Kampung Tua, Riwayatmu
Kampung Tua, Riwayatmu : Rasanya sudah lelah membicarakan konflik yang dilandasi kriminalitas dan berubah berbau atau diidentikkan ke arah SARA di Lampung. Tetapi kejadian demi kejadian memberikan gambaran bahwa Provinsi Lampung menyimpan bara dalam sekam. Yang terkadang tanpa disangka siap meledak dan memakan korban.
Adanya konflik di Lampung Utara baru-baru ini memberikan deretan panjang daftar konflik horizontal di tengah masyarakat Lampung. Belum ditambah lagi tingkat kejahatan yang semakin meningkat, kondisi ekonomi yang belum juga membaik dan beragam persoalan yang membelit sendi-sendi kehidupan kita.
Tak ayal lagi, Kampung Tua (Pribumi) selalu menjadi kambing hitam dari setiap konflik yang ada. Ia dituding dan selalu di gambarkan antagonis dalam segala aspek sosial masyarakat. Seolah tak ada tempat yang baik untuknya. Cap itu, memberikan gambaran bagaimana kita harus berbenah dan menjadi yang terbaik di tanah leluhur ini.
Tak ayal lagi, Kampung Tua (Pribumi) selalu menjadi kambing hitam dari setiap konflik yang ada. Ia dituding dan selalu di gambarkan antagonis dalam segala aspek sosial masyarakat. Seolah tak ada tempat yang baik untuknya. Cap itu, memberikan gambaran bagaimana kita harus berbenah dan menjadi yang terbaik di tanah leluhur ini.
Hal yang mendasar begitu kompleksnya permasalahan pada penduduk pribumi adalah masalah ekonomi. Tingkat kemiskinan, gaya hidup dan etos kerja menjadi masalah yang mestinya mendapatkan perhatian serius. Revolusi mental pada masyarakat kampung tua perlu sentuhan tangan dan kebijakan pembangunan yang mengarah pada kampung tua.
Tak bisa dipungkiri, selama ini semenjak orde baru fokus pembangunan baik dari pusat maupun daerah banyak diarahkan pada program trasmigrasi. Pada wilayah transmigrasi dan daerah pendatang begitu banyak bantuan dan pembangunan yang diberikan. Tetapi, pada kampung tua begitu minim. Bantuan dan perhatian yang begitu minim dari beragam aspek. Jarang kita lihat adanya pendampingan desa atau penyuluhan tentang pertanian atau perkebunan yang menjadi kearifan lokal masyarakat pribumi pada masa orde baru.
Jarang sekali adanya pendampingan, pemberian bibit, bantuan pupuk dan sarana lainnya untuk meningkatkan produktifitas lada dan kopi misalnya. Tetapi sangat banyak bantuan yang bersifat demikian kepada wilayah transmigrasi dan desa pendatang dengan memberikan penyuluhan dan bibit unggul seperti padi, jagung dan tanaman lainnya. Pembangunan irigasi dan penyediaan sarana dan prasarana pertanian.
Tingkat daya saing yang rendah pada masyarakat pribumi dalam aspek ekonomi memberikan dampak pada munculnya pelaku-pelaku kriminalitas. Ketika ini muncul dan menjadi komunitas maka gaya hidup kriminal menjadi pandangan hidup yang tak terbatas.
Ketika masyarakat pendatang muncul kepermukaan dengan kondisi ekonomi yang stabil, penduduk pribumi banyak yang meluncur kebawah dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Penguasaan atas lahan pertanian perlahan-lahan menyusut disebabkan oleh etos kerja yang tidak mampu memberdayakan lahan tidur. Menjual harta warisan sekenanya dan tidak memperhatikan dampak masa depan untuk anak cucu.
Belum lagi ditambah oknum kepala desa dan penguasa pada saat itu yang secara sepihak menjual dan menyewakan tanah adat kepada perusahaan-perusahaan dan perorangan yang tak tahu entah dari mana. Setelah oknum tersebut tiada, beragam persoalan muncul. Klaim atas kepemilikan lahan menjadi sengketa berkepanjangan. Lalu siapa yang disalahkan? Tentu masyarakat kampung tua. Lagi-lagi masyarakat kampung tua menjadi tumbal dari kepemimpinan masa lalu. Yang berjuang hanya demi memperkaya diri dan mengutamakan kelompoknya.
Hilangnya harapan akan menjadi cambuk yang berat. Kalau kriminalitas telah menjadi profesi dan gaya hidup masyarakat, lalu apa yang harus dilakukan? Perhatian lebih kepada mereka yang selama ini terabaikan adalah keniscayaan. Mereka butuh uluran tangan untuk menyelamatkan sendi kehidupannya dari perjalanan hidup yang tidak sesuai dengan aturan moral yang berlaku pada masyarakat umum.
Mereka butuh udara yang lebih segar dan mencapai kemapanan di dalam masyarakat. Butuh partisipasi aktif pemerintah dan menghilangkan gap antara kaum pendatang dan pribumi. Sebagai bangsa kita juga telah dihadapkan pada banyak persoalan kehidupan. Jangan sampai kebijakan yang tidak adil justru melahirkan api dalam sekam didalamnya. Kita tidak ingin adanya tirani minoritas dan hegemoni mayoritas didalamnya. Karena kultur yang berbeda memberikan dampak gesekan yang menjadi percikan api.
Pembangunan Kampung Tua
Kampung tua juga butuh sentuhan tangan untuk memperoleh fasilitas atau sarana dan prasarana yang menjadi kearifan lokal masyarakatnya. Kita memimpikan bagaimana daya saing di Lampung dapat tumbuh secara sehat. Masyarakatnya mengedepankan moral dan etos kerja serta karya menjadi kebanggaan yang selalu dibawa.
Kampung tua juga butuh didengar suaranya, seperti tulisan ini yang hampir tak pernah terpublikasi dan hanya menjadi konsumsi di akar rumput. Pernahkan kita melihat adanya media yang mau mempublikasikan isu yang mendasar ini? Hampir tak ada. Keberpihakan dan tidak bebas nilai itu juga telah merenggut hati nurani dan harapan masyarakat kampung tua.
Jangan diberangus, jangan dihabisi, kami butuh penyadaran yang bisa memberikan harapan hidup yang lebih baik. Kami tak ingin seperti masyarakat suku Indian yang harus meregang nyawa ditangan orang-orang Eropa. Terusir dari tanah kelahirannya, diberikan tempat yang mengisolasi kemudian lenyap satu persatu.
Kita butuh penyadaran bahwa suku bangsa kita adalah bangsa yang mengedepankan moral, etika, estetika dan etos kerja dalam falsafah hidupnya. Kita bukan bangsa bar-bar, kita adalah bangsa yang beradab. Damailah Lampungku..
Kita butuh penyadaran bahwa suku bangsa kita adalah bangsa yang mengedepankan moral, etika, estetika dan etos kerja dalam falsafah hidupnya. Kita bukan bangsa bar-bar, kita adalah bangsa yang beradab. Damailah Lampungku..