baik. Mempel-Åšnieźyk (2014) menegaskan peran penting kerja sama dalam ekonomi modern, yaitu untuk menciptakan sistem yang berfungsi dengan baik antara aktor-aktor ekonomi lokal seperti para pelaku wirausaha, institusi lingkungan bisnis, pemangku kepentingan di bidang riset dan pengembangan, serta otoritas lokal. Dengan demikian, sistem ekonomi di tingkat lokal sangat penting artinya dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-bangsa.

Dengan demikian, sistem ekonomi pun secara krusial memerlukan jaringan lalu lintas kerja sama ekonomi yang dapat memberikan jalan bagi kerja sama baik di tingkat lokal, nasional, regional maupun global dalam upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam hal ini, tujuan pembangunan tidak lagi hanya mencakup wacana pengurangan kemiskinan dan kelaparan, peningkatan pendidikan dasar dan kesehatan, selain pembangunan dan penguatan kemitraan seluruh dunia, namun lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan meningkatkan standar hidup melalui akselerasi pertumbuhan pendapatan dan pekerjaan.

Oleh sebab itu, sejalan dengan perkembangan zaman, kerja sama internasional pun semakin terpicu dengan timbulnya kesadaran untuk bertindak bersama ke arah pembangunan yang berkelanjutan. Komitmen terkini pelbagai negara dalam menerapkan kebijakan pembangunan berkelanjutan sebagian besar adalah dengan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan yang juga ditujukan memberikan keuntungan bagi generasi mendatang. Dengan kebijakan semacam itu tentunya peran inovasi sangat diperlukan sehingga sektor riset dan pengembangan, lingkungan yang inovatif, serta kemampuan ekonomi untuk menerapkan berbagai hasil riset menjadi tolok ukur tingkat kemampuan inovatif suatu perusahaan ataupun wilayah. Walaupun dari segi ekonomi, penilaian ekonomi menjadi tolok ukur utama, namun pengembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi serta inovasi, perlu dilakukan terus-menerus karena itu semua adalah elemen utama untuk memastikan terjadinya pembangunan serta keuntungan ekonomi yang diperoleh dari sistem yang berdaya saing. Kebutuhan akan keberlanjutan itulah yang kemudian memicu sistem ekonomi mengadaptasi berbagai teknologi dan pengetahuan baru yang kemudian berkontribusi terhadap pembangunan sosial ekonomi, berpengaruh pada kualitas hidup, membangun masyarakat informasi, memberikan jalan terhadap peningkatan, dan pencapaian baru ekonomi berbasis lingkungan.

PEMBANGUNAN SUB-REGIONAL DALAM BIDANG EKONOMI

Tantangan ekonomi yang dihadapi negara-negara pada abad ke-21 mengarah pada perbaikan visi kebijakan ekonomi. Sebagai contoh, Uni Eropa memasang strategi Europe 2020. Dalam hal ini, Uni Eropa menghadapi kelemahan struktural pasar Eropa dengan bersamasama menentukan prioritas, “smart growth, based on knowledge and innovation; sustainable growth, promoting a more resource efficient, greener and competitive economy; inclusive growth, fostering a high employment economy delivering economic, social and territorial cohesion” (Guide to Research and Innovation Strategies for Smart Specialisation, 2012). Bagaimana dengan ASEAN? MEA Blueprint 2015 agaknya tidak maukalah dengan mengusung, “(i) a highly integrated and cohesive economy; (ii) a competitive, innovative, and dynamic ASEAN; (iii) enhanced connectivity and sectoral cooperation; (iv) a resilient, inclusive, people-oriented, and people-centred ASEAN; and (v) a global ASEAN (ASEAN, 2008).

Secara ideal, pembangunan sosial ekonomi di seluruh dunia memang perlu didukung kerja sama di tingkat regional antara negara yang sudah maju dengan yang kurang maju untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang setara. Kerja sama semacam itu kemudian mau tidak mau mengarahkan tugas para pemegang kepentingan untuk menciptakan inovasi yang berpotensi tinggi dalam bidang budaya, kekuatan ekonomi internal serta dalam ikatan sosial dan institusional yang kuat. Mempel Śnieźyk(2014) juga menegaskan bahwa pembangunan dan penguatan kemitraan di seluruh dunia akan dicapai dengan mendukung kegiatan otoritas lokal, institusi non-pemerintah dan komunitas lokal serta menyebarkan gagasan kerja sama yang mendukung inovasi. Seluruh kegiatan tersebut kini marak dilakukan European Commission untuk meningkatkan jejaring strategi ekonomi antar anggota.

