Dimensi Filosofis Salat Berjemaah
Dimensi Filosofis Shalat Berjamaah : Allah swt. sebagai Maha Pencipta telah menciptakan manusia yang tak terbilang banyaknya, baik dalam kurun waktu yang sama, dahulu maupun sekarang. Manusia yang hidup dalam satu kurun waktu, harus berusaha mewujudkan kehidupan bersama, terutama bagi yang hidup di lingkungan suatu wilayah karena manusia memang diciptakan sebagai makhluk sosial. Di samping sebagai makhluk sosial, manusia merupakan individu-individu yang mengaktualisasikan diri dalam mencari jati diri atau identitas masing-masing. Dalam beraktualisasi tersebut, manusia membutuhkan bantuan dan partisipasi orang lain. Tetapi, bukan untuk menjadi sama seperti orang lain. Ia akan menjadi pribadi yang berbeda satu dan lainnya. Perbedaan di antara manusia sebagai individu dalam masyarakat, merupakan kondisi yang bersifat kodrati. Perbedaan itu merupakan kehendak Allah swt.
Dalam berinteraksi, setiap individu akan menemukan kelebihan-kelebihan yang dimiliki satu dengan yang lainnya. Dari proses inilah terjadi interaksi saling mengenal, saling menghargai, dan tempat meminta atau tolong menolong karena tidak ada manusia yang sempurna.
Kondisi perbedaan di antara sekelompok orang di atas akan memunculkan sosok pemimpin. Di antara seorang atau beberapa orang yang tampil menjadi pemimpin disebabkan memiliki kelebihan terutama berupa kemampuan mewujudkan kepemimpin. Selanjutnya, kenyataan hidup menunjukkan juga setiap orang harus mampu mengendalikan diri, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun sebagai makhluk Allah swt. yang memikul kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas segala tingkah laku dan perbuatannya selama hidup di muka bumi. Dengan kata lain, setiap orang harus memimpin diri sendiri, agar mampu mencapai tujuan hidup berupa keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk itu, Rasulullah saw. bersabda, "Ketahuilah setiap kamu sekalian adalah sebagai pemimpin dan kamu sekalian bertanggung jawab terhadap pimpinannya (rakyatnya). Maka, sebagai amir (pemimpin) yang memimpin manusia yang banyak adalah sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas pimpinannya, dan seorang suami adalah sebagai pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap mereka. Seorang istri adalah sebagai pemimpin di rumah, suaminya serta anak-anaknya yang ia bertanggung jawab terhadap mereka. Dan, seorang hamba (budak) adalah sebagai pemimpin dalam menjaga harta tuannya. Ketahuilah, kamu sekalian bertanggung jawab terhadap pimpinannya" (H.R. Muslim).
Hal ini penting untuk diketahui bagi orang-orang bertakwa untuk mengamalkan petunjuk Allah swt. dan teladan Rasulullah saw. dalam mewujudkan Kepemimpinannya. Dalam posisi dan status apa pun, tanggung jawab sebagai pemimpin tidak dapat dielakkan. Tanggung jawab itu akan makin berat jika dalam rida Allah swt. ternyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seseorang mendapat kesempatan menjadi pemimpin. Tanggung jawab tersebut menjadi berat karena hakikat kepemimpinannya menjadi dua dimensi. Dimensi pertama berupa pertanggungjawaban terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Dimensi kedua adalah pertanggungjawaban pada Allah swt. dengan mencontoh kepemimpinan Rasulullah saw. Dimensi itu akan berpadu menjadi satu kesatuan apabila tanggung jawab keduanya ditunaikan semata-mata karena Allah swt.
Untuk itu, diperlukan sikap dan keberanian setiap pemimpin yang beragama Islam untuk berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang diajarkan Allah swt. dalam Alquran dengan mencontoh Rasulullah karena seluruh sikap, tingkah laku, dan bahkan diamnya beliau dalam memimpin Islam pada dasarnya merupakan pancaran isi kandungan Alquran. Untuk menjadi khalifah di muka bumi ini tidaklah mudah karena selalu menghadapi tantangan, rintangan, dan hambatan dari musuh-musuh Islam . Tuntutan-tuntutan itu akan datang disebabkan hak seseorang sebagai masyarakat dan meminta keadilan kepada pemimpinnya.
Islam adalah agama universal yang telah dan akan membangun sebuah peradaban yang maju yang tidak dapat disamakan dengan bangsa manapun, karena pola, karakteristik, dan mekanisme pemilihan pemimpinnya menggambarkan suasana demokratis.
