Breaking News

Islam Hancur Karena Kekuasaan

Islam Hancur Karena Kekuasaan : Katakanlah: “ wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Ditangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( QS. Ali Imran ayat 26).

Islam Hancur Karena Kekuasaan

Ayat diatas adalah Firman Allah SWT dan dijadikan doa yang diajarkan Nabi Muhammad sebagai pesan kepada kaum muslimin bahwa Allah adalah Tuhan seru sekalian alam, yang menguasai langit dan bumi. Otoritas Allah sebagai Tuhan berbicara masalah kekuasaan, dimana kekuasaan duniawi saat ini adalah nisbi. Tidak ada yang kekal terhadap kekuasaan karena kekuasaan sepenuhnya adalah hanya milik Allah.

Al Quran mencatat bagaiman Fir’aun yang mengagungkan dirinya harus tumbang ditangan rakyat jelata. Sebagaimana besar kekuasaan dirinya, kekuatan bala tentaranya, dan perbudakan nista yang dilakukannya harus jatuh dan tersimpan sebagai sejarah. Sebagai pembelajaran bagi manusia bahwa nisbinya kekuasaan itu.

Pusat Peradaban Islam

Badri Yatim mencatat peradaban Islam adalah terjemahan dari kata arab al-Hadharah al-Islamiyyah. Sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. ”Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqofah. Di Indonesia dan juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata kebudayaan dan peradaban. Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan.

Tercatat beberapa peradaban Islam di dunia, yakni Baghdad, Kairo, Isfahan, Istambul, Delhi, Andalus, Samarkand dan Bukhara. Masing-masing memiliki sejarah manis dan pahit, perebutan kekuasaan, penghancuran, pengembangan keilmuan dan pelanggengan kekuasaan.

Masing-masing peradaban memiliki dimensi kekuasaan yang berbeda dan menghasilkan kemajuan yang drastis dalam segala bidang, Baghdad misalnya, tercatat dalam sejarah Baghdad karya-karya sastranya sangat dikagumi orang seperti Kisah Seribu Satu Malam (Alf Lailah wa Lailah).

Di Baghdad lahir pula para saintis, ulama, filosof dan sastrawan terkenal, sebut saja Al-Khawarizm, al-Kindi, al-Razi, al-Farabi, Abu Hanafiah, Syafi’i dan Ahmad ibn Hambal, Al-Ghazali, Abd. Al-Qadir Al-Jailani, Ibnu Muqaffa dan lain-lain.

Sementara di Kairo yang dibangun pada tanggal 17 sya’ban 358 H oleh panglima perang dinasti Fathimiah yang beraliran syiah, Jawhar Al-Siqili, pada masa pemerintahan Al-Hakim mendirikan Bait al-Hikmah yang berisikan buku-buku dan lembaga pengkajian astronomi, kedokteran, dan ajaran-ajaran Islam terutama syi’ah.

Lain halnya dengan kairo, Isfahan (Persia) adalah gabungan dari dua kota yakni, Jayy dan Yahudiyyah. Disekeliling kota yang berbentuk bundar itu berdiri tembok-tembok yang menyerupai benteng dan disekitarnya terdapat tambang perak, tembaga, dan batu bahan celak. Disamping benteng, Isfahan juga membangun irigasi untuk pengaturan sungai Zandah. Begitu juga dengan halnya Delhi di India, yang terdiri dari tujuh kota Delhi.

Pada masa Turki Usmani, negara-negara Islam yang jauh mengakui kekuasaannya, sebagai kerajaan Islam yang terbesar maka raja-rajanya memiliki gelar Khalifah. Dibidang arsitektur, pembangunan masjid di sana menunjukkan kemajuan dari Turki Usmani.

Lain dengan Turki, lain pula dengan Andalus (Spanyol), banyak kota-kota Islam yang terkenal dengan kemajuannya yakni sevilla, Kordova, Granada, Murcia dan Toledo. Yang terpenting diantara yang lainnya adalah Kordova dan Granada. Selain itu perkembangan peradaban Islam lainnya adalah Samarkand dan Bukhara (Transoxania).

Kehancuran

Kesemua kegelimangan dari peradaban yang telah membangun peradaban Islam itu kini tinggal sejarah. Sebuah ingatan yang hanya mampu dikenang dan tak akan pernah berubah jika tidak datang dari diri setiap muslim untuk membangun kembali peradaban yang gemilang.

Masa Renaisance di Eropa adalah pengaruh yang disebarkan oleh sejarah peradaban Islam. Dimana bangsa Eropa banyak belajar di Andalus untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan mereka. Pada masa kejayaan Andalus, banyak buku yang diimpor dari Baghdad untuk diletakkan di perpustakaan di Andalus. 

Pada masa ini banyak pelajar Eropa yang menerjemahkan dan membawa pulang buku-buku ke negara asal mereka. Sesampai di kampung halaman, mereka kemudian menerapkan dan menyebarkan kepada lainnya.

Kontradiksi, ketika banyak pelajar Eropa yang sedang mengenyam ilmu, di pusat-pusat peradaban Islam terjadi perebutan kekuasaan. Perebutan kekuasaan yang pada akhirnya melemahkan kewibawaan Sultan serta merongrong kekuasaan dinasti.