Selain inovasi, tren-tren baru dalam kebijakan regional yang dilakukan Uni Eropa menggarisbawahi kerja sama di tingkat lokal serta mengidentifikasi domain regional dengan menggunakan kluster (Mempel-Åšnieźyk, 2014). Dalam hal ini, Mempel-Åšnieźyk (2014) mengutip Independent Research Forum (2013) dan menegaskan bahwa “Sustainable improvement in human wellbeing is the ultimate purpose of all development effort. Achieving that purpose substantially depends on a foundation that binds together and gives balanced weight to economic progress, social equity, a healty environment and democratic governance. These dimensions of development are too deeply intertwined to treat separately”. Dengan demikian, kemajuan dalam bidang ekonomi memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan lingkungan sosial dan politik, termasuk perkembangan jaringan kerja sama dalam bidang tersebut. Salah satu cara yang dianggap terbaik untuk meningkatkan inovasi dalam bidang ekonomi adalah kerja sama regional dengan membangun sistem regional.

Membangun sistem regional pun tidak terbatas pada upaya pemerintah belaka. Banyak studi yang menyebutkan pentingnya peran perusahaan termasuk swasta, otoritas lokal, sektor logistik, sektor Riset dan Pengembangan, serta institusi pendukung bisnis dalam bekerja sama untuk menjalin strategi yang dapat dianggap memiliki potensi, membuat inovasi baru yang radikal, ataupun modernisasi melalui proses adaptasi teknologi ataupun proses yang benar-benar baru. Sektor swasta pun menjadi pemicu penerapan inovasi ini sementara pemerintah lokal berpartisipasi dalam menciptakan kondisi yang berfokus pada pembangunan ekonomi yang inovatif. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah lokal dapat menjalankan koordinasi berbagai kegiatan ekonomi, membantu pemecahan masalah ataupun konflik yang terjadi, menginisasi proyek ekonomi yang menguntungkan bagi pembangunan yang harmonis, menginisiasikan kerja sama antara perusahaan dan lingkungan bisnis serta menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi wirausahawan baru (Mempel-Åšnieźyk, 2013 dalam Mempel-Åšnieźyk, 2014).

MODEL INOVASI DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Kerja sama ekonomi berbasis jaringan biasa terhubung melalui berbagai kerja sama dan hubungan persaingan ataupun hubungan dengan sektor ekonomi lainnya. Kerja sama semacam ini dapat terpusat pada universitas, institusi riset dan pengembangan, dengan dukungan serta hubungan antara otoritas lokal yang ada. Interaksi semacam ini kerap digambarkan dengan model triple helix untuk menjelaskan hubungan dinamis antara perusahaan, sektor riset dan pengembangan, serta pemerintah sebagai pihak yang berwenang. Dalam hal ini, proses pembelajaran yang ada terbangun melalui kerja sama mutual yang bertujuan untuk membangun sistem yang inovatif.

guntur thm1

Sebagai masyarakat dengan tingkat kolektivisme tinggi atau terdapat saling ketergantungan kuat antarkomponen masyarakat yang ada seperti yang terlihat dalam masyarakat Indonesia (Hofstede & Hofstede, 2005), maka dimensi komunitas masyarakat menjadi komponen yang sangat penting di Indonesia. Pelibatan komunitas masyarakat menjadi penting artinya di Indonesia mengingat jumlah penduduk yang tinggi. Selain itu, penciptaan lapangan kerja dan kewirausahaan dengan sistem ekonomi berbasis masyarakat menjadi penting dilakukan berkenaan dengan keberadaan kolektivisme tinggi di dalam masyarakat. Di sisi lain, peningkatan dalam tingkat pendidikan dan infrastruktur terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi yang ada di Indonesia dapat mengarah pada penciptaan pemahaman dan pengetahuan baru yang mengarah pada proses inovasi. Bahkan, dalam sejumlah penelitian yang melibatkan inovasi pada industri kreatif di Indonesia, model inovasi quintuple helix (Gambar 2) yang menekankan peran serta masyarakat dalam partisipasi pembangunan terlihat lebih mampu menumbuhkembangkan modal sosial sehingga tercipta berbagai inovasi baru yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