Paradigma Kepemimpinan
Allah swt. menciptakan kehidupan di dunia ini dengan berpasang-pasangan. Ada siang dan malam, pria dan wanita, langit dan bumi, surga dan neraka, itulah bentuk keadilan Allah. Banyak pilihan yang harus kita ikuti dan setiap pilihan tersebut memiliki konsekuensi logis. Apakah pilihan-pilihan tersebut akan membawa kepada kebaikan atau keburukan? Semuanya menjadi tanggung jawab masing-masing. Dalam Islam, ada dua paradigma dalam kepemimpinan yang menjadi pilihan manusia yakni kepemimpinan Allah dan kepemimpinan thaghut.
Kepemimpinan Allah, Sang Pencipta yang memiliki kerajaan di langit dan di bumi, Mahakuasa atas segala sesuatu yang menurunkan wahyu melalui malaikat Jibril kepada nabi dan rasul. Allah mengutus para rasul untuk menyeru umatnya untuk hidup di jalan yang benar yakni mengakui ke-Esa-an-Nya. Setiap rasul yang diturunkan Allah memiliki masa dan umat sendiri. Muhammad sebagai rasul terakhir memiliki umat yang diberi sebutan sebagai umat yang terbaik. Karena pada masa sepeninggal Rasulullah, Allah tidak akan menurunkan seorang rasul kembali. Oleh sebab itu, tantangan dan ujian yang akan dihadapi ya sangatlah besar dan sulit sehingga wajar bila disebut sebagai umat yang terbaik (kuntum khoirun ummah).
Orang-orang yang mengikuti ajaran Muhammad disebut mukmin. Ajaran islam yang dibawa Rasulullah saw. memancarkan cahaya bagi kehidupan manusia. Sebab, di dalamnya, Rasulullah mengangkat harkat dan martabat wanita di mana masa jahiliah wanita hanya sebagai pemuas hawa nafsu belaka bahkan mereka membunuh bayi perempuannya untuk menutupi malu. Rasulullah juga memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dengan menghapus dan memerdekakan budak. Sebab, Islam mengajarkan manusia itu sama di hadapan Allah swt. kecuali ketakwaannya. Rasulullah mengajarkan indahnya menjalani kehidupan yang dilandasi ukhuwah islamiah (gotong royong, musyawarah mufakat) sehingga pada masa Khalifah Umar bin Khattab tidak ada rakyatnya yang berhak mendapatkan zakat karena kesejahteraan masyarakat pada waktu itu.
Itulah jalan kebenaran yang Rasulullah berikan melalui Iislam. Jika manusia mau mengamalkannya, Allah akan membalas dengan surga. Di dalamnya akan ditemukan kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan yang tidak pernah ditemui di dunia ini. Semuanya diserahkan kepada manusia, mau menjalankan perintah-Nya atau tidak. Tetapi, yang perlu diperhatikan Allah akan membalas segala perbuatan manusia di dunia, kebaikan akan menuai kebaikan, keburukan akan mendapatkan keburukan. Firman Allah swt. "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Sebab itu, barang siapa yang ingkar kepada thaghutdan beriman kepada Allah, sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul(tali) yang amat kuat yang tidak akan pernah putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Q.S. Al Baqarah: 256).
Celakalah manusia yang ingkar kepada Allah, menyembah thaghut yang bersumber dari hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan perangkap setan. Karena manusia diciptakan Allah dengan memiliki tiga kelebihan yang di antaranya tidak dimiliki mahluk lain yakni akal, hati, dan nafsu. Jika manusia mengikuti hawa nafsunya, ia disebut jahil (bodoh). Sebab, tidak ada bedanya dengan binatang bahkan lebih rendah dari binatang. Ia tidak mendapatkan cahaya kebenaran Allah, ia masuk lingkaran kegelapan, kenistaan yang akan membawanya ke jalan kebatilan. Allah akan membalas perbuatan tersebut dengan memasukkan ke neraka, yang membuat mereka menyesal selamanya.
Itulah bentuk keadilan Allah yang diberikan kepada mahluknya, dua bentuk kepemimpinan didunia yakni kepemimpinan Allah swt. dan kepemimpinan thaghut.
Konsep Umat dan Imamah
Islam sendiri memiliki konsep kepemimpinan yang berbeda dengan yang lain yakni umat dan imamah. Umat secara etimologis berarti maju bergerak bersama-sama. Allah telah berfirman dalam Q.S. Ali Imron Ayat 110 yang berbunyi, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
Ayat di atas menjelaskan adanya sekelompok manusia yang memiliki arah, tujuan, gerak dan ideologi yang sama berdasarkan Alquran.
Untuk memiliki arah dan tujuan yang sama, diperlukan sebuah proses pembentukan yang menurut Alquran surat Ali Imron Ayat 103 yakni berpegang teguh kepada agama Allah swt., tidak bercerai berai dan selalu mempererat persaudaraan. Artinya, umat Islam dalam kehidupannya bersatu padu melebur dalam barisan perjuangan. Sehingga, menjadi sekelompok umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman kepada Allah swt.
Jika itu semua dilakukan dengan terorganisasi, akan diperoleh kemenangan karena kebenaran akan dikalahkan kebatilan yang diorganisasi. Untuk mengalahkan kebatilan tentunya kebenaran harus diorganisasi.
Kemudian, konsep imamah (kepemimpinan) sendiri dapat kita perhatikan dalam pelaksanaan salat berjemaah, yakni imam salat. Dalam pelaksanaannya, imam salat merupakan pemimpin yang menggerakkan jemaahnya untuk melakukan sebuah rutinitas secara berkelompok. Untuk lebih lanjut penulis akan memaparkannya di bawah ini.
Kepemimpinan Profetik
Jika diamati secara saksama ternyata salat berjemaah memiliki makna yang sangat penting dalam membentuk jiwa kepemimpinan profetik. Tipe kepemimpinan yang telah dicontohkan Rasulullah dan harus diteladani.
Ada beberapa dimensi dalam salat berjemaah yang perlu kita perhatikan sebagai bentuk sebuah kepemimpinan.
Pertama, pola pemilihan dan kriteria imam salat. Seorang imam dipilih jemaahnya karena hapalan, kefasihan, usia, dan kecerdasannya. Imam harus memunyai kelebihan dibandingkan jemaah lainnya agar di dalam salat berjalan dengan lancar, tidak melakukan kesalahan yang berakibat tidak sahnya salat.
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan, berpengetahuan luas, inovatif, akomodatif, dan mampu mengarahkan jemaahnya untuk beramar makruf nahi mungkar. Mustahil seorang pemimpin bodoh. Jika bodoh, ia akan mudah dipengaruhi dan dikendalikan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan orang-orang yang mementingkan suatu golongan tertentu.
Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan imam salat selain kriteria di atas ialah karena imam tersebut disukai jemaahnya. Jika tidak disukai, terdapat kerancuan dan hambatan yang membatasi optimalisasi kinerjanya. Jika diibaratkan dalam sebuah negara, akan terjadi banyak makar dari lawan-lawan politiknya. Pemimpin harus memiliki pengalaman yang luas, mengetahui kondisi umat yang dipimpinnya agar aspirasi mereka tersalurkan.
Kedua, Tugas dan tanggung jawab imam (pemimpin). Ketika salat imam berada pada posisi paling depan, memulai salat lebih awal dan diikuti jamaah. Imam bertanggung jawab menanggung dosa seluruh jemaah jika dalam pelaksanaan salat terdapat kesalahan. Apabila imam batal, batal pula salat jamaah yang lain dan kepemimpinannya digantikan orang yang mempunyai kemampuan setingkat di bawahnya yang menempati posisi lurus di belakang imam.
Pemimpin adalah lokomotif yang membawa gerbong-gerbongnya menuju visi yang akan dicapai. Pemimpin harus mampu mengakomodasi rakyatnya yang memiliki latar belakang yang berbeda, berdiri di depan dan bertanggung jawab atas perbuatannya demi mencapai kehidupan yang adil, makmur, bahagia di dunia dan akhirat.
Ketiga, mekanisme koreksi terhadap imam (pemimpin). Jika imam salah, jemaah wajib menegurnya dengan mengucap subhanallah, kemudian imam memperbaiki kesalahannya sampai benar.
Pemimpin harus berpikir dan berjiwa besar, siap dikritik dan berani mengakui kesalahan meskipun itu dapat mengancam reputasinya. Mau menerima nasehat dari siapapun juga dan berterima kasih kepada orang yang memberikan nasehat walaupun nasehat itu disampaikan dengan cara yang tidak baik.
Semestinya pemimpin bergaul dengan seluruh lapisan masyarakat dan tidak berpaling dari mereka serta melunakkan suara bila berbicara, tidak merasa jijik duduk bersama orang-orang yang cacat, miskin dan berkelas sosial rendah.