Faktor internal keretakan dinasti-dinasti tersebut memang berlangsung lama, perselisihan antar keluarga, perselisihan antar sekte, perselisihan karena faktor keturunan, dan perselishan kesukuan. Pusat peradaban Islam bukan hanya milik bangsa Arab, tetapi justru peradaban Islam tersebut, bangsa Arab tidak dominan. Disana ada bangsa Persia, Turki, Kurdi dan suku bangsa lainnya. Memang faktor kesukuan tidak begitu dominan, yang paling dominan adalah perbedaan sekte antara Syiah dan Sunni.

Selain faktor internal yang melemahkan kekuatan dan kewibawaan dinasti, faktor lainnya adalah faktor eksternal. Yakni invasi yang dilakukan oleh tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan. Di Baghdad, Isfahan, Samarkand dan Bukhara para pasukan Mongol tersebut membakar buku-buku, istana dan masjid-masjid yang ada. Selanjutnya Baghdad, Delhi diserang oleh pasukan Timur Lenk penguasa tertinggi di Transoxania dan seabad kemudian diserang oleh Kerajaan Safawi.

Di Andalus, Kairo, dan Turki Usmani harus bertunduk lutut secara perlahan oleh bangsa Eropa. Kebangkitan bangsa Eropa yang diawali oleh Perang Salib. Selanjutnya kekalahan Turki Usmani pada Perang Dunia I menandakan betapa lemahnya dinasti ini. Dan lambat laun imperalisme bangsa Eropa memecah belah peradaban-peradaban tersebut.

Dari kisah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa betapa lemahnya dinasti-dinasti tersebut lebih di sebabkan oleh faktor internal. Kewibawaan sultan jatuh, perebutan kekuasaan antar saudara, perselisihan suku bangsa dan sekte. Kerajaan akan maju jika dipimpin oleh sultan yang kuat dan mampu meredam konflik di internal kerajaan tersebut.

Sehingga faktor perebutan kekuasaan di internal melemahkan kekuatan kerajaan disertai pula oleh lingkup masyarakat yang telah meninggalkan ilmu pengetahuan. Sedangkan diluar sana, tentara-tentara agressor siap menghantam dan menghancurkan peradaban.

Oleh sebab itu peradaban Islam hancur karena kekuasaan, perebutan kekuasaan di internal kerajaan menggambarkan batapa tamaknya mereka dan tidak merenungkan QS. Ali Imran ayat 26 diatas, yang menerangkan bahwa betapa nisbinya kekuasaan. Kekuasaan mutlak hanyalah milik Allah, Penguasa langit dan bumi. Kekuasaan yang dimiliki hanyalah sebuah titipan, semunya adalah amanah yang harus di emban.

Didalam nuansa demokrasi saat ini memanglah sangat menyulitkan untuk memilah antara perebutan kekuasaan duniawi dengan perjuangan dakwah melalui kekuasaan. Sebab kekuasaan lebih dekat kepada kepentingan-kepentingan politik yang terkadang menyimpang dari nilai-nilai dakwah.

Dakwah melalui kekuasaan memang efektif tetapi jurang kehancuran sangatlah dekat. Kita dapat mencontoh apa yang terjadi dengan Repulik Islam Iran. Disana, seperti yang dilaporkan oleh beberapa media yang menggambarkan bahwa kekuatan para Mullah telah memberikan pembodohan kepada masyarakat. Dimana terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme serta tidak meratanya pembangunan didalangi oleh mereka.

Dengan kekuatan dan kepercayaan masyarakat yang begitu besar, justru digunakan dengan tidak amanah. Para Mullah menempatkan para saudara dan orang-orang kepercayaan mereka pada jabatan-jabatan strategis pemerintahan. Dan yang lebih parah lagi bahwa sebagian besar kekayaan-kekayaan minyak negeri Republik Islam Iran justru masuk kedalam kantong pribadi mereka. Sedangkan kemiskinan semakin merajalela. Ketimpangan pembangunan semakin kentara, masyarakat kecil semakin ditindas oleh rezim yang berkuasa.

Artinya disini dapat ditegaskan bahwa kekuasaan lebih banyak memberikan ketertindasan bagi masyarakatnya ketimbang memberikan kesejahteraan secara adil. Dan Islam sebagai konsep hidup tidak akan dapat menjawab segala macam tantangan yang terjadi jika para penguasa dan ulama hanya memikirkan kekuasaan yang didapat.

Pelajaran penting dengan apa yang terjadi pada masa kekuasaan Islam dimasa silam bukanlah hal yang remeh. Ini akan terus terjadi jika kita tidak terus memperbaiki diri. Kenapa sebagian konflik di dunia adalah konflik antara Islam dengan masyarakat lainnya. Sedangkan Islam sendiri adalah agama yang damai, rahmatanlilalamin.

Jawabannya ada pada masyarakat Islam itu sendiri, karena kita ditindas pada saat masyarakat Islam minoritas dan tidak berkuasa. Disisi lain ketika para pemimpin Islam telah berkuasa justru mereka menindas umatnya sendiri demi kepentingan pribadi mereka. Inikah yang harus diterima umat Islam dalam menjalani hidup yang fana ini? wallahualam 

Bandar Lampung, 2009