guntur qhm

Pada dasarnya, model inovasi berbasis quintuple helix mengusung lima pilar, yaitu pilar sistem lembaga politik/pemerintahan - sistem politik yang menciptakan modal politik dan hukum; pilar sistem pendidikan/riset yang terdiri dari akademia dan sistem pendidikan yang menciptakan modal manusia; pilar sistem ekonomi yang terdiri dari industri dan sektor bisnis yang menciptakan modal ekonomi; pilar komunitas publik mencakup publik yang berbasis media dan budaya serta menciptakan modal informasi dan sosial; serta pilar lingkungan tempat publik berada yang menciptakan modal alam. Masing-masing pilar berproses dalam menciptakan pengetahuan yang kemudian berujung pada pengetahuan dan pemahaman dalam prosesnya. Seluruh pilar tersebut kemudian saling terkait satu sama lain dan menciptakan pusaran pemahaman pengetahuan sehingga pada akhirnya dapat memberikan kecakapan yang berujung pada solusi yang dibutuhkan ataupun inovasi baru. Pengelolaan implementasi yang kreatif dari berbagai inovasi tersebutlah yang kemudian akan menjadi basis dari pembangunan yang berkelanjutan. Model inovasi quintuple helix ini dipercaya dapat mengarah pada dampak ekonomi yang lebih kuat serta pengalaman pengguna berbagai produk/jasa yang lebih baik pula, namun demikian, proses pengembangan inovasi merupakan hal yang tetap membuat pembangunan selalu tanggap terhadap perubahan lingkungan yang ada (Delima, 2013).

Keunggulan model quintuple helix jika dibandingkan dengan triple helix apabila diterapkan pada masyarakat Indonesia lebih terletak pada jalinan karakteristik sosial yang terdapat di dalamnya. Jaringan proses penciptaan pengetahuan dan pemahaman yang melibatkan masyarakat banyak dianggap lebih mampu menggerakkan gelombang inovasi daripada yang terdapat pada model triple helix. Hal in sangat erat kaitannya dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang beragam. Perbedaan yang ada, baik kultur ataupun kondisi lokal khusus tertentu mampu membuat produkproduk ekonomi yang spesifik dan berdaya saing. Kondisi lokal yang demikian sebenarnya secara alami dapat membentuk kluster-kluster UKM berbasis lokal yang sangat kompetitif dengan keunggulan komparatif ekonomi yang tinggi pula. Permasalahannya kemudian adalah bagaimana mengelola kondisi ini secara kreatif terkait kemajuan dalam infrastruktur dan teknologi sehingga pasar - baik lokal, regional, maupun global dapat diraih. Hal inilah yang menjadi inti pertumbuhan masyarakat berbasis kultur dan media, sehingga masyarakat dapat membentuk kapasitas sebagai information and social capital.

Pembentukan masyarakat ekonomi Indonesia sebagai information and social capital sedikit banyak terlihat dalam Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang menghilang bersama pergantian kepemimpinan dalam pemerintahan. Penguatan berbasis partisipasi masyarakat semacam ini pula – baik dalam skala usaha kecil dan menengah (UKM) ataupun skala yang lebih besar - yang sebenarnya dapatmenguatkan posisi tawar Indonesia sebagai bagian dari MEA.

JARINGAN DAN KERJA SAMA SISTEM EKONOMI REGIONAL

Jaringan yang terjalin antara pemerintah pusat, institusi dan perusahaan berskala nasional kemudian menjadi semakin diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi agar mengarah ke pembangunan yang berkelanjutan. Terkait masalah ini, pembangunan kewirausahaan yang dinamis dan peningkatan inovasi merupakan tantangan tersendiri yang membutuhkan keahlian dan pemahaman khusus terutama di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Jaringan kerja sama yang semakin mengglobal tidak dapat menafikan bentuk-bentuk kerja sama ataupun dapat pula sekaligus persaingan regional sebagaimana yang terjadi pada Indonesia menjadi bagian dari MEA. Untuk menjaga interaksi yang baik dengan negara tetangga sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat, mau tidak mau Indonesia harus beradaptasi akan perkembangan ekonomi regional, bahkan dalam lingkup lebih luas lagi, yaitu antar-kawasan ataupun global.

Rencana keberadaan MEA (Gambar 3) yang mewujud pada akhir 2015 ini adalah kesepakatan membentuk pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara. MEAdiharapkan dapat meningkatkan daya saing ASEAN sebagai suatu kesatuan agar dapat menyaingi Republik Rakyat Tiongkok dan India dalam menarik investasi asing. Rencana keberadaan MEA memang menarik mengingat pasar tunggal ini akan menjadi pasar dengan jumlah konsumen terbanyak di dunia dengan komposisi dewasa muda, serta pertumbuhan ekonomi yang memungkinan untuk mengeluarkan dana untuk berbelanja.

Penjualan barang dan jasa yang dapat dilakukan dengan mudah ke seluruh Asia Tenggara ini akan membuat kompetisi semakin ketat di kawasan, baik dalam segi perdagangan maupun dalam pasar tenaga kerja profesional.

guntur aec
Walaupun keberadaan MEA akan membuat ASEAN semakin dinamis dan kompetitif, namun sejumlah gerak cepat tentunya sangat diperlukan Indonesia dalam memperkuat perekonomian nasional. Dalam hal ini, pengembangan sumber daya manusia beserta kapasitasnya menjadi sangat krusial untuk dapat memiliki daya saing. Selain itu, pengakuan kualifikasi professional atas tenaga kerja Indonesia agar dapat setara dengan tenaga kerja asing pun perlu dilakukan. Dengan pembangunan sumber daya manusia Indonesia yang tepat, keberadaan MEA akan mampu mendorong persaingan sehat serta inovasi-inovasi baru yang berujung pada peningkatan kesejahteraan penduduk Indonesia, namun apabila hal tersebut tidak dilakukan, kemungkinan tenaga kerja Indonesia tergeser akan menjadi keniscayaan. Dalam hal ini, peran pemerintah Indonesia sangat dibutuhkan dalam pembuatan kebijakan yang mendorong inovasi pasar agar produk, jasa, serta tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di kawasan dan ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga.

Walaupun dasar diwujudkannya MEA adalah untuk kemakmuran, perdamaian, serta keuntungan bagi penduduk ASEAN (Letchumanan, 2015), disparitas antarnegara ASEAN tidak dapat dipungkiri. Tujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi, meningkatkan daya saing, mempromosikan pembangunan ekonomi yang setimbang serta mengintegrasikan ASEAN ke dalam ekonomi global terkendala sulitnya menyinergikan pasar regional dan hub-hub produksi agar aliran barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja ahli dapat terjadi. Kesiapan Indonesia dalam berperan serta secara aktif pun banyak dipertanyakan, mengingat sistem dan jaringan logistik nasional dianggap masih belum memadai dalam memfasilitasi arus barang dan jasa dalam negeri.

CATATAN PENUTUP

Kerja sama ekonomi regional memang diperlukan Indonesia untuk penguatan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Namun benarkah demikian? Agaknya, Indonesia jauh lebih membutuhkan penguatan pembangunan ekonomi dengan memberdayakan sistem kluster dalam negeri sebagai basis produksi barang dan jasa untuk pemenuhan kesejahteraan penduduk, serta jaringan kerja sama nasional yang solid baik horizontal maupun vertikal yang menjamin pemerataan penyebaran barang dan jasa daripada hanya menggantungkan diri pada kerja sama ekonomi regional belaka. Alih-alih mendapatkan keuntungan dalam pembangunan berkelanjutan, bukan tidak mungkin kerja sama ekonomi regional malah akan berdampak pada tekanan pada produksi dalam negeri sehingga Indonesia hanya berlaku sebagai konsumen belaka. Dalam hal ini, kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah serta berbagai institusi perencanaan pembangunan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan arah dan kebijakan serta peta jalan pembangunan ekonomi Indonesia.

Dapat disimpulkan bahwa bukan hanya kerja sama ekonomi regional yang Indonesia perlukan untuk penguatan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Namun, masih banyak hal lain yang diperlukan Indonesia. Sistem pemerintahan yang mumpumi dengan desentralisasi, sistem perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, sistem logistik yang strategis dalam mensinkronkan dan menyelaraskan kemajuan antarsektor ekonomi dan antarwilayah demi pertumbuhan ekonomi sekaligus pemersatu yang strategis untuk ketahanan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan adalah sejumlah hal yang harus dipenuhi Indonesia dalam mempertahankan daya saing serta eksistensinya. Pemenuhan berbagai aspek tersebut niscaya akan mendukung pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.

Oleh: PRISCA DELIMA

Sumber: Laporan Utama Tinjauan Ekonomi Regional, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2015