Bahaya Menyebar Kebencian
Bahaya Menyebar Kebencian : Dengan menjamurnya media sosial seperti saat ini memberikan ruang yang begitu besar pada kehidupan kita sehari-hari. Walaupun secara fisik kita jauh, tp dengan internet kita menjadi dekat. Saking dekatnya maka timbullah interaksi sosial yang lebih intens. Dengan interaksi sosial yang beragam maka segala tindak tanduk kita pun menjadi perhatian banyak orang. Ada yang suka dan tak kalah ragamnya adalah tindakan penghasutan dan kebencian.
Menyebarnya provokasi dengan menyebarkan kebencian telah masuk pada sendi-sendi kehidupan kita. Tindakan ini mengarah kepadasiapapun tak pandang bulu, apakah itu para tokoh masyarakat, politik, selebriti dan pengguna media sosial itu sendiri. Dengan menanamkan persepsi kebencian kepada pihak lain dan diikuti oleh yang lainnya sehingga membentuk suatu komunitas maka kita menyebutnya haters alias pembenci. Bagaimana jika ini menjadi budaya pada kehidupan kita?
Menyebarnya provokasi dengan menyebarkan kebencian telah masuk pada sendi-sendi kehidupan kita. Tindakan ini mengarah kepadasiapapun tak pandang bulu, apakah itu para tokoh masyarakat, politik, selebriti dan pengguna media sosial itu sendiri. Dengan menanamkan persepsi kebencian kepada pihak lain dan diikuti oleh yang lainnya sehingga membentuk suatu komunitas maka kita menyebutnya haters alias pembenci. Bagaimana jika ini menjadi budaya pada kehidupan kita?
Baca Juga: Marketing Politik Pada Media SosialApakah kebencian itu menjadi style of life kita saat ini, apakah kita bangga menjadi penghasut dan menyebarkan kebencian terhadap orang lain dengan memandang orangnya dan bukan substansi dari apa yang dia lakukan dan ucapkan. Jika yang kita perhatikan adalah kebencian terhadap orangnya maka kita akan selalu subjektif dalam memandang tindak tanduknya. Lain halnya jika kita memperhatikan perbuatannya, kebijkannya dan ucapannya mudah-mudahan kita dapat secara objektif dan kritis dalam menyikapinya.
Untuk menjunjung tinggi kedewasaan dalam berpikir sebaiknya kita membedakan antara bersikap kritis dan benci. Kritis tentu mempunyai peran dengan mengedepankan pikiran, kita bersikap berdasarkan data dan fakta, argumen yang dapat dipertanggung jawabkan dan menuju kepada pencapaian kebenaran. Ya tak bisa dihindari ada keegoisan didalamnya, tetapi bisa diminimalisir.
Lain halnya dengan benci, kalau sudah benci mungkin sama dengan cinta. Benci itu buta, tak memandang benar atau salahnya. Benci bisa ditanamkan lewat provokasi dengan agitasi dan propaganda melalui kampanye-kampanye hitam, curhat-curhatan dan gosip.
Mukhlis Al-Habibi menuliskan bahwa benci adalah suatu perasaan tidak suka, ketidak tertarikan seseorang terhadap sesuatu. Dan beliau menganjurkan untuk membiasakan diri berperasangka baik, sebagaimana Allah telah berfirman:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia sangat buruk bagimu. Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”(QS. Al-Baqoroh: 216)
“Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebahagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu, memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentuah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah Tuhan Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Hujaraat : 12)
Lebih lanjut Mukhlis Al-Habibi menjelaskan bahwa dendam dan benci merugikan diri sendiri, jangan sombong dan menganggap diri paling benar.
Jelas kiranya bahwa kebencian merupakan penyakit hati yang mesti kita hindari. Karena dampaknya yang begitu besar baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Saya sendiri berpendapat bahwa mari kita kritis atau menjadi kritikus daripada menjadi haters, kerena dua sisi ini sangat berbeda.
Kita memberikan kritik dan kritik yang membangun, ada upaya rekonstruksi dari sesuatu yang rusak. Kita memberikan pencerahan dan bukan menjerumuskan dan mencampakkan diri pada penyakit hati yang menggerogoti tubuh kita. Karena kebencian justru akan mendegradasi alam pikir dan menjauhakan dari sikap objektif.
Kita mesti objektif dalam menilai, misalnya untuk para pendukung Jokowi atau pendukung siapapun tidak taklid buta pada seseorang. Kita mesti kritis atas kebijakannya dan tindakannya. Karena sebagai manusia, ia juga ada salah dan ada khilafnya. Katakan salah kalau Jokowi salah, katakan benar kalau Jokowi benar. Kalau salah apa yang seharusnya dan bagaimana solusinya.
Kita mesti objektif dalam menilai, misalnya untuk para pendukung Jokowi atau pendukung siapapun tidak taklid buta pada seseorang. Kita mesti kritis atas kebijakannya dan tindakannya. Karena sebagai manusia, ia juga ada salah dan ada khilafnya. Katakan salah kalau Jokowi salah, katakan benar kalau Jokowi benar. Kalau salah apa yang seharusnya dan bagaimana solusinya.