Breaking News

Menggiatkan Bangsa Yang Berbudaya

Menggiatkan Bangsa Yang Berbudaya : Salah satu item yang menjadi perhatian adalah menjunjung tinggi masyarakat yang berbudaya. Kata berbudaya disini memiliki banyak makna dan mengandung konotasi positif bagi keberlangsungan citra bangsa. Bagaimana sebuah bangsa berperan aktif menuju percaturan internasional tanpa tergerus nilai-nilai kearifan lokalnya. Kemunculannya sebagai sebuah budaya yang mantap dan bijaksana menjadi ranah istimewa bagi mereka yang berkarakter, memiliki nilai-nilai etika dan estetika. Tentu simetrisasi dalam filterisasi budaya akan apik dan kokoh. Tidak mudah goyah. Sanggup berdiri dan mandiri dalam menghadapi dinamika kebudayaan.

Menggiatkan Bangsa Yang Berbudaya

Bangsa Indonesia harus memainkan peran penting ini. Agar tidak terjebak pada simbol-simbol yang berakhir pada matinya budaya itu sendiri. Membangun dialektika persamaan dan perbedaan melalui nilai-nilai yang ada merupakan keniscayaan. Bagaimana tidak, bagi mereka yang terlalu fanatik dan acuh terkadang lalai. Malah menjadi tidak bijaksana ketika salah langkah dan kesasar. Ingin membangun tapi justru sebaliknya.

Saat ini kita hanya terjebak pada emosi sesaat dan lupa pada komitmen. Terpengaruh pada isu, desas-desus yang belum tentu kebenarannya. Terjebak pada rencana, tidak masuk pada perencanaan dan realisasi nihil. Kelemahan ini justru menjadi budaya. Ia terangkat pada masa yang seharusnya telah berubah. Yang semestinya terkikis ketika mengingat sejarah. Malah kita semakin asik menjadi H0m0 Sovieticus kata Jalaluddin Rahmat. Tak jauh berbeda dengan masyarakat Polandia atau negeri pecahan soviet lainnya. Karakter yang cinta diri sendiri, abai pada masyarakat umum, berbicara sebaliknya didepan umum dan penuh ketidak pastian. Ketika berkata iya, sudah pasti tidak atau sebaliknya.

Tentu kita berharap Bangsa Indonesia tidak seperti itu. Pembangunan mental yang kuat sudah sepatutnya kita mulai. Penjajah semakin asik menidurkan rakyat Indonesia ketika mental budayanya melemah dan cenderung pada need of power.  Implikasinya, tipu sana-tipu sini. Geser sana-geser sini. Kita cenderung melawan bangsa sendiri, penjajah pun bertepuk tangan dengan gembira sambil menonton keasyikan.

Yang menjadi permasalahan, kenapa budaya itu masih melekat sampai saat ini. Bukan budaya leluhur yang cinta pada prestasi, need of achievement. Tapi budaya yang diwariskan penjajah dalam menjilat bangsa sendiri. Memang need of achivement pula yang membuat bangsa Barat jauh meninggalkan kita, namun budaya itu tidak kita petik sedemikian rupa sehingga need of affiliationnya cuma pura-pura. Sekedar mencari hati untuk sesaat saja. Setelah power di pegang masyarakat di injak-injak atau bahkan di bohongi terus menerus.

Pembangunan fisik budaya bangsa Indonesia memang sah-sah saja. Namun juga rentan karena rakyat butuh makan dan kepastian. Bukan hanya patung, pagar-pagar yang indah, hotel-hotel yang megah, jalan-jalan yang ramai, kendaraan-kendaraan bertumpuk. Tapi pembangunan secara mental juga tidak dapat di tinggalkan sebagai budaya. Artinya, disini dibutuhkan pembangunan nilai-nilai budaya baik fisik maupun mental.

Pembangunan nilai budaya secara fisik memang terlihat kongkrit. Ia nampak, siapa pun dapat menikmatinya baik dengan melihat maupun menyentuhnya. Tetapi lain halnya dengan nilai-nilai mental yang ditanamkan. Ia abstrak dan bahkan orang-orang tertentu saja yang bisa merasakannya.

Kemungkinan besar masyarakat Indonesia punya budaya ingin anak-anaknya terdidik dan sekolah tinggi. Tapi sejauhmana pemerintah memfasilitasinya. Ini adalah budaya, jangan sampai budaya kita membentuk dengan pola ingin pintar sendiri tapi tidak berpikir untuk mencerdaskan orang lain.

Pada dasarnya kita terbagi atas dua dasar, yakni kultural dan struktural. Orang-orang yang ada pada tataran kultural sangat sulit untuk melakukan perubahan-perubahan jika tidak ditunjang oleh kekuatan struktural. Sebaliknya, orang-orang yang berada pada posisi struktural akan menghancurkan budaya tanpa adanya gerakan-gerakan kultural. Alangkah sangat apik ketika kedua-duanya dapat dipadukan bersama sehingga melahirkan gerakan-gerakan yang berbudaya dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Mudah-mudahan mereka yang duduk di struktural dapat mengemban amanah untuk tetap konsisten dalam memegang komitmen. Hingga gerakan kultural dan struktural tersebut dapat melahirkan bangsa yang berbudaya.