Begitulah sebenarnya kepemimpinan Rasulullah saw. sebagai perwujudan kepemimpinan Allah swt. bagi umat manusia, sebagai fakta pengetahuan yang benar, rahasianya ada pada Sang Pencipta yang mengangkat dan mengutusnya sebagai Rosul. Allah memenuhi janji-Nya untuk melengkapi manusia yang menjadi Rasul-Nya dengan kepribadian yang terpuji. Kepribadian yang terpuji itu memiliki beberapa sifat yang disebut sifat-sifat wajib bagi seorang Rosul Allah swt., yang dimiliki juga Muhammad saw. Sifat-sifat wajib itu adalah sebagai berikut. Sidik (benar), amanah (terpercaya), tablig (menyampaikan), fathonah (pandai), dan maksum (bebas dari dosa).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan Rasulullah saw. pasti tidak memiliki sifat-sifat sebaliknya, yakni sifat mustahil . Sifat-sifat dimaksud adalah kizab (pendusta), khiyanah(curang, penghianat), kitman (menyembunyikan), dan ingkar (pendusta). Namun, Rasulullah sebagai manusia memiliki sifat jaiz, yakni sifat-sifat kemanusiaan yang tidak menurunkan derajat atau martabat beliau sebagai utusan Allah swt. Rasulullah juga tidak dapat menghindar dari ujian dan cobaan Allah swt. Sifat tersebut antara lain berupa sedih, sabar dan tabah, demikian pula sifat ulet, cermat, hati-hati, berani, cemas dan sebagainya. Kondisi ini mengakibatkan kepemimpinan Muhammad saw. berbeda prinsipil dari kepemimpinan manusia biasa, semata-mata karena karunia Allah SWT.
Kepemimpinan Nasional
Tipe kepemimpinan Rssulullah saw. yang telah diuraikan sebelumnya, jelas memberikan hal yang positif untuk membangun peradaban yang harmonis didunia ini. Islam menghargai pluralisme, tidak membedakan ras, warna kulit, bahasa ,usia. Kesemuanya memiliki hak yang sama sebagai manusia. Siapapun dapat menjadi pemimpin asalkan memiliki kriteria yang telah ditetapkan dan mempunyai kelebihan dari pada yang lain.
Salat berjemaah yang disunahkan Rasulullah memberikan pengaruh positif dalam kehidupan bermasyarakat yakni terbinanya silaturahmi untuk mempererat ukhuwah islamiah. Jika ukhuwah islamiah telah terpatri dalam jiwa seorang muslim, terbentuklah semangat persatuan yang kuat yang diibaratkan sebuah bangunan yang kokoh sehingga musuh-musuh Allah tak akan sanggup merobohkannya.
Bentuk pemilihan imam sholat ternyata mencerminkan suasana demokratis, seleksi dalam memilih pemimpin dinegara ini dapat pula mengikuti cara yang dilakukan dalam memilih imam sholat, bukan karena ia beruang atau berwajah tampan sehingga dipilih menjadi pemimpin tetapi banyak hal lain yang perlu diperhatikan.
Kita semua berharap kepada para pemimpin yang telah diamanahkan rakyat baik yang menjadi pimpinan MPR, DPR, DPRD, presiden-wakil presiden dan lain sebagainya agar senantiasa dekat dengan Alquran karena pancaran kepemimpinan Rasulullah merupakan pancaran cahaya Alquran yang telah diturunkan Allah sebagai pedoman hidup manusia selama berada didunia. Pedoman bagi manusia selaku khalifatul ardhi.
Kepemimpinan nasional Indonesia telah berganti kepada wajah-wajah baru dengan harapan mereka dapat menjalankan amanahnya dengan baik. Kepemimpinan yang memiliki iktikad baik untuk membawa bangsa ini menuju perubahan yang baik. Keteladanan merupakan kunci utama seorang pemimpin, sehingga kepercayaan masyarakat kepadanya akan tetap ada. Memberikan contoh yang baik serta tidak menghambur-hamburkan uang Negara. Apa yang telah diteladani Ketua MPR Hidayat Nurwahid adalah contoh yang harus tetap dijaga dan diikuti ketua lembaga lainnya agar anggotanya mengikuti demi perbaikan bangsa ini.
Oleh: Guntur Subing
Dimuat di Harian Lampung Post, Jum’at, 22 Oktober 2004