Hubungan Perdagangan Indonesia-Australia
Hubungan Perdagangan Indonesia-Australia : Baik Indonesia maupun Australia saat ini tengah mengupayakan peningkatan hubungan dagang antar kedua negara tersebut. Komitmen Australia ditunjukkan dengan dilakukannya berbagai kunjungan misi dagang ke Indonesia. Pada tanggal 21 September 2015, Menteri Perdagangan dan investasi Australia, Andrew Robb, melakukan kunjungan dalam rangka mempromosikan pekan Indonesia-Australia yang diadakan pada tanggal 17-20 November 2015. Dalam kunjungan ini, Menteri Perdagangan dan Investasi Australia membawa sekitar 200 pebisnis Australia. Kunjungan ini juga perlu dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperkenalkan dan mempromosikan produk Indonesia.
Sejak tahun 2012, Indonesia kerap mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia. Hingga September 2015, defisit neraca perdagangan mencapai 745 Juta USD, meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan posisi Januari-September 2014 sebesar 319 Juta USD. Baik ekspor maupun impor mengalami penurunan yang cukup signifikan. Kendati demikian, penurunan ekspor jauh lebih dalam yakni sebesar 26,4% dibandingkan penurunan impor yang mencapai sebesar 14,3%.
Pada tahun 2014, impor Indonesia dari Australia tercatat 5.648 Juta USD dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 6,33% selama 2010-2014. Sementara itu, hingga September 2015, impor mencapai 3.609 Juta USD. Komoditas penyumbang impor terbesar adalah gandum dengan pangsa sebesar 26,7% terhadap total impor. Dan diikuti oleh komoditas raw sugar, refined sugar, lactosa, glucosa, fruktosa dan batubara dengan pangsa masing-masing sebesar 8,1% dan 5,1%.
Ekspor Indonesia ke Australia tercatat 5.033 Juta USD pada tahun 2014 dengan tren lima tahunan sebesar 1%. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia ke Australia meningkat rata-rata sebesar 1% per tahun selama 2010-2014. Secara kumulatif Januari-September 2015, ekspor mencapai 2.864 Juta USD, menurun 26,4% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Secara nilai, ekspor didominasi oleh kelompok produk logam, khususnya tabung atau pipa besi baja. Ekspor tabung atau pipa besi baja memiliki pangsa sebesar 23%. Selain itu, ekspor minyak mentah juga mempunyai pangsa yang tinggi yakni sebesar 17,3%.
Posisi Indonesia cenderung lebih lemah dalam hubungan perdagangan bilateral dengan Australia. Selain mencatat defisit perdagangan, kenaikan rata-rata ekspor selama lima tahun juga tercatat lebih lambat dibandingkan impornya. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mendorong ekspor ke Australia, khususnya pada produk-produk unggulan Indonesia yang mempunyai pangsa permintaan ekspor yang tinggi di Australia, seperti minyak mentah, produk kimia farmasi, produk besi baja, kertas, ban kendaraan, tabung atau pipa besi baja, struktur jembatan, tower serta furniture kayu.
Adapun produk potensial yang perlu lebih difokuskan ekspornya adalah produk kimia farmasi. Pangsa permintaan impor produk kimia farmasi di pasar Australia cenderung tinggi dibandingkan produk lainnya, yakni sekitar 3,7%. Kondisi ini perlu dimanfaatkan oleh Indonesia mengingat pangsa ekspor produk kimia farmasi masih rendah yakni 1,4% terhadap total ekspor.
Dengan mendorong ekspor komoditas/produk yang potensial di pasar Australia diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Australia dapat teratasi. Adapun upaya peningkatan ekspor dapat dilakukan melalui deregulasi dan debirokratisasi serta memberikan insentif kepada eksportir untuk melakukan usaha, seperti tax allowance dan tax holiday. Selain itu, kunjungan misi dagang ke Australia juga perlu dilakukan untuk melihat potensi komoditas/produk yang dapat dipasok dari Indonesia.
Oleh: Fitria Faradila
(Calon Peneliti Ahli Pertama Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan)
Sumber: